Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) mengemban amanat kebijakan untuk mewujudkan lingkungan hidup yang baik dan sehat, serta untuk melestarikan peran lingkungan hidup dalam pembangunan nasional. Dalam melaksanakan amanat tersebut, berbagai program maupun kegiatan telah dilakukan. Diantaranya adalah Program Pengelolaan Sampah, Bahan Berbahaya Beracun (B3), dan Limbah B3 dan Program Pengendalian Daerah Aliran Sungai dan Hutan Lindung.
Peningkatan kesehatan masyarakat dan kualitas lingkungan dengan berkurangnya risiko akibat paparan B3, limbah B3, dan sampah dilaksanakan melalui fasilitasi pengelolaan sampah, B3 dan limbah B3. Selain itu untuk meningkatkan kualitas lingkungan hidup dilaksanakan juga pemberian bantuan berupa bangunan konservasi tanah (dam pengendali, dam penahan dan gully plug), sumur resapan, bibit berkualitas, dan bibit produktif. Kegiatan fasilitasi dan bantuan tersebut diserahkan kepada masyarakat atau pemerintah daerah.
Bantuan pemerintah yang langsung diberikan kepada kelompok masyarakat atau pemerintah daerah merupakan bukti keseriusan pemerintah dalam upaya mewujudkan lingkungan hidup yang baik dan sehat. Membantu masyarakat dan sebagai sarana kelompok masyarakat untuk meningkatkan nilai tambah dan pendapatan dalam mencapai kemandirian kelompoknya. Hal ini diharapkan akan menjadi kekuatan ekonomi untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat, mengurangi kemiskinan, dan dapat meningkatkan ekonomi secara nasional.
Bantuan pemerintah berupa tanah bangunan; peralatan dan mesin; jalan, irigasi dan jaringan; aset tetap lainnya; aset lain-lain; dan barang persediaan lainnya yang diserahkan kepada masyarakat diakomodir dalam belanja barang 526 (belanja barang untuk diserahkan kepada masyarakat/pemda). Akun ini dicatat dengan menggunakan pendekatan aset dalam akuntansi dan pelaporannya (Perbendaharaan, 2018)
Namun demikian, di tengah gencarnya pemerintah mendorong dan menggerakkan masyarakat untuk meningkatkan produktivitas usahanya, ternyata belum diimbangi dengan pengelolaan aset yang memadai. Berbagai catatan tentang pengelolaan aset terjadi hampir setiap tahun yang disebabkan oleh lemahnya penatausahaan dan pengelolaan aset khususnya yang diperoleh melalui akun belanja 526.
Pengelolaan Persediaan Sebagai Bagian Pengelolaan Aset Negara
Pengelolaan aset negara sesuai dengan PP No. 27 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah tidak sekedar pengelolaan administratif semata, tetapi lebih ke arah penanganan aset negara. Pembenahan tata kelola aset negara ke arah yang tertib dan akuntabel menjadi hal yang substansial, karena pada umumnya kondisi Barang Milik Negara (BMN) pada kementerian/lembaga belum terinventarisasi dengan baik.
Terwujudnya pengelolaan BMN yang tertib, efektif, dan optimal tercapai melalui tertibnya penatausahaan BMN yang meliputi kegiatan pembukuan, inventarisasi, dan pelaporan. Penertiban BMN melalui inventarisasi dan penilaian diarahkan pada pengelolaan aset negara di setiap pengguna barang, sehingga menjadi lebih akuntabel dan transparan. Penanganan aset negara sesuai kaidah-kaidah tata kelola yang baik/good governance, diharapkan mampu menghasilkan laporan keuangan yang akuntabel.
Dalam rangka menghasilkan laporan keuangan yang berkualitas, maka laporan keuangan harus memenuhi kriteria yang memadai yaitu memiliki relevansi, dapat diandalkan, dapat dinilai atau dibandingkan, dan dapat dipahami. Keempat kriteria tersebut merupakan hal yang sangat penting bagi terciptanya kualitas laporan keuangan yang baik sebagai bukti pertanggungjawaban penggunaan anggaran dari pemerintah.
Persediaan adalah satu-satunya BMN yang dikategorikan sebagai aset lancar. Menurut Pernyataan Standar Akuntansi Pemerintah (PSAP) Nomor 1 tentang Penyajian Laporan Keuangan pengertian persediaan adalah aset lancar dalam bentuk barang atau perlengkapan yang dimaksudkan untuk mendukung kegiatan operasional pemerintah, dan barang-barang yang dimaksudkan untuk dijual dan/atau diserahkan dalam rangka pelayanan kepada masyarakat.
Kategori persediaan menurut PSAP Nomor 05 tentang Akuntansi Persediaan yaitu barang atau perlengkapan (supplies) yang digunakan dalam rangka kegiatan operasional pemerintah; bahan atau perlengkapan (supplies) yang digunakan dalam proses produksi; barang dalam proses produksi yang dimaksudkan untuk dijual atau diserahkan kepada masyarakat, barang yang disimpan untuk dijual atau diserahkan kepada masyarakat dalam rangka kegiatan pemerintahan.
Dapat disimpulkan bahwa aset yang akan diserahkan ke masyarakat termasuk dalam kategori persediaan. Sebagai bagian dari aset lancar, pengelolaan persediaan yang akan diserahkan kepada masyarakat/pemerintah daerah, sudah barang tentu pembukuannya juga harus tertib, efektif, dan optimal.
Manajemen Risiko Dalam Pengelolaan Persediaan
Pengelolaan persediaan sebagai bagian pengelolaan aset negara adalah tanggung jawab bersama setiap satuan kerja dan aparat pengawas internnya. Langkah pertama yang sangat menentukan adalah identifikasi risiko dalam pengelolaan persediaan. Ada beberapa risiko yang mungkin dihadapi dalam pengelolaan persediaan khususnya barang yang akan diserahkan ke masyarakat/pemerintah daerah, diantaranya adalah sumber daya manusia, administrasi manajemen persediaan dan birokrasi.
Sumber daya manusia satuan kerja sebagai salah satu sumber risiko, seperti kurangnya pengetahuan, ataupun kurangnya jumlah personil yang menangani sebagai akibat kesenjangan beban tugas dan ketersediaan personil. Yang kedua adalah risiko administrasi yang tidak tertib dan dokumentasi yang buruk. Risiko yang ketiga adalah risiko birokrasi, misalnya proses pemindahtanganan persediaan yang melibatkan beberapa instansi/satuan kerja. Hal ini terkait dengan prosedur pemindahtanganan melalui rentang birokrasi yang panjang.
Selain itu, potensi risiko pengelolaan barang yang akan diserahkan kepada masyarakat/pemerintah daerah diantaranya adalah penerima bantuan tidak melalui seleksi yang dilakukan oleh pembuat komitmen, atau tidak sesuai kriteria/persyaratan yang telah ditetapkan sebelumnya. Potensi risiko yang lain adalah Kuasa Pengguna Anggaran/Barang tidak melaksanakan pemantauan dan evaluasi.
Setelah diidentifikasi risiko, langkah selanjutnya adalah mengukur seberapa besar probabilitas risiko itu terjadi. Dapat dilakukan berdasarkan kejadian yang sama di masa lalu, maupun hasil pemeriksaan/audit dari pemeriksa fungsional (Itjen/BPK). Untuk risiko yang probabilitas terjadinya tinggi dan dampaknya besar, dibuat kebijakan dan prosedur pengendaliannya. Hal ini dilakukan untuk meminimalisiir dampak terjadinya risiko tersebut.
Pemindahtanganan BMN Memakan Waktu Lama
Merujuk pada Peraturan Menteri Keuangan Nomor 111/PMK.06/2016 tentang Tata Cara Pelaksanaan Pemindahtanganan BMN, dan PMK Nomor 83/PMK.06/2016 tentang Tata Cara Pelaksanaan Pemusnahan dan Penghapusan BMN, bantuan pemerintah baik berupa barang ataupun uang yang diberikan kepada masyarakat merupakan hibah.
Hibah adalah pengalihan kepemilikan barang dari pemerintah pusat kepada pemerintah daerah atau kepada pihak lain tanpa memperoleh penggantian. Hibah BMN dilaksanakan dengan pertimbangan untuk kepentingan sosial, budaya, keagamaan, kemanusiaan, pendidikan yang bersifat non komersial, dan/atau penyelenggaraan pemerintah negara/daerah. Adapun pihak yang dapat menerima hibah yaitu lembaga sosial, budaya, keagamaan, atau lembaga pendidikan yang bersifat non komersial. Selain itu hibah juga dapat diberikan kepada masyarakat (perorangan maupun kelompok) maupun pemerintah daerah dan pihak lain yang ditetapkan oleh pengelola barang.
Menteri Keuangan selaku pengelola barang telah menerbitkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 168/PMK.03/2015 sebagaimana terakhir diubah dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 173/PMK.05/2016 tentang Mekanisme Pelaksanaan Anggaran Bantuan Pemerintah pada Kementerian/Lembaga. Di dalam peraturan ini diatur mengenai pengalokasian, pencairan, penyaluran dan pertanggungjawaban Anggaran Bantuan Pemerintah yang tidak termasuk dalam kriteria Bantuan Sosial pada Kementerian Negara/Lembaga yang bersumber dari APBN.
Sementara itu untuk optimalisasi dan efisiensi pelaksanaan hibah di lingkup KLHK, Menteri LHK merasa perlu mengatur pendelegasian sebagian wewenangnya selaku Pengguna Barang yang secara fungsional dilaksanakan oleh Sekretaris Jenderal dalam pelaksanaan hibah BMN yang dari awal direncanakan untuk diserahkan. Untuk hal tersebut, telah diterbitkan Peraturan Menteri LHK Nomor P.34/Menlhk/Setjen/Kap.3/6/2019 tentang Pendelegasian Sebagian Wewenang Pengguna Barang di Lingkungan KLHK dalam Pelaksanaan Hibah BMN yang Dari Awal Direncanakan Untuk Diserahkan.
Pencatatan Persediaan dan Hibah BMN
Permasalahan persediaan yang akan diserahkan ke masyarakat meliputi pencatatan dan pemindahtanganannya. Dalam buletin teknis nomor 04 disebutkan bahwa persediaan yang akan diserahkan ke masyarakat dapat dihapuskan dari catatan neraca setelah berita acara serah terima ditandatangani, sedangkan menurut PP Nomor 27 Tahun 2014, persediaan merupakan kategori BMN, sehingga penatausahaannya tunduk pada aturan pengelolaan BMN dan peraturan teknis lainnya. Persediaan hanya dapat dihapus jika sudah melalui mekanisme hibah yang harus disetujui Menteri Keuangan.
Berdasarkan dua ketentuan tersebut, terdapat perbedaan pengakuan persediaan. Jika dilihat dari sisi akuntansi, maka persediaan akan dihapuskan setelah berita acara serah terima ditandatangani, tanpa memperhatikan adanya ketentuan mengenai hibah BMN.
Berdasarkan output yang dihasilkan, belanja 526 (belanja barang untuk diserahkan masyarakat/pemda) dapat dibedakan menjadi dua jenis yaitu dalam bentuk uang dan barang. Output berbentuk uang akan dicatat dengan menggunakan pendekatan beban dalam akuntansi dan pelaporannya yaitu tercatat di Laporan Operasional sehingga akan “berpengaruh” pada (hanya) satu periode Laporan Keuangan. Sedangkan output berbentuk barang akan tercatat di neraca sebagai aset lancar, sehingga akan “berpengaruh” pada periode Laporan Keuangan sesudahnya sampai nilainya terhapus dalam neraca.
Output berbentuk barang dan harus melalui proses hibah inilah yang membuat persediaan yang akan diserahkan kepada masyarakat menjadi drama berseri, yang tidak tamat dalam satu episode. Salah satu drama dalam proses hibah persediaan yang akan diserahkan ke masyarakat yaitu pada saat proses hibah, barang tersebut sudah tidak dalam penguasaan pihak penerima hibah. Sebagai contoh, persediaan tersebut telah dilakukan serah terima operasional antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah, kemudian didistribusikan ke kelompok usaha/masyarakat. Drama yang lain contohnya adalah pada saat proses serah terima barang persediaan tersebut, terjadi pergantian kepala daerah. Kepala daerah yang baru tidak bersedia menandatangani berita acara serah terima.
Penutup
Nilai aset lancar terutama persediaan yang akan diserahkan kepada masyarakat bergerak naik dari tahun ke tahun dan sudah tembus 1 triliun pada laporan keuangan KLHK Tahun 2019 (Audited). Persediaan sebagai aset lancar seharusnya berusia maksimal 1 tahun. Sebagai konsekuensinya, maka harus segera diserahterimakan dan dihapuskan. Sehingga tidak menumpuk dan melewati beberapa tahun anggaran dan tahun pelaporan.
Pencatatan dan pemindahtanganan persediaan yang akan diserahkan kepada masyarakat merupakan permasalahan pengelolaan persediaan. Hambatan yang menjadi kendala salah satunya adalah proses hibah yang memerlukan waktu yang cukup lama.
Atas permasalahan tersebut terdapat dua kemungkinan yang bisa dijadikan pertimbangan. Pertama, Menteri Keuangan selaku pengelola barang hendaknya dapat menerbitkan peraturan yang lebih spesifik yang mengatur tentang pencatatan dan pemindahtanganan persediaan yang diserahkan kepada masyarakat/pemerintah daerah. Aturan tentang hibah yang secara khusus mengatur hibah BMN yang masuk kategori aset lancar (persediaan yang akan diserahkan kepada masyarakat/pemerintah daerah). Aturan yang mampu mengakomodir bahwa aset lancar tersebut dapat segera dihapuskan dalam waktu kurang dari 12 bulan.
Kedua dari sisi pengguna barang, Menteri LHK atau yang secara fungsional dilaksanakan oleh Sekretaris Jenderal dan dalam hal ini dilaksanakan oleh Biro Umum agar dapat mempercepat proses serah terima dan penghapusan persediaan tersebut. Perlu disusun prosedur standar yang mengatur tata waktu setiap tahapan yang harus dilalui, ataupun meninjau kembali efisiensi tahapan proses yang harus dilalui dalam hibah BMN khususnya aset yang akan diserahkan kepada masyarakat/pemerintah daerah.
Yang tidak kalah pentingnya, adalah komitmen dari pimpinan tinggi lingkup KLHK untuk bersinergi mengelola aset persediaan yang tidak seharusnya terus melambung dari tahun ke tahun. Sehingga drama barang serah ini tidak menjadi drama berseri yang melampaui berapa episode sampai akhirnya tamat, tapi cukup drama satu episode saja.
Daftar Pustaka :
- Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah
- Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 2010 tentang Standar Akuntansi Pemerintahan
- Peraturan Menteri Keuangan Nomor 173/PMK.05/2016 tentang Mekanisme Bantuan Pelaksanaan Anggaran Bantuan Pemerintah pada Kementerian/Lembaga.
- Peraturan Menteri Keuangan Nomor 111/PMK.06/2016 tentang Tata Cara Pelaksanaan Pemindahtanganan Barang Milik Negara.
- Peraturan Menteri Keuangan Nomor 83/PMK.06/2016 tentang Tata Cara Pelaksanaan Pemusnahan dan Penghapusan Barang Milik Negara.
- Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor P.34/Menlhk/Setjen/Kap.3/6/2019 tentang Pendelegasian Sebagian Wewenang Pengguna Barang di Lingkungan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan dalam Pelaksanaan Hibah Barang Milik Negara yang Dari Awal Direncanakan Untuk Diserahkan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H