Begitulah, bila dicermati dengan seksama maka spirit Islam adalah gelora hijrah.
Syahadat authentik adalah menghijrahkan diri dari meng-ilah-kan uang, harta-benda, kedudukan, kekuasaan, kemashyuran, jabatan, kehormatan, "citra", "nama baik" dan yang semacamnya menuju hanya meng-ilah-kan Allah SWT. Â Berhala dijaman i-pad ini tentu saja tidak lagi berupa patung-patung, dan dijaman ini tidak mungkin dengan sadar manusia menyembah patung-patung itu.
Mengilahkan sesuatu berarti menganggap sesuatu itu sebagai yang paling mempengaruhi dan paling penting dalam kehidupan seseorang. Jadi ketika kita menganggap uang sebagai sesuatu yang paling penting dalam kehidupan kita maka pada saat itulah kita telah menjadikan uang sebagai ilah kita.Â
Begitu juga ketika kita secara sadar melakukan korupsi yang canggih, yang menurut perkiraan kita tidak bakal  ada seseorangpun atau sesuatupun yang melihat kita pada saat itulah kita menganggap tidak ada tuhan. Kalau dua hal tersebut terjadi pada kita maka meskipun kita mengaku muslim sejak lahir, maka kita belum bersyahadat dengan benar, ilah kita masih berupa uang.
Sebenarnyalah bahwa bersyahadat bukanlah persoalan yang sederhana seperti yang sering kita bayangkan. Kita tentu masih ingat bagaimana konsekwensi syahadat para syahabat seperti Bilal bin Rabah, Yassir, istri Yassir dan Ammar bin Yassir.
Shalat khusu' menghijrahkan pelakunya dari terbiasa berpikir, berkata dan berbuat fakhsa (merugikan diri sendiri) dan munkar (merugikan orang lain) menjadi terbiasa berpikir, berkata dan berbuat adil dan ikhsan.
Shalat seseorang, oleh Allah akan dianggap sebagai perbuatan pamer/riya' belaka jika shalat itu tidak membuatnya menjadi seseorang yang tadinya abai terhadap nasib anak yatim dan kaum fakir miskin menjadi seorang yang dalam kehidupannya selalu memperhatikan kesejahteraan hidup anak-anak yatim dan siapa saja yang menderita kekurangan.
Zakat harus dikelola sedemikian rupa sehingga bisa menghijrahkan sang mustahik menjadi muzakki. Â Puasa yang makbul adalah shoim yang bisa menghijrahkan sang shoimin menjadi lebih muttaqin.Haji mabrur menghijrahkan yang bersangkutan menjadi lebih bermanfaat bagi masyarakat.
Dalam konteks kekinian, umat Islam harus bergegas hijrah dari "kebencian" menuju "kasih sayang", dari "kami" dan "kalian" menuju "kita". Sebenarnyalah bahwa ketika kita berbicara tentang konsep Islam pada saat bersamaan kita juga harus berbicara tentang penyelesaian masalah-masalah kemanusiaan, baik manusia muslim maupun manusia non muslim. Nabi Muhammad diutus untuk mensejahterakan bukan saja umat Islam tetapi seluruh umat manusia bahkan seluruh alam semesta.
Berbagai even politik yang sudah, sedang dan akan berlangsung di negeri ini, harus kita akui, telah membelah warga Negara Indonesia (terutama umat Islam) menjadi dua kubu, yang terus saling "mengintai" dan baku "serang", baik di dunia nyata terlebih di dunia maya. Hemat penulis, para meter hijrah dapat digunakan sebagai variable utama pemilihan dalam perhelatan pilpres 2019.
Marilah kita pilih pasangan calon yang menurut pemikiran (jernih) kita, berdasarkan rekam jejak kedua pasangan calon presiden-calon wakil presiden, lebih mampu memimpin negeri besar ini untuk hijrah dari kegelapan (anti pancasila, kekerasan, intoleransi, kebencian, korupsi, kemiskinan, kebodohan, kemalasan) menuju terang (pancasila, kesejahteraan, kasih sayang, kerja keras, gotong royong dan demokrasi).