Mohon tunggu...
YANDRIS TOLAN
YANDRIS TOLAN Mohon Tunggu... Lainnya - Kepala Desa Narsaosina Kecamatan Adonara Timur Kabupaten Flores Timur Provinsi NTT.

Gemar menulis puisi, cerpen, artikel

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Ancaman Konflik di Laut China Selatan terhadap Kedaulatan Indonesia

8 Maret 2024   08:01 Diperbarui: 8 Maret 2024   08:04 326
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Birokrasi. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/GARRY LOTULUNG

Ancaman Konflik di Laut China Selatan terhadap Kedaulatan Indonesia."

Januarius Y.Tolan Igor_Umum

Dinamika konflik terkait sengketa kepemilikan Laut China Selatan terus memunculkan kompleksitas permasalahan bagi negara-negara ASEAN (perhimpunan negara di kawasan Asia Tenggara). Basis permasalahan yang tergolong masif dan komprehensif itu tengah santer memunculkan eskalasi konflik yang terus meluas dan memengaruhi negara-negara yang terlibat dalam konflik (conflicting parties).

Tendensi umum yang berkembang secara problematis merujuk pada faktor saling klaim antar negara-negara yang berkonflik. Diskursus politik yang tumbuh dalam misi negara-negara ASEAN bahkan kepentingan negara adidaya Amerika Serikat di Asia Pasifik. Agaknya frasa "pancingan AS" berdasarkan versi China tidak terlalu valid. Kishore Mahbubani dari Asia Research Institute, 30 September 2023, mengatakan bahwa dominasi AS akan berakhir mengingat kemajuan China di berbagai bidang.

Tentang posisi Indonesia, Akademikus Hukum Internasional berbeda pendapat soal sengketa terbaru di Laut China Selatan. Ada yang menyarankan agar pemerintah melayangkan protes kembali ke China, setelah Negeri Tirai Bambu itu memrotes pengeboran sumur minyak Indonesia di Laut Natuna Utara. Bahkan DPR RI dan ahli hukum internasional mendukung Indonesia menegakan kedaulatan di Laut Natuna Utara-dulu bernama Laut China Selatan. Caranya adalah terus memanfaatkan Sumber Daya Alam yang ada dan berpatroli di wilayah perbatasan serta menggencarkan diplomasi di forum internasional.

Sebagai warga bangsa yang berdaulat, kita tentunya memiliki berbagai konsepsi dan pertanyaan implikatif.

Apa sesungguhnya latar-belakang konflik Laut China Selatan? Apa respon dan kebijakan solutif yang ditawarkan negara-negara yang berkepentingan (ASEAN), misalnya?

Latar-Belakang Konflik

Kawasan Laut China Selatan meliputi perairan dan daratan dari gugusan kepulauan dua pulau besar, yakni Spratly dan Paracel, serta bantaran Sungai Macclesfield dan Karang Scarborough yang terbentang luas dari negara Singapura yang dimulai dari Selat Malaka sampai ke selat Taiwan. Karena bentangan wilayah yang luas ini, dan penguasaan silih berganti oleh penguasa tradisional negara-negara terdekat dewasa ini, beberapa negara seperti Republik Rakyat China (RRC), Taiwan, Vietnam, Filipina, dan Brunei Darussalam, terlibat dalam upaya konfrontatif saling klaim, atas sebagian ataupun seluruh wilayah perairan tersebut. Indonesia, yang bukan negara pengklaim, menjadi terlibat setelah klaim mutlak RRC atas perairan Laut China Selatan pada tahun 2012.

Hal penting lain yang menjadi alasan mengapa Laut China Selatan terus diklaim adalah sebuah wilayah yang didominasi kawasan perairan strategis, yang kaya akan Sumber Daya Alam (SDA). Konflik antarnegara yang terlibat saling klaim kepemilikan atas pulau-pulau (kepulauan) di sana (claimant states) baru muncul di dasawarsa 1970, dan berulang kembali di dasawarsa 80, 90 hingga 2010. Namun, tidak dapat disangkal di masa lalu, penguasa-penguasa tradisional dari Tiongkok (China) dan Vietnam, dan negara-negara baik yang terlibat saling klaim sekarang maupun tidak, pernah terlibat memperebutkan kontrol atas wilayah perairan di sana.

Sengketa kepemilikan atau kedaulatan teritorial di Laut China Selatan sejatinya merujuk pada kawasan laut dan daratan di dua gugusan Kepulauan Paracel dan Spratly. Dalam kedua gugusan kepulauan tersebut terdapat pulau yang tak berpenghuni, atol, atau karang.Wilayah yang menjadi ajang perebutan klaim kedaulatan terbentang ratusan mil dari Selatan hingga Timur di Provinsi Hainan. Republik Rakyat China (RRC) menyatakan klaim mereka berasal dari 2000 tahun lalu, saat kawasan Paracel dan Spratly telah menjadi bagian dari bangsa China. Menurut Pemerintah RRC, pada tahun 1947, Pemerintah RRC mengeluarkan peta yang merinci klaim kedaulatan RRC atas wilayah Laut China Selatan.

Klaim mutlak atas seluruh wilayah perairan Laut China Selatan, yang dilancarkan Pemerintah China secara tiba-tiba pada tahun 2012, telah memunculkan kekuatiran negara pengklaim dan non-pengklaim di sekitarnya, serta negara luar kawasan atas masa depan kontrol, stabilitas, dan keamanan wilayah perairan. Kekhawatiran yang meningkat kemudian telah memicu eskalasi ketegangan, akibat munculnya manuver-manuver militer dan upaya saling unjuk kekuatan angkatan bersenjata dan upaya provokasi dan intimidasi di perairan dan area diplomasi.

Persoalan utama yang melatarbelakangi keberadaan Laut China Selatan sebagai sebuah kawasan perairan yang rentan konflik secara berkala dan berkelanjutan, diantaranya:

Pertama, Laut China Selatan adalah sebuah kawasan perairan dengan potensi Sumber Daya Alam (SDA) yang kaya, terutama minyak dan sumber energi lainnya, dengan beberapa gugusan pulau, yang tersebar disekitarnya, yang menjadi perebutan saling klaim beberapa negara, seperti China (Republik Rakyat China-RRC), Vietnam, Filipina, Taiwan, Malaysia, dan Brunei Darussalam.

Kedua, karena letaknya yang berada di jalur perlintasan kapal-kapal internasional yang melewati Selat Malaka, salah satu yang paling sibuk di dunia dan merupakan jalur penghubung perniagaan dari Eropa ke Asia dan Amerika ke Asia ataupun sebaliknya, melalui wilayah perairan negara-negara dengan paling sedikit 3 (tiga) kawasan penting, yakni Asia Tenggara, Asia Timur, dan Asia-Pasifik, maka selain negara pengklaim tersebut, negara-negara yang berada di sekitar Laut China Selatan, seperti Indonesia, Singapura, dan bahkan Amerika Serikat, berkepentingan setiap saat atas terjaganya stabilitas dan keamanan di Laut China Selatan.

Ketiga, pertumbuhan ekonomi yang pesat di Asia, terutama China, dan sebaliknya menurun terus pertumbuhan ekonomi di Eropa dan AS, membuat banyak negara berupaya memeroleh kontrol atas dan atau memperebutkan kawasan perairan yang strategis dan dinamis itu, yakni Laut China Selatan.

Ancaman Konflik dan Afirmasi Kedaulatan

Kompleksitas persoalan Laut Natuna Utara yang diklaim sepihak oleh China dinilai laiknya ancaman kedaulatan yang berdampak luas atas stabilitas sosial-politik bagi dunia pada umumnya, dan Indonesia, khususnya. Sebagai sebuah ancaman konflik yang terjadi secara sporadis dan masif, permasalahan ini penting diketahui dan disadari oleh masyarakat Indonesia pada umumnya.

Inisiasi dari Indonesia Strategic and Defence Studies (ISDS) untuk memberikan ruang akademik bagi segenap kalangan untuk berbagi ide dan gagasan dalam merevitalisasi semangat nasionalisme yang dalam konteks ini lebih dimaknai sebagai sebuah gerakan ketidakpuasan.

Latar-belakang persoalan ini mendorong  seluruh anak bangsa dengan jiwa ksatria dan pribadi nasionalis tampil dan memproklamirkan bahwa jalan keluar terbaik dari belenggu penjajahan adalah kemerdekaan. Mengamini Soekarno, kemerdekaan adalah 'jembatan emas' , titian, yang membantu peralihan langkah menuju tanah baru.

Semangat Nasionalisme memampukan setiap generasi untuk secara otonom dan bebas menentukan arah pilihan untuk mengakui pengalaman eksistensialnya sebagai warga bangsa dan tumbuh itikad baik untuk membangun sebuah bangsa dan negara.

Dalam diskursus politik tentang "rasa kebangsaan" atau nasionalisme, para ahli politik sering mengkategorikannya dalam empat bagian.

Pertama, nasionalisme sipil, yaitu nasionalisme yang didasarkan pada usaha mempertahankan proses demokratisasi, karena dianggap bisa memberikan keadilan.

Kedua, nasionalisme SARA, yakni solidaritas atas dasar persamaan ras, budaya, agama, bahasa, sejarah dan sebagainya.

Ketiga, nasionalisme revolusioner, yaitu usaha mempertahankan identitas kebangsaan otentik dengan berjuang menghadirkan rezim baru yang mumpuni dan lebih baik.

Keempat, nasionalisme kontra revolusioner, yakni ketika rezim yang telah ada berusaha mempertahankan kekuasaannya, berhadapan dengan kelompok perubahan.

Setiap lapisan masyarakat apapun statusnya penting menjiwai semangat nasionalisme sebagai sebuah itikad atau landasan etis dalam seluruh aktivitas sosial. Kendati demikian, berhadapan dengan sebuah situasi batas yang menuntut kita untuk menyelamatkan eksistensi dan kedaulatan sebuah bangsa, landasan etis mesti juga dipertimbangkan dan diposisikan sebagai aspek atributif dari sebuah kehendak baik.

Merujuk pada peta persoalan ancaman konflik di Laut China Selatan, sepertinya semangat kebangsaan atau nasionalisme sebatas atributif yang melekat erat pada tindakan praktis. Kita mesti berani membongkar sebuah sistem yang problematis sekaligus mengafirmasi sebuah kedaulatan sebagai nilai yang mewadahi kultur dan keadaban sebuah bangsa-negara (nation-state). Kita tidak perlu gentar dan pantang mundur menyuarakan gerakan perubahan untuk menjangkau tatanan kultur bangsa yang setara dan dipandang terhormat di mata dunia.

Konsistensi sikap dan arah kebijakan bangsa ini mestinya dikawal agar tidak terjerembab pada ranah politis semata, tetapi mengedepankan nilai patriotisme sejati yang dibingkai semangat juang, dan menentang maraknya budaya kolonialisme modern. Kita tak perlu mawas diri atas asimilasi budaya yang secara kasat mata membawa dampak negatif dan berpotensi menggerus keutamaan nilai dan asas-asas kepatutan yang telah lama tumbuh dan menjiwai seluruh tatanan Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Afirmasi atas kedaulatan menjadi sebuah kharusan di tengah eskalasi konflik dunia yang terus menguat dan memberi ancaman secara berkala dan masif. Kita jangan selangkah pun lengah dan salah jalan untuk memupuk keberanian dalam diri untuk menyuarakan identitas dan nilai-nilai kearifan budaya yang selamanya ada dan dibanggakan di dunia.

Kepentingan politis dan hubungan bilateral yang kadang tendensius dan syarat barter politik antar lintas sektor mesti direduksi sedini mungkin dari arah kebijakan pemerintahan dan tata negara ini. Tidak penting kita meladeni kontrak politik sebuah bangsa (tamu) yang tidak sejalan visi-misinya dalam mengedepankan asas afirmatif atas keutamaan nilai dan kedaulatan bangsa.

Kita teguh menyuarakan kepada dunia bahwa Indonesia adalah sebuah negara berdaulat. Negara yang bebas dan merdeka. Kita gaungkan kepada dunia bahwa sebagai bangsa yang berdaulat, kita juga kokoh membuat persetujuan internasional, dan menyatakan perang dan mengadakan perdamaian.

Ancaman konflik adalah fakta yang menghendaki kita beraksi dan bersaksi demi bangsa ini. Kesaksian semua pihak adalah wujud nyata sikap bela negara melalui cara apa pun sejauh berdampak positif dan tercatat dalam sejarah bangsa.

Tidak penting kita memersoalkan esensi nasionalisme dari perspektif yang penuh dialektikanya. Semangat juang dan aksi nyata adalah wujud kita membumikan nama baik bangsa. Kita mengisi seluruh hari-hari kita dengan tugas dan cara kita masing-masing sebagai bagian yang secara tidak langsung menginspirasi pemimpin bangsa ini untuk berani melangkah demi sebuah kejayaan.

Kita pertahankan rasa kebangsaan atau nasionalisme revolusioner untuk tetap menjaga, mengawal, dan menjunjungtinggi kedaulatan bangsa di tengah tantangan global dan eskalasi konflik yang terus meluas.

Mari kita serukan petuah Bung Karno (era 1929) dalam setiap semangat juang:

"Awas, Imperialisme! Awas, jikalau nanti pecah perang Pasifik, jikalau nanti pecah perang dunia kedua, jikalau nanti Lautan Teduh merah dengan darah manusia, jikalau nanti tanah-tanah di sekeliling Lautan Teduh menyala-nyala dengan api peperangan, pada saat itulah Indonesia menjadi merdeka".

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun