“Caa…. Juun….?” Panggil seseorang yang mengingatkanku kepada Ibu ku di kampung. Yup, itu suara Ibu kosku.
“Eh… Itu Ibu Sri manggil kita, ned.” Seruku sambil menaruh HandPhone ku ke kasur.
“Iya, Ca. Ayok kita turun !”
Kami segera keluar dan turun ke bawah. Kamar kami berada di lantai dua di rumah yang cukup mungil ini. Di lantai dua hanya sedikit ruangannya. Kamar tidurku, kamar mandi, dan beranda yang menghadap ke arah luar biasa untuk tempat menjemur pakaian.
“Iya,Bu. Ada apa?” Tanyaku lirih.
“Kalian sudah Sholat Magribkan?”
“Sudah bu, sudah daritadi.” Jawabku dan Juned serentak.
“Ini ada sedikit oleh-oleh. Beberapa hari lalu ada saudara Ibu dari Solo yang datang dan membawakan oleh–oleh. Oya.. kalian belum makan? Ayuk, makan bareng Ibu dan Rini!”
“Eee… i i ya bu. Kami taruh dulu oleh-olehnya ke kamar.” Jawab Juned dengan menerima oleh-oleh yang di beri Ibu Sri tadi.
Bagaimana tidak mengingatkan dengan Ibu di kampung halaman, Ibu satu anak ini memang sangat kalem dan baik sekali. Padahal terhitung baru sekitar dua minggu kami nge-kos di rumahnya yang memiliki tiga kamar. Satu kamar untuknya, satu untuk ku dan Juned, dan satu lagi untuk anaknya yang masih SMA kelas X atau kelas 1 SMA yaitu Rini. Oya, Suami dari Ibu kos ku sudah meninggal sejak Rini masih kelas 1 SD atau saat aku dan Juned kelas 4 SD. Untuk dapat menyambung hidup, Bu Sri mendapatkan uang dari uang pensiunan suaminya dan juga dengan membuka warung makan sederhana di samping rumah. Maklum, saat pertama kali nge-kos di rumah Ibu Sri, beliau bercerita banyak kenapa dia menyewakan kamar untuk kos cowok, bukan untuk cewek. Menurutnya biar ada yang membantunya untuk menjaga rumah. Soalnya di rumahnya sudah tidak ada laki-laki lagi semenjak meninggalnya Suami beliau, almarhum Pak Mahmud.
“Yuk, Broo.. Kita turun,makan!”