Akhirnya setelah setahun berselang, kuberanikan diriku berkata pada Delia kalau ibunya akan segera pulang. Sejenak ia menatap mataku, seolah merasa tak percaya atas apa yang baru saja didengar dari ayahnya. Namun aku tak kenal putus asa, terus berusaha meyakinkan itu.
''Ibu pulang Yah?'' tanyanya sambil memandangku. Mencari kebenaran di sana. Tapi aku justru memiliki firsat aneh, seolah dia tengah menyembunyikan sesuatu.
''Iya sayang, hanya saja ibumu agak kurus sedikit sebab lama tak bertemu kita.'' Aku memeluk tubuh Delia, berharap dia mau menerima kehadiran Bunga dalam hidupnya. Seketika perasaanku hancur lebur, ketika mengatakan hendak memperkenalkan sang calon ibu untuk dia. Menggantikan posisi orang tua perempuannya.
Tapi Delia hanya menatapku kosong dan tersenyum penuh misteri. Kemudian aku memberanikan diri bertanya sesuatu tentang ibunya.
''Delia, masih ingat wajah ibu?''
Kembali ia memandangku lalu menarik bibirnya ke atas, kembali tersenyum.
''Enggak Yah. Tapi Del yakin wajah ibu pasti sangat cantik dan baik hati. Karena itu Del sayang dia dan juga ayah.'' Ia membalas pertanyaanku sambil membalas pelukanku.
Tentulah Delia tak ingat ibunya. Karena pada waktu Siska wafat, ia masih sangat kecil baru berumur 2 tahun. Jadi mana mungkin dapat mengingat muka ibunya dengan jelas.
Kini tibalah momen Bunga datang ke rumah. Awalnya Delia sangat terkejut begitu tahu rupa Bunga. Bahkan saking terkejutnya, sampai aku menyuruhnya memanggil dengan sebutan mama.
Namun demikian tampaknya Delia juga tak merasa keberatan atas hadirnya Bunga ke rumah kami. Usai makan malam, Bunga membawanya ke kamar. Dia bermaksud memberikan hadiah kepada Delia, sementara aku menguntitnya dari balik pintu, menguping percakapan mereka berdua di dalam sana.
Awalnya kulihat Delia tampak senang dengan aneka hadiah yang diberikan oleh Bunga. Tap sesaat kemudian, keduanya tampat terlibat pembicaraan serius serta menegangkan.