Mohon tunggu...
Badriah Yankie
Badriah Yankie Mohon Tunggu... Guru - Menulis untuk keabadian

Badriah adalah pengajar bahasa Inggris SMA yang menyukai belajar membaca dan menulis.

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Pernikahan Sakral

3 Januari 2018   17:27 Diperbarui: 3 Januari 2018   17:32 675
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Keberadaannya tentu saja tidak mencolok. Ia hanya gadis miskin yang tidak memiliki segala benda duniawi yang mampu menaikkan derajatnya sebagai manusia merdeka. Satu-satunya yang membuat dirinya manjadi pusat perhatian kemanapun ia melangkah adalah parasnya. Ia teramat jelita untuk lahir dari keluarga miskin. 

Seolah ia dibesarkan pada rahim yang salah, sehingga sampai masa remaja dimana para gadis memoles diri dan menjual senyumnya, ia malah semakin tenggelam dalam kemiskinan yang kian hari kian menyesakkan dada kedua orang tuanya.

Ia tidak mengetahui bahwa hadirnya menjadi beban bagi ayah bundanya. Ia hanya mendengar sesekali ayahnya menarik nafas panjang yang diakhiri dengan berkata jika, andaikan, seumpama. 

Namun ia tidak memperhatikan itu, baginya kalimat berkondisi seperti itu tidak dapat berwujud selama syaratnya belum terpenuhi. Setiap ayahnya berandai-andai ia mencari celah yang bisa menjadi penebus syarat. Ia mengambil air ke sumur ketika ayahnya berandai-andai bisa minum air jahe hangat. Ia menebus syarat pemenuhan andai.

Andai yang didengung-dengungkan ayahnya makin tak ia pahami. Andai punya rumah bagus, maka tidur akan nyenyak, hilang khawatir tercucur air hujan yang memaksa lewat bocor-bocor atap alamg-alang rumahnya. Andai punya banyak uang, maka makan bisa enak, segala lapar terbayar. Andai kamu bersedia menikah dengan Ki Kabut, semua persoalan hidup kamu, ayah dan bundamu, semuanya henti. Andai.

Ia tak memahami andai-andai ayahnya. Baginya, hidup mengalir mengikuti nafas. Nafaslah yang harua dijaga. Bukan andai bisa bernafas. Bukan andai bersanding dengan pria tua yang nafasnya penuh kata-kata kotor congkak karena merasa tiada tanding urusan duit dan harta benda. Ki Kabut, sesuai namanya, banyak yang ditutupinya agar bisa nafas bebas. Andai ia bersanding Ki Kabut, maka tertutuplah nafasnya dari menghirup udara remaja.

Ayahnya terlalu termakan andai yang dalam matanya amat menggoda. Ayahnya tanpa persetujuan dirinya juga bundanya, telah memberikan anak untuk mendapatkan macam-macam andai. Ia hanya bisa mengais-ngais nasib dan mencoba mempertahankannya dengan berlari. Ia berlari tanpa jeda, tanpa arah, tanpa pikir. Ia hanya ingin ayahnya bahagia tanpa menyandingkan dirinya dengan kabut gelap lelaki tua perampas kebahagiaan banyak anak gadis.

Pelarian dari andai mengantarnya pada malam di puncak bukit nan sunyi. Kemana arah mata memandang, ia hanya melihat semuanya seolah telah sama. Semuanya berjumlah lima. Ia melewati lima undak tanah. Ia melalui lima sungai. Ia dikelilingi lima bukit. Ia berhadapan lurus berjajar dengan lima gunung. Ia menyerahkan nafas pada sang alam. 

Ia meminta agar dirinya dapat memenuhi semua andai yang dalam benak sang ayah. Ia berdiri, angin menerpanya, ia merasa dirinya tumbuh, berakar, bertunas, berdaun, bercabang. Ia menjadi pohon, menjulang diatas bukit. Sangat mudah ditemukan karena hanya ia satu-satunya pohon yang bisa tumbuh diantara batu-batu kotak yang dimuntahkan letusan gunung jutaan tahun yang lalu.

Ia menangis, menangisi andai ayah yang tidak memberinya bahagia untuk dirinya. Ia memutuskan untuk membahagiakan ayah, juga semua orang yang menemuinya. Ia menatap dirinya yang berbaju kulit. 

Sedikit rasa bangga menyelimuti dirinya karena dirinnya telah lepas dari memikirkan bahagia dirinya. Ia tidak melihat ke dalam dirinya, tapi ke sekitar luar dirinya. Bahagia itu datang dari luar, bukan dari dalam. Sama seperti andai yang didengungkan ayahnya, dia datang dari luar. Dari luar kemampuan ayahnya dan harus meminta rangkulan orang tak berhati bernama Ki Kabut.

Ia melihat air matanya tetes, putih, menggulung, menggumpal. Ayahnya penuh sesal minta maaf atas kejamnya pilihan yang tak memilih anaknya untuk bisa menghirup nafas remajanya. Ia hanya menatap ayahnya yang memunguti air matanya. Harum semerbak air matanya membuat semua orang datang dan memintanya menangis secara paksa. 

Mereka yang datang menorehkan mata pisau pada tubuhnya sehingga mengalirlah darah dan air matanya. Mereka menyebutnya Ki Menyan. Ia merasa terkejut, mengapa dirinya menjadi lelaki. Ia menerima dirinya disebut Ki Menyan dan mengizinkan butir keringat, butir air mata, dan butir darahnya dipunguti darinya. Mereka membakarnya fan menciumi harum dirinya. Dirinya menemukan harum dirinya di luar tubuhnya. Ia bahagia. Bahagia dari luar dirinya.

Dalam kebahagiaanya yang sendiri dan menjadi lelaki, ia sempat mempertanyakan bagaimana dirinya menurunkan kisah hidupnya pads turunannya. Apakah ia menjadi semacam cacing yang bisa berubah kelamin dan bereproduksi tanpa berpasangan. Ia hanya bisa menggoyangkan daun-daun kebingungan yang menutupi setiap ujung pikirannya.

Burung-burung menemani dirinya dan mengabarkan ayahandanya telah mendapatkan semua andai dengan menjual butir keringat, butir keringat, butir darah yang ia keluarkan. Ayahnya telah bahagia dari luar dirinya.

Kini ia menunggu, entah siapa. Namanya yang baru telah membuatnya harum, diburu, ditunggu.Ki Menyan. Ia merasa perlu bahagia dari luar dirinya seperti halnya ayahnya. Bahagia itu telah bersiap untuknya. 

Hamirung, diantar burung berdiri tanpa jarak darinya. Ia menikah dengan Hamirung, entah dari mana asalnya, ia hanya tahu Hamirung bersedia menemaninya selamanya. Ia hanya mendengar orang-orang mengomentarinya sebagai pasangan abadi dengan penikahan sakral. Ki Menyan berdempet dengan Hamirung.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun