Ali Akbar memegang handphone dengan wajah bingung. Dia menatap Alif dengan tatapan kosong. Dia sudah bertemu banyak orang kaya. Tapi pemuda didepannya menjungkirbalikkan pengetahuannya tentang dunia orang kaya.
Kaya saja tak cukup. Siapa sih yang bisa menyelesaikan transaksi ratusan milyar dalam hitungan menit? Jelas bukan orang kaya sembarangan. Tapi ketika mengingat sebutan Letnan oleh perempuan ditelepon bisa dimaklumi, hanya para petinggi itu yang bisa melakukan hal semacam ini.
" Tuan, Eh.. Pak Alif, kami bersalah padamu. Mohon maafkan kami mamak kemenakan yang suka memandang rendah orang lain. Kami akan segera mengundurkan diri!" Ucap Ali Akbar dengan suara gemetar.
"Oh, bagus sekali! Tapi urusan kita belum selesai, bukan? Kenapa buru-buru pergi?" Jawab Alif dengan santai.
"Tuan!" Teriak Elvi. "Aku yang bersalah. Pamanku tidak bersalah apapun padamu. Mohon jangan pecat dia. Aku akan menerima hukuman apapun darimu. Mohon jangan pecat paman aku!"
Alif tertegun. Dia tak menyangka betapa baiknya hubungan mereka. Ali Akbar menggelengkan kepala dan berkata "Kita berdua sudah bersalah. Kita tak pantas memohon! Tuan, bolehkah kami pergi?"
"Kalian mengabaikan keselamatan pasien. Etika medis kalian sangat buruk. Tapi korban kali ini adalah ibuku. Asal ibuku selamat, aku akan memberi kalian kesempatan! Sebelum ibuku sembuh, kalian takkan pergi kemana-mana?"
Mendengar hal itu, Edison mengerutkan alis dan memandang Ali Akbar dengan wajah kecewa "Aku bisa membawa kalian kepenjara, jika kalian tidak bisa menjelaskan hal ini. Ini menyangkut nyawa seseorang. Berani sekali kalian mengabaikan hidup orang lain!"
Ali Akbar menengadah menatap langit-langit ruangan. Dia menggertakkan rahang dan berkata "Aturan rumah sakit ini ditetapkan oleh para eksekutif senior dari keluarga panji. Beberapa kali aku pernah mengajukan untuk.meninjaunulang semua aturan itu, tapi mereka menolak. Aku hanya pesuruh klan Panji, tak punya wewenang mengubah aturan itu!"
Ruangan kembali hening. Alif merasa sedikit simpati tetapi dia tak memperlihatkan di raut wajahnya. "Baiklah! Mari kita tunggu Ibuku selesai dioperasi!"
"Baiklah! Aku harap aku bisa menjadi teman anda, Tuan Alif! Jika tak ada urusan lain, aku harus kembali dulu. Sampa jumpa!" Ucap Edison.
Ali Akbar menganggukkan kepalanya dengan tatapan rumit "Inspektur, maaf sudah merepotkan Anda!"
"Kau temanku, jangan berkata begitu!" Lalu dia menatap Alif. "Sampai Jumpa, Letnan!"
Sepasang kaki rapat dan tangan kanan diangkat sejajar pelipis dengan jari-jari tangan merapat. Lengan dan siku membentuk sudut empat puluh lima derajat. Penghormatan sempurna.
Alif tak menjawab, Tetapi tetap mengangkat tangan dengan mantap, dalam tiga detik tangannya sudah kembali memegang gelas dan meminum teh dengan acuh tak acuh.Â
Segera inspektur Edison berjalan keluar. Menyisakan Alif bertiga dalam kecanggungan. Tak lama pintu kembali diketuk, kemudian beberapa orang berpakaian rapi segera masuk. Alif langsung mengenali, mereka adalah tim hukum dari klan Panji yang terkenal sangat arogan.
Bersambung...
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H