Mohon tunggu...
Yan Sugondo
Yan Sugondo Mohon Tunggu... Konsultan - Praktisi, Pengajar

Praktisi Perpajakan, Pengajar

Selanjutnya

Tutup

Financial

Heboh Artis Komika Kena Denda Pajak Tinggi, Bagaimana Aturan Sebenarnya?

3 April 2023   15:08 Diperbarui: 3 April 2023   15:10 429
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Finansial. Sumber ilustrasi: PEXELS/Stevepb

Akhir-akhir ini ramai diberitakan di media sosial tentang beberapa artis komika Indonesia yang mengeluh karena dikenakan denda pajak yang tinggi. Tidak tanggung-tanggung, komika Dodit Mulyanto dan Babe Cabita mecuit lewat akun twitter masing-masing tentang pengalaman mereka menghadapi sanksi perpajakan atas pemeriksaan pajak yang dilakukan kepada mereka. Masing-masing dikenakan denda pajak Rp 80 juta dan Rp 70 juta. Bahkan mereka menyebutkan telah mengajukan Surat Permohonan pengurangan/Penghapusan Sanksi Perpajakan, namun ditolak. Cuitan mereka tersebut langsung mendapat tanggapan dari Stafsus Kemenkeu Bapak Yustinus Prastowo. Bagaimana sebenarnya aturan tentang sanksi perpajakan tersebut ? Simak artikel ini hingga selesai. 

Sanksi Perpajakan

Adapun Sanksi perpajakan diatur dalam UU No. 6 Tahun 1983, sebagaimana telah beberapa kali diubah, terakhir melalui UU No. 16 Tahun 2009 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan, yang telah diubah kembali melalui UU No. 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan. Sesuai dengan aturan dalam UU tersebut, jenis-jenis sanksi perpajakan yang ada di Indonesia jika digeneralisasikan ada dua macam. Pertama sanksi administratif dan yang kedua sanksi pidana. Dari kedua jenis secara umum tadi masih akan dibagi lagi menjadi beberapa macam sanksi lagi, yaitu :

1. Sanksi Administratif

Jenis sanksi perpajakan yang pertama dibahas di sini adalah sanksi administratif. Ini merupakan sanksi yang dikenakan dan diterapkan pada pelanggar aturan pajak dengan cara melakukan pembayaran kerugian pada Negara. Pembayaran tersebut ditujukan sebagai ganti rugi yang ditimbulkan oleh Wajib Pajak terkait.

Sanksi administratif ini sendiri akan dibagi menjadi 3 jenis lagi seperti denda, bunga, dan kenaikan. Begini penjelasannya:

a. Denda

Jenis sanksi administratif yang pertama ini adalah denda. Biasanya sanksi ini diterapkan pada Wajib Pajak yang melakukan pelanggaran aturan pajak khususnya pada masalah pelaporan pajak. Jadi denda ini akan diberikan kepada WP yang tidak melaporkan SPT, adanya ketidakbenaran pada SPT yang disampaikan, atau tidak adanya pembuatan faktur pajak sesuai dengan aturan dan ketentuan pajak yang ada.

  • Denda sebesar 500 ribu rupiah diterapkan pada pelanggaran SPT masa PPN tidak disampaikan hingga lebih dari 20 hari setelah masa pajak berakhir.
  • Denda 100 ribu rupiah untuk pelanggaran SPT Masa lain yang tidak disampaikan lebih dari 20 hari dari masa akhir pajak.
  • Denda 1 juta rupiah untuk SPT Tahunan PPh WP Badan yang tidak disampaikan hingga lebih dari 4 bulan setelah masa akhir pajak.
  • Denda 100 ribu rupiah untuk pelanggaran SPT Tahunan PPh WP perorangan yang tidak disampaikan lebih dari 3 bulan setelah masa akhir pajak.
  • Denda 150% x Pajak kurang bayar untuk pelanggaran pengungkapan ketidakbenaran atau pelunasan pajak sebelum penyidikan.
  • Denda sebesar 2% dari dasar pengenaan pajak bagi PKP atau Pengusaha Kena Pajak yang tidak menerbitkan atau membuat faktur pajak.
  • Denda sebesar 100% x jumlah pajak berdasar putusan banding yang dikurangi pajak yang telah dibayar untuk kasus pelanggaran yang permohonan bandingnya ditolak atau diterima sebagian saja.
  • Denda sebesar 50% x jumlah pajak sesuai dengan keputusan keberatan dikurangi pajak yang sudah dibayar sebelum mengajukan keberatan untuk PKP yang tidak melakukan pengisian formulir pajak, pelaporan faktur yang tidak sesuai, gagal produksi dan mendapat restitusi pajak, dan pengajuan keberatan dari Surat Ketetapan Pajak yang ditolak maupun dikabulkan sebagian.

b. Bunga

Jenis sanksi pajak administratif selanjutnya ada Bunga. Ini biasa diberikan pada WP yang melakukan pelanggaran berupa ketidakdisiplinan khususnya dalam urusan pembayaran pajak. Contoh kasusnya seperti keterlambatan pembayaran pajak, penundaan pembayaran pajak, gagal bayar pajak, atau kurang bayar pajak.

  • Bunga sebesar persentase setiap bulan (sesuai dengan tingkat suku bunga yang berlaku) dari jumlah pajak kurang bayar dihitung mulai jatuh tempo sampai tanggal pembayaran untuk kasus pembetulan sendiri SPT Tahunan dalam kurun waktu 2 tahun.
  • Bunga hingga 48% dari jumlah pajak yang tidak dibayarkan atau kurang bayar untuk kasus pelanggaran terlambat bayar atau setor pajak tahunan.
  • Diterapkan bunga sebesar persentase setiap bulan (sesuai dengan tingkat suku bunga yang berlaku) dari jumlah pajak kurang bayar atau tidak dibayarkan maksimal 2 tahun dengan adanya Surat Tagihan Pajak.
  • Bunga yang diterapkan pada PKP yang gagal pajak sebesar 2% dari pajak yang ditagih.
  • Bunga sebesar persentase setiap bulannya (sesuai dengan tingkat suku bunga yang berlaku) dari jumlah pajak yang kurang atau tidak dibayarkan terhitung dari jatuh tempo sampai tanggal pelunasan atau SPT terbit.

 

c. Kenaikan

Untuk sanksi yang selanjutnya ada kenaikan. Jenis sanksi administratif yang terakhir dimana penerapannya untuk Wajib Pajak yang melakukan pelanggaran aturan pajak dilihat dari segi materiil. Contohnya seperti membocorkan informasi yang salah dalam hitungan pajak yang dibayarkan.

Sanksi kenaikan ini berbeda dari dua jenis sanksi pajak administratif sebelumnya. Sanksi ini adalah sanksi untuk pembayaran pajak yang berlipat sesuai pajak yang tidak dibayarkan atau kurang bayar. Sanksi ini sendiri memiliki konsekuensi yang lebih besar jika dibandingkan dengan kedua jenis sanksi administratif sebelumnya.

2. Sanksi Pajak Pidana

Jenis sanksi perpajakan yang kedua secara umum adalah sanksi pajak pidana. Dalam dunia perpajakan, sanksi pidana ini juga ditetapkan atau diberikan pada Wajib pajak yang diindikasi telah melakukan pelanggaran sengaja atau tidak sengaja terutama yang memicu tuntutan pidana.

Tindakan yang disebut pelanggaran pidana sendiri bisa berupa manipulasi data yang meliputi pemalsuan data perpajakan atau penyembunyian data perpajakan. Penggelapan pajak atau tax evasion juga akan mendapatkan sanksi pajak pidana:

  • Setiap orang yang memang sengaja tidak menyampaikan SPT atau menyampaikan SPT tapi datanya tidak benar dan menimbulkan kerugian pada Negara maka sanksi pidana yang diterapkan minimal 3 bulan dan maksimal 12 bulan kurungan. Denda juga diberikan sedikitnya satu kali dan maksimal dua kali dari pajak terutang.
  • Orang yang sengaja tidak mendaftarkan diri agar tidak mendapatkan NPWP, atau untuk menghindari pengukuhan PKP, menyalahgunakan hak NPWP atau PKP, tidak membuat pembukuan pajak, tidak setor pajak akan diberikan sanksi pidana penjara minimal 6 tahun dan denda maksimal 4 kali dari pajak terutang.
  • Bagi orang yang sudah pernah mendapatkan sanksi pajak pidana namun melakukan pelanggaran yang sama sebelum 1 tahun setelah masa pidana sebelumnya maka akan dikenakan kembali sanksi pidana 2 kali lebih berat dari sanksi pidana sebelumnya.

Sanksi pajak pidana ini memang dibuat bagi Wajib Pajak yang membuat kerugian cukup besar dan resikonya tinggi serta kesalahan yang sangat fatal untuk Negara. Biasanya memang hal ini sendiri dilakukan karena kesengajaan sehingga sanksi yang didapatkan tergolong berat.

Lalu bagaimana seandainya seseorang telah dikenai sanksi perpajakan berupa sanksi administrasi ? Apakah tidak ada jalan untuk mengatasinya ? Setidaknya ada 2 hal yang dapat dilakukan Wajib Pajak terhadap sanksi administrasi perpajakan, yaitu : 

1. Permohonan Pengurangan/Penghapusan Sanksi Perpajakan

Jika wajib pajak merasa perhitungan sanksi tidak benar atau merasa sanksi tersebut tidak seharusnya dikenakan pada dirinya, ia berhak mengajukan permohonan pengurangan atau penghapusan sanksi administrasi pajak.

Pengajuan permohonan pengurangan atau penghapusan sanksi administrasi pajak ini harus memenuhi syarat-syarat yang ditentukan, seperti :

a. Surat ditulis dalam bahasa Indonesia, 

b. Mengajukan 1 surat permohonan untuk 1 Surat Ketetapan Pajak (SKP) atau Surat Tagihan Pajak (STP), 

c. Mengemukakan jumlah sanksi menurut Wajib Pajak disertai alasan, dan ditandatangani oleh wajib pajak atau oleh kuasa wajib pajak (harus dilampiri surat kuasa khusus).

d. Surat permohonan tersebut disampaikan ke kantor pelayanan pajak tempat wajib pajak terdaftar.

Permohonan ini diproses paling lama 6 bulan sejak pengajuan diterima secara lengkap. Apabila setelah jangka waktu 6 bulan terlampaui namun belum ada keputusan perihal permohonan tersebut, maka permohonan Wajib Pajak dianggap dikabulkan.

Selain itu harus diperhatikan pula aturan berikut ini : 

  • Atas surat ketetapan pajak atau surat tagihan pajak yang diajukan permohonan, tidak diajukan upaya hukum lain, seperti keberatan, permohonan pengurangan atau pembatalan SKP/STP.
  • Permohonan dapat diajukan oleh wajib pajak paling banyak 2 (dua) kali.
  • Permohonan yang kedua harus diajukan paling lama 3 (tiga) bulan sejak tanggal surat