Mohon tunggu...
Yani Nur Syamsu
Yani Nur Syamsu Mohon Tunggu... Penegak Hukum - Biografometrik Nusantara

Main ketoprak adalah salah satu cita-cita saya yang belum kesampaian

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Hijrah dan Pilpres

11 September 2018   20:27 Diperbarui: 11 September 2018   20:52 627
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber Buletin Kaffah

Keputusan musyawarah akbar di jaman Khalifah Umar bin Khatab RA itu sungguh brilian. Mereka, para sahabat besar, sepakat menjadikan peristiwa hijrah nabi Muhammad SAW dari Makkah menuju Madinah ( sekitar September 622 Masehi) sebagai tahun pertama kalender Islam. Sebenarnyalah bahwa esensi Islam adalah hijrah, "move on", berubah menjadi lebih baik.

Sudah diakui secara aklamasi bahwa perubahan bangsa Arab dibawah kepemimpinan nabi Muhammad SAW (dengan bimbingan Al Qur'an)  tak ada taranya dalam sejarah dunia. Tak ada pemimpin lain di dunia yang dalam hidupnya , melaksananakan perubahan yang menyeluruh dalam kehidupan bangsanya seperti yang dicapai oleh Muhammad SAW. Dan starting point dari revolusi itu adalah peristiwa hijrah.

Muhammad menjumpai bangsa Arab sebagai penyembah berhala, batu, kayu, tumpukan pasir, namun dalam jangka waktu kurang dari seperempat abad, penyembahan kepada Allah yang maha Esa menguasai seluruh jazirah Arab, setelah penyembahan berhala disapu bersih dari ujung ke ujung. Muhammad dan Al Qur'an menyapu bersih segala kepercayaan tahayul dan menggantinya dengan agama yang paling rasionil yang pernah terlintas dalam gambaran dunia.

Bangsa Arab yang membanggakan diri dengan kebodohannya, berubah  menjadi bangsa yang cinta ilmu pengetahuan. Ini adalah akibat langsung dari ajaran al Qur'an : "Tuhanku, tambahkanlah ilmu kepadaku" (QS 20 : 114).

Islam bukan saja menyapu bersih kejahatan bangsa Arab yang sudah berurat berakar, melainkan pula meniupkan dalam bathin hasrat yang menyala-nyala untuk menjalankan perbuatan yang baik dan mulia guna kepentingan sesama manusia.

Belum pernah suatu agama menanamkan hidup baru begitu luas kepada pengikutnya -- hidup baru yang meliputi segala cabang kegiatan manusia; pembaruan orang seorang, keluarga, masyarakat, bangsa dan negara; pembaruan dalam bidang materiil, moril, intelektual dan sepiritual.

Muhammad telah memimpin hijrah peradaban manusia dari tingkat yang paling rendah ke tingkat paling tinggi, hanya dalam waktu yang relative pendek. (Maulana Muhammad Ali, 1984)

Keberhasilan  revolusi  pembangunan mental manusia itu telah diakui oleh para pakar sejarah baik pakar sejarah muslim maupun yang non muslim bahkan pakar sejarah yang anti Islam sekalipun.

Tuan Keneth Muir, pada salah satu uraiannya dalam buku The Life of Mahomet menyatakan :"Sejak jaman dahulu, Makkah dan seluruh jazirah Arab, mati rohaninya. Agama Yahudi, Kristen dan ilmu filsafat yang sayup-sayup mempengaruhi bangsa Arab disana-sini, hanya bagaikan riak pada permukaan danau yang tenang; dibawah itu tetap diam dan tak bergerak.

Mereka tetap tenggelam dalam kepercayaan tahayul, kekejaman dan kebejatan moral. Agama mereka adalah penyembahan berhala yang kasar; kepercayaam mereka adalah takut terhadap sesuatu yang tak kelihatan..... Tiga belas tahun sebelum hijrah, Makkah mengalami kematian yang hina. Alangkah besarnya perubahan yang dihasilkan dalam jangka waktu tiga belas tahun.

Telinga orang Madinah telah lama mendengar agama Yahudi; namun mereka barulah bangun dari tidur nyenyak mereka , setelah mendengar suara yang menggetarkan jiwa dari nabi bangsa Arab, dan seketika itu mereka meloncat menuju hidup baru dan hidup yang sungguh-sungguh,"

Begitulah, bila dicermati dengan seksama maka spirit Islam adalah gelora hijrah.

