Seminggu berikutnya, saya betul-betul terisak ketika mendapat perintah dari Deputi untuk membuat draft surat atas nama Kepala Kepolisian Negara berisi penolakan pemberian izin berangkat keluar negeri. Namun Tuhan sungguh maha pengasih maha penyayang, Kepala Pusat Laboratorium Investigasi, yang kebetulan satu angkatan dengan Kepala Kepolisian Negara tetap memerintahkan anggotanya itu untuk berangkat ke Inggris.
Sebagai Kepala sub-bagian Kerja Sama Luar Negeri di Deputi Personil Kepala Kepala Kepolisian Negara saya bisa memantau perjalanan karier perwira polisi yang sudah saya anggap sebagai adik sendiri itu. Tahun 2006, Senior Inspektur yang sudah naik pangkat menjadi Asisten Superintendan itu lolos seleksi  mengikuti kursus investigasi pasca ledakan di International Law Enforcement Academy, lembaga pendidikan kepolisian internasional milik Amerika Serikat yang berkedudukan di Bangkok, Thailand. Tiga tahun berikutnya bersama dua orang perwira lain, setelah berhasil menyingkirkan ratusan peserta ujian seleksi, dia berangkat ke Itali untuk mengikuti Pendidikan Komandan Pasukan Perdamaian PBB di Centre of Excellence for Stability Police Unit di kota Vicenza.
Tahun 2010, perwira forensik penuh semangat itu melaksanakan penelitian tentang Grafonomi, ilmu analisis  tulisan tangan dan tanda tangan untuk kepentingan identifikasi. Laporan hasil penelitian itu dikirimkannya ke Asosiasi Pemeriksa Dokumen Forensik Internasional yang berpusat di Washington, Amerika Serikat. Mungkin karena dianggap memiliki kebaruan yang memadai, dalam laporan itu dia uraikan hukum grafonomi 1, 2, 3 dan 4 temuannya, asosiasi memanggilnya untuk menjadi narasumber  pada "Symposium of International Document Forensic Examiner 2011". Hasil penelitian itu juga digunakannya sebagai sumber primer untuk menyusun buku  "GRAFONOMI : Menyingkap Kasus-Kasus Tanda Tangan Berat di Indonesia". Buku teks setebal 500 halaman lebih itu telah diterbitkan oleh satu penerbit besar di Yogyakarta pada tahun 2014.
Berikutnya pada akhir tahun 2014, Kepolisian Nasional Filipina menjadi tuan rumah Aseanapol Working Group Meeting on Increasing the Capacity of Asean Police in Forensic Science. Kepala Kepolisian Negara memerintahkan adik saya itu untuk hadir dan menguraikan makalah dengan judul  "Bali Bombing Investigation : Forensic Undersiege"
Yang membuat saya terus bersedih, perwira optimistik itu telah lima kali gagal dalam ujian masuk Sekolah Staf dan Pimpinan Pertama. Karena tidak mempunyai ijazah Sespimma, maka dia tidak mempunyai peluang untuk mengikuti seleksi Sekolah Staf dan Pimpinan Menengah apatah lagi  Sekolah Staf dan Pimpinan Tinggi. Karenanya, jangankan menjadi Kepala Pusat Laboratorium Investigasi, menjadi Kepala Laboratorium Investigasi Cabang sekalipun dia tidak bisa. Ketika purna tugas tahun ini, pangkatnya mentok di Superintendan, persis sama dengan pangkat saya saat pensiun, sekitar sepuluh tahun yang lalu.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H