Pembelajaran secara daring tidak mengurangi intensitas guru penggerak dalam melatih murid untuk melakukan kebiasaan positif, yaitu turut serta dalam mengurus rumah.Â
Sikap positif yang diharapkan muncul adalah tanggung jawab. Para murid dilatih untuk melakukan hal-hal kecil, seperti mencuci piring bekas makannya sendiri atau mencuci baju yang bekas dipakainya sendiri.Â
Guru penggerak dari SDN Gunung Picung 04, Mad Rohim, menerapkan latihan bertanggungjawab dengan bernegosiasi dengan muridnya yang kelas 6 untuk mengatur waktu ketika di rumah di sela belajar daring.Â
Para murid diajak untuk menyisihkan waktunya untuk melakukan kegiatan yang membantu meringankan pekerjaan rumah yang selama ini dilaksanakan oleh ibu atau ayah mereka.Â
Dalam pelaksanaannya, Mad Rohim membuat kartu Kempot (kegiatan membantu pekerjaan orang tua). Para murid diminta untuk mengisi kartu Kempot setiap kali mereka melakukan satu kegiatan yang membantu orangtuanya.Â
Di sisi lain, para orangtua dihimbau untuk turut serta memantau dan memberikan contoh dalam melakukan pekerjaan rumah yang biasa dilakukannya. Sebagai bukti bahwa para murid benar-benar melakukan bantuan, sesekali para murid boleh mengirimkan video, foto atau sekadar menelepon untuk berbagi pengalaman keseruan membantu orangtua di rumah.Â
Menurut Nur dan Reihan (murid Mad Rohim) kegiatan membantu orangtua pada mulanya terasa membebani. Â Namun setelah mengetahui manfaat bisa mengerjakan pekerjaan rumah seperti mencuci baju, menyapu, merapikan tempat tidur, dan memasak, mereka termotivasi untuk membantu orangtua mengerjakan pekerjaan rumah tersebut.Â
Manfaat mampu mengerjakan pekerjaan domestik adalah memudahkan saat kelak para murid berkuliah di dalam atau di luar negeri. Para murid diberi penjelasan bahwa ketika kuliah di luar negeri, memasak, mencuci, merapikan rumah menjadi tanggung jawab sendiri dan harus mampu melakukannya tanpa dibantu orang lain.Â
Mad Rohim menjelaskan bahwa sebagai calon guru penggerak menuntut dirinya untuk melakukan tindakan yang membuat muridnya berkesempatan berlatih melakukan kebiasaan positif. Tujuannya agar para murid menjadi individu dengan profil Pancasila. Tanggung jawab bukan sebagai kata sifat yang menandai karakter murid, tetapi sebagai sebuah keterampilan yang menjadi pembeda dengan murid lainnya. Itulah murid yang berkarakter Pancasila.
Melatih murid memiliki tanggung jawab memerlukan waktu dan dukungan dari orangtua murid. Mad Rohim memaparkan bahwa waktu satu bulan belum cukup sebagai patokan bahwa murid terampil bertanggungjawab membantu orangtua mengerjakan pekerjaan kecil di rumah.Â
Kartu Kempot sebagai alat pantau harian memberikan data bahwa dalam satu bulan berlatih, masih terdapat beberapa murid yang belum terampil menerapkan disiplin mengerjakan Kempot. Hal ini ditandai dengan hanya ada tiga kolom yang diisi murid sebagai laporan melakukan Kempot.Â
Walaupun ada kabar gembira yakni sebagian besar murid mengisi kartu artinya mereka melakukan Kempot. Peran orangtua dalam memantau dan melaporkan kegiatan Kempot sangat penting dalam mengonfirmasi jujur tidaknya murid mengisi kartu Kempot.Â
Program guru penggerak yang diikuti Mad Rohim berada pada bulan kedua. Semoga pada bulan-bulan selanjutnya, inovasi, kreasi, dan strategi melatihkan karakter dan profil Pancasila terus bergulir.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H