Ia pergi meninggalkan dunia, membawa serta rasa penasaran hatinya yang tak bisa bertemu buah hatinya untuk yang terakhir. Dengan mata kepala sendiri, aku menyaksikan semuanya. Ketika mata teduh itu secara pelan-pelan menutup lalu tubuhnya terlihat diam.
Aku menjerit menyadari tubuh indah itu terkulai dalam pelukanku. Dunia bagiku gelap. Kepalaku rasanya dihantam palu godam, tak bisa bernapas lagi ditindih beban berat tadi.
**
Semenjak kepergian Siska, hancur hatiku! Walau bagaimanapun dia perempuan yang aku cintai dan tak sedikitpun berharap meninggalkannya. Namun suratan ini begitu amat menyakitkan, merenggutnya dari kehidupanku. Dia pergi ketika Delia masih berumur 2 tahun.
Sejak saat itu, anakku kubawa ke rumah orang tuaku. Di sana aku merawat dan mengasuhnya. Sungguh ini adalah takdir yang benar-benar memilukan.
Di tengah kesibukanku mencari nafkah, dia kutitipkan pada mereka berdua. Apa kau tahu rasanya jadi aku? Sungguh sangat tersiksa! Sekuat tenaga aku membesarkan dan merawat Delia, karena rasa cintaku pada Siska.
Menjelang malam kala Delia hendak memejamkan mata, Delia selalu menanyakan keberadaan sang ibu. Dan saat itulah mati-matian aku akan berusaha menenangkan dirinya dengan memeluknya erat. Sungguh ujian ini terasa begitu berat. Niatku untuk bisa mengasuhnya bersama Siska, kandas oleh suratan nasib.
Aku menutup diri tak mau mengenal wanita manapun, untuk waktu yang sangat lama sebab belum bisa melupakan bayangan Siska dari hidupku. Orang tua, saudara dan semua ipar juga semua temanku, terus mendesak agar menikah lagi. Tapi semua saran baik mereka kutolak.
Sampai suatu hari, kakak iparku datang membawa seorang perempuan yang dikenalkan padaku. Kupikir, dia mungkin wanita baik. Setelah secara terus menerus mereka mengatakan bahwa aku tak bisa mengurus Delia sendirian di dunia ini, akhirnya aku memutuskan mencoba membuka pintu hati kembali untuk mahkluk berjenis kelamin perempuan.
Di samping itu, Delia juga sudah berumur 5 tahun. Jadi tak ada salahnya aku terima saran baik tersebut. Menikah dan memberikan seorang ibu untuk Delia.
Kukatakan pada dia sebut saja Bunga, untuk sabar menanti. Sampai anakku benar-benar siap menerima seorang ibu. Dan ternyata dirinya juga sama sekali tak merasa keberatan, mau menerima keputusanku.