Mohon tunggu...
Badriah Yankie
Badriah Yankie Mohon Tunggu... Guru - Menulis untuk keabadian

Badriah adalah pengajar bahasa Inggris SMA yang menyukai belajar membaca dan menulis.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Guru Dapat Mengubah Hidup Siswa

5 Januari 2018   15:14 Diperbarui: 5 Januari 2018   15:19 549
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Dokumentasi Pribadi

Hari pertama mengajar di kelas 10 SMA pada semester 2 tahun 2018, saya awali dengan mengenalkan lifetime limeuntuk menyampaikan materi ajar Biografi. Seharusnya yang dikenalkan pada siswa adalah biografi orang terkenal sehingga mampu menginspirasi dan memberikan kesempatan pada siswa untuk melihat bagaimana seseorang seolah mendapatkan keabadian hidup karena namanya tidak pernah mati seperti para penyair,  sastrawan dan penemu.

Mengenalkan bagaimana seorang remaja bernama Anne Frank yang meninggalkan jejak hidupnya setelah tidak berhayat melalui diary, tidak saya lakukan karena materi ajar yang direncanakan diberikan dengan power point tidak dapat dilaksanakan akibat ketiadaan listrik. Sebagai gantinya, saya menceritakan diri saya sendiri.  

Saya percaya bahwa setiap orang merupakan persona unik, berbeda, dan memiliki sisi yang mungkin tidak dikenal orang lain. Maka, mulailah saya berbiografi lisan dengan bantuan time line yang ditulis di papan tulis.

Life time Line dimulai dengan titik penanda kapan saya lahir dan bagaimana kisah unik hidup seorang guru yang selama ini dianggap semuanya mengalir ibarat berganti-gantinya hari tanpa ada aral. Sambil membuat titik awal penanda hidup pada papan tulis,  dari sana pula siswa mendengar bahwa gurunya hanya berSD selama 4 tahun. 

Tuhan merencanakan waktu singkat di SD, karena ada tahun-tahun di depan yang harus dilaluinya dengan tempat yang sangat berbeda dengan anak-anak lainnya.

Mulai SD, begitu kata saya sambil membuat titik baru dibubuhi tahun, saya merasakan sakit kepala. Tapi karena sering datang sakitnya, dianggap bagian dari keseharian.  Lagipula, untuk anak seorang petani,  sakit sedikit tidak boleh berkeluh kesah. 

Maka, sampai SMP, sakit itu semakin berjaya di kepala, ia bahkan dengan kejam dan dalam senyap merenggut penglihatan mata kiri secara perlahan-lahan. Saya seperti memiliki dewa pembunuh yang tumbuh di dalam diri saya. Dewa itu, kata dokter bernama retina blastoma yang sanggup merenggut awas mata anak kecil tanpa belas kasih. 

Saya membuat titik baru lagi, menggambarkan  garis hidup yang terus berjalan tapi kini dengan paksaan menerima cara menjalani hidup yang sangat berbeda.  

Perbedaan itu karena dokter menjatuhkan vonis bahwa tiada pilihan selain buang bola matanya agar selamat satu bola penglihatan lainnya. Bola mata itu menggelinding ke waskom dokter bedah dan meninggalkan nganga  soket mata tempat dimana seharusnya ia berada. 

Bola mata yang meninggalkan soket itu meninggalkan luka fisik dan psikis. Secara fisik,  nganga soket mata tidak sembuh dalam 1 hari, namun puluhan bahkan ratusan hari. 

Secara psikis, nganga soket mata itu mendatangkan sakit diantara dada dan ulu hati  akibat ejek, olok, dan hina dari mulut-mulut tanpa kasih. Sebagai orang yang kehilangan satu bola mata, sakitnya digenapkan dengan cercaan, cacian, hinaan tanpa sebab. Sangat aneh memang cara manusia menikmati rasa suka. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun