Ketika dalam perjalanan hijrah dari Palestina menuju Mesir, di Gurun tandus yang masih jauh dari Baitul Haram Nabi Ibrahim berhenti. Wahyu Allah tiba. Dia menatap Istrinya Siti Hajar, Sang Istri tercinta sambil berlinang air mata.
"Istriku! Kau tunggulah aku disini. Aku akan kembali dan membawamu pulang pada saat waktunya tiba!"
Nabi Ibrahim lalu memalingkan wajahnya yang sudah penuh air mata, agar tak jatuh didepan istrinya. Hatinya penuh dengan cinta.
Siti Hajar sangat terkejut. Sebentar lagi dia akan segera melahirkan. Mungkin hitungan hari, masanya akan tiba. Lalu, tiba-tiba suaminya akan meninggalkannya?Â
Dia melihat sekeliling, selain beberapa batang kurma, selepas mata memandang hanya pasir panas menghampar . Tak ada satupun rumah penduduk, tak ada mata air. Hatinya marah!
"Wahai suamiku! Adakah aku melakukan kesalahan sehingga engkau tak menginginkan aku dan putra kita yang sebentar lagi akan lahir? Bagaimana mungkin engkau meninggalkan kami di gurun yang sepi ini?" Tanya Siti Hajar sambil menangis, tapi suaranya masih terdengar sangat lembut.
Nabi Ibrahim tak menjawab, dia bahkan mulai melangkah pergi tanpa menoleh sama sekali.
Siti Hajar menghapus air matanya dan tidak berusaha mengejar, apalagi perutnya sudah mulai terasa sakit, tubuhnya melemah.
"Suamiku, Apakah ini perintah Allah?" Ucapnya dengan lebih tenang.
Nabi Ibrahim menghentikan langkahnya tanpa menoleh kebelakang. "Benar. Ini perintah Tuhanku!"
Saat mendengar hal itu, wajah Siti Hajar berubah. Hilanglah kesedihan dan ketidak relaan nya. Dia duduk di tanah bersandar ke batang Kurma dan tersenyum.
"Wahai suamiku! Pergilah. Jangan sedikitpun engkau lalai akan perintahNya. Jangan khawatirkan kami, Allah akan menjagaku dan putra kita!" Seru Siti Hajar dengan tersenyum.
Wahai! Inilah ketaatan! Ini lah keikhlasan yang hakiki. Ini bukan ketidak berdayaan terhadap situasi, tetapi ini tentang menerima.
Mendengar hal itu Nabi Ibrahim menatap langit dan terus berjalan. Meninggalkan anaknya di tempat itu. Tangannya menghadap langit dan berdoa.
"Rabbana inni askantu Min zurriyati biwadin ghairi zi zar'in inda baitikal Muharram, Rabbana Liyuqimus shalah, Faj'al af 'datum minannasi tahwi ilaihim, warzuqhum minas sajarati la'allakum yaskurun" QS.Ibrahim:37
"Ya Rabb, sesungguhnya aku sudah meninggalkan sebagian dari keturunanku di tempat yang tidak ada siapapun dan jauh dari baitullah, Ya Rabb agar mereka tidak meninggalkan shalat, jadikanlah mereka penyejuk mata dan penenang hati bagi manusia, dan berilah mereka Rezki dari tumbuhan agar mereka bersyukur!"
Sahabat! Bukan karena Ibrahim as kejam terhadap istrinya, tak sayang kepada calon bayinya. Bukan. Kecintaannya kepada keluarga sangat besar. Nabi Ibrahim sudah mendambakan kelahiran seorang anak sejak puluhan tahun. Hal ini terabadikan dalam Qur'an surah As syafaat: 100.
Dia sangat mencintai keluarganya.
Tapi Allah cemburu, Allah tak ingin cinta hamba kepada dunia mengalahkan cinta kepada Nya. Allah tak suka itu.
Siti Hajar Protes, bukan karena tak taat suami. Tapi hanya ingin memastikan bahwa cinta suami kepadanya tak mengalahkan cinta kepada Allah.
Inilah ketaatan. Inilah cinta. Cinta yang sejati tak butuh penjelasan. Setiap perintah tak punya ruang untuk negosiasi. Taat kepada Allah adalah harga mati.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H