Mohon tunggu...
Badriah Yankie
Badriah Yankie Mohon Tunggu... Guru - Menulis untuk keabadian

Badriah adalah pengajar bahasa Inggris SMA yang menyukai belajar membaca dan menulis.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Cerpen | Jerih

23 Februari 2018   07:30 Diperbarui: 23 Februari 2018   07:56 664
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ia sedikit tahu tentang sinkronisasi data. Jawaban tadi ia anggap sebuah keputusan. Tentulah berbeda peran seorang otorita pemegang data dengan operator dan pengguna data. Saling silang kait urutan data menjadi hirarki ketergantungan jalannya sistem data. Saling konfirmasi data selalu jadi penentu keberhasilan program.

Para pegawai saat ini dipaksa masuk pada sistem dalam jaringan. Semua ditujukan untuk kemudahan penelusuran data personal pegawai. Semua kemudahan tersebut muncul terbalik ketika para pegawai di lini daerah yang jauh dari internet bahkan belum berkenalan dengan internet mengandalkan operator untuk pengisian semua data. 

Kejanggalan muncul ketika pegawai-pegawai dari negeri di bawah gunung ini (bahkan) tidak paham pasword surat elektroniknya sendiri. Saat ini, aparatur sipil negara harus memiliki password surat elektronik untuk memastikan dirinya tercatat pada data pangkalan pegawai yang dikendalikan Jakarta.

Masalah yang hendak ia bantu selesaikan ternyata berhadapan dengan hirarki sistem. Harus runut. Taat program. Pemberitahuan yang tidak runut mengakibatkan ia terjerembab pada solusi yang mendatangkan masalah baru. Pegawai dari kaki gunung yang juga aparatur sipil negara mendapatkan informasi tidak tuntas dan tidak runut dari atasannya. 

Dia pontang dan panting meminjam ongkos agar sistem perangkat lunak ini bisa menampung namanya. Dalam kemasygulan orang desa yang tidak pernah menjamah keyboard atau menyentuh layar screen, dia tergagap-gagap menyampaikan masalah yang dia sendiri tidak mengerti.  Kondisi bertambah akut pada saat ada seseorang yang bersedia merapikan jalur-jalur nirkabel nasibnya, dia  tidak mudah dihubungi. Si penolong dengan mata kosmetiknya tak mampu memandang solusi lain yang lebih praktis sehingga saudara sepekerjaan dengannya kelak mendapatkan kemudahan bekerja secara administratif di tempat kerjanya yang baru.

Ia kembali pulang dan kembali ia membuka mata dan menyimpannya. Ada saatnya ia tidak memakai mata, dan itu lebih menyenangkan karena sesaat ia lepas dari sakit dicucuk mata.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun