Agar menjadi sebuah produk yang berpotensi terhadap ekonomi kreatif, ada beberapa faktor yang harus dimiliki. Pertama, memiliki modal fisik yang meliputi sarana produksi, pendidikan, kesehatan, komunikasi dan transportasi. Faktor kedua dan ketiga mengacu kepada sumber daya manusia dan melakukan pengembangan pemberdayaan.
Apabila kita perhatikan, saat ini minat masyarakat terhadap komoditas ubi jalar cilembu cenderung meningkat karena masyarakat mengkonsumsi ubi sebagai panganan selain nasi yang memiliki kandungan serat tinggi. Kondisi ini tentu mempermudah ubi cilembu untuk semakin melejitkan nilai sebagai produk yang berpotensi terhadap ekonomi kreatif.
Sebagai produk lokal yang menjanjikan, ubi cilembu ternyata juga digemari oleh masyarakat internasional. Untuk lebih menggairahkan pangsa pasar, petani ubi cilembu menerapkan budidaya secara organik yang bebas pestisida dan bahan kimiawi. Saat ini, proses secara organik memang memiliki nilai tambah dan magnet yang cukup kuat bagi konsumen baik lokal maupun mancanegara.
Oleh karena diminati berbagai kalangan serta menerapkan pola tanam secara organik, maka ubi cilembu sangat berpeluang untuk dikembangkan. Meskipun pada tahap awal penerapan budidaya organik cenderung menurun, tapi musim berikutnya dipastikan terus meningkat. Selain itu, harga jual ubi cilembu organik lebih tinggi dibandingkan anorganik sehingga petani akan tetap mendapatkan keuntungan.
Menurut Taryana, seorang petani yang sudah 25 tahun menggeluti agribisnis ubi cilembu serta memiliki sertifikat organik dan sertifikat karantina menyampaikan bahwa permintaan ekspor ubi cilembu organik per bulan mencapai 12 sampai 40 ton. Produksi sebanyak itu dipenuhi dari lahan yang dikelola Taryana sendiri dan dari lahan petani plasma yang mencapai 45 hektar.
Proses produksi ubi cilembu pada dasarnya membutuhkan unsur hara yang cukup. Apabila jumlah hara makro dalam tanah dosisnya tinggi, maka akan mengganggu pengisian umbi. Untuk memperoleh unsur hara yang tepat, salah satu cara yang dapat digunakan yakni melalui pemberian pupuk organik karena pupuk organik diketahui memiliki kandungan unsur hara yang lebih kompleks dan rendah.
Pembudidayaan ubi cilembu secara organik dilakukan dengan menggunakan bahan yang berasal dari sumberdaya lokal. Hal tersebut sejalan dengan prinsip pertanian organik, yaitu meningkatkan biodiversitas, menjaga kesuburan tanah dalam jangka panjang, mendaur ulang limbah, dan menciptakan sumberdaya terbarukan malalui pemanfaatan kearifan lokal.
Lebih lanjut, Taryana menyampaikan bahwa ubi cilembu organik memiliki harga yang bersaing. Harga ekspor ubi cilembu ini berkisar Rp 9.000 - Rp15.000 untuk setiap kilogramnya. Sementara, di pasar lokal harganya berkisar Rp 5.000 - Rp10.000 setiap satu kilogram. Terkait permintaan ekspor, Taryana mengatakan bahwa hal tersebut kondisional. Menurutnya, setiap negara tujuan memiliki permintaan yang berbeda seperti ada yang minta ubinya sudah dihaluskan, dipotong, direbus, dibuat manisan, dan ada juga yang minta masih segar.
Amirudin Pohan, Direktur Aneka Kacang dan Umbi, Kementerian Pertanian menyatakan bahwa peluang ekspor berbagai jenis ubi termasuk ubi cilembu masih sangat terbuka lebar. Pada tahun 2018, Indonesia telah mengekspor sebanyak 10.000 ton ubi jalar, baik segar, beku, maupun olahan. Menurut Amirudin, produk yang diminati pasar ekspor adalah produk dengan label organik.
Lebih jauh lagi, Amirudin menyampaikan bahwa pada saat ini produk organik lebih diminati pasar ekspor. Kondisi tersebut tercermin dari data ekspor pada tahun 2019 yang berhasil mengekspor 6.000 ton ubi jalar termasuk ubi cilembu ke Jepang, Hong Kong, Korea, China, Thailand, Singapura, Malaysia, Arab Saudi, Uni Emirat Arab, Qatar, Bahrain dan Amerika Serikat.
Kondisi tersebut secara tidak langsung membuat ubi jalar cilembu sebagai produk berkualitas internasional yang menjanjikan serta berpotensi terhadap ekonomi kreatif daerah Sumedang. Untuk menjaga kualitas dan daya saing baik lokal maupun internasional, maka dibutuhkan terobosan-terobosan yang menarik.