Syahadat authentik adalah menghijrahkan diri dari meng-ilah-kan uang, harta-benda, kedudukan, kekuasaan, kemashyuran, jabatan, kehormatan, "citra", "nama baik" dan yang semacamnya menuju hanya meng-ilah-kan Allah SWT.  Berhala dijaman i-pad ini tentu saja tidak lagi berupa patung-patung, dan dijaman ini tidak mungkin dengan sadar manusia menyembah patung-patung itu.

Mengilahkan sesuatu berarti menganggap sesuatu itu sebagai yang paling mempengaruhi dan paling penting dalam kehidupan seseorang. Jadi ketika kita menganggap uang sebagai sesuatu yang paling penting dalam kehidupan kita maka pada saat itulah kita telah menjadikan uang sebagai ilah kita. 

Begitu juga ketika kita secara sadar melakukan korupsi yang canggih, yang menurut perkiraan kita tidak bakal  ada seseorangpun atau sesuatupun yang melihat kita pada saat itulah kita menganggap tidak ada tuhan. Kalau dua hal tersebut terjadi pada kita maka meskipun kita mengaku muslim sejak lahir, maka kita belum bersyahadat dengan benar, ilah kita masih berupa uang.

Sebenarnyalah bahwa bersyahadat bukanlah persoalan yang sederhana seperti yang sering kita bayangkan. Kita tentu masih ingat bagaimana konsekwensi syahadat para syahabat seperti Bilal bin Rabah, Yassir, istri Yassir dan Ammar bin Yassir.

Shalat khusu' menghijrahkan pelakunya dari terbiasa berpikir, berkata dan berbuat fakhsa (merugikan diri sendiri) dan munkar (merugikan orang lain) menjadi terbiasa berpikir, berkata dan berbuat adil dan ikhsan.

Shalat seseorang, oleh Allah akan dianggap sebagai perbuatan pamer/riya' belaka jika shalat itu tidak membuatnya menjadi seseorang yang tadinya abai terhadap nasib anak yatim dan kaum fakir miskin menjadi seorang yang dalam kehidupannya selalu memperhatikan kesejahteraan hidup anak-anak yatim dan siapa saja yang menderita kekurangan.

Zakat harus dikelola sedemikian rupa sehingga bisa menghijrahkan sang mustahik menjadi muzakki.  Puasa yang makbul adalah shoim yang bisa menghijrahkan sang shoimin menjadi lebih muttaqin.Haji mabrur menghijrahkan yang bersangkutan menjadi lebih bermanfaat bagi masyarakat.

Dalam konteks kekinian, umat Islam harus bergegas hijrah dari "kebencian" menuju "kasih sayang", dari "kami" dan "kalian" menuju "kita". Sebenarnyalah bahwa ketika kita berbicara tentang konsep Islam pada saat bersamaan kita juga harus berbicara tentang penyelesaian masalah-masalah kemanusiaan, baik manusia muslim maupun manusia non muslim. Nabi Muhammad diutus untuk mensejahterakan bukan saja umat Islam tetapi seluruh umat manusia bahkan seluruh alam semesta.

Berbagai even politik yang sudah, sedang dan akan berlangsung di negeri ini, harus kita akui, telah membelah warga Negara Indonesia (terutama umat Islam) menjadi dua kubu, yang terus saling "mengintai" dan baku "serang", baik di dunia nyata terlebih di dunia maya. Hemat penulis, para meter hijrah dapat digunakan sebagai variable utama pemilihan dalam perhelatan pilpres 2019.

Marilah kita pilih pasangan calon yang menurut pemikiran (jernih) kita, berdasarkan rekam jejak kedua pasangan calon presiden-calon wakil presiden, lebih mampu memimpin negeri besar ini untuk hijrah dari kegelapan (anti pancasila, kekerasan, intoleransi, kebencian, korupsi, kemiskinan, kebodohan, kemalasan) menuju terang (pancasila, kesejahteraan, kasih sayang, kerja keras, gotong royong dan demokrasi).

Selamat tahun baru 1 Muharram 1440 H.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun