"Wahai suamiku! Pergilah. Jangan sedikitpun engkau lalai akan perintahNya. Jangan khawatirkan kami, Allah akan menjagaku dan putra kita!" Seru Siti Hajar dengan tersenyum.
Wahai! Inilah ketaatan! Ini lah keikhlasan yang hakiki. Ini bukan ketidak berdayaan terhadap situasi, tetapi ini tentang menerima.
Mendengar hal itu Nabi Ibrahim menatap langit dan terus berjalan. Meninggalkan anaknya di tempat itu. Tangannya menghadap langit dan berdoa.
"Rabbana inni askantu Min zurriyati biwadin ghairi zi zar'in inda baitikal Muharram, Rabbana Liyuqimus shalah, Faj'al af 'datum minannasi tahwi ilaihim, warzuqhum minas sajarati la'allakum yaskurun" QS.Ibrahim:37
"Ya Rabb, sesungguhnya aku sudah meninggalkan sebagian dari keturunanku di tempat yang tidak ada siapapun dan jauh dari baitullah, Ya Rabb agar mereka tidak meninggalkan shalat, jadikanlah mereka penyejuk mata dan penenang hati bagi manusia, dan berilah mereka Rezki dari tumbuhan agar mereka bersyukur!"
Sahabat! Bukan karena Ibrahim as kejam terhadap istrinya, tak sayang kepada calon bayinya. Bukan. Kecintaannya kepada keluarga sangat besar. Nabi Ibrahim sudah mendambakan kelahiran seorang anak sejak puluhan tahun. Hal ini terabadikan dalam Qur'an surah As syafaat: 100.
Dia sangat mencintai keluarganya.
Tapi Allah cemburu, Allah tak ingin cinta hamba kepada dunia mengalahkan cinta kepada Nya. Allah tak suka itu.
Siti Hajar Protes, bukan karena tak taat suami. Tapi hanya ingin memastikan bahwa cinta suami kepadanya tak mengalahkan cinta kepada Allah.
Inilah ketaatan. Inilah cinta. Cinta yang sejati tak butuh penjelasan. Setiap perintah tak punya ruang untuk negosiasi. Taat kepada Allah adalah harga mati.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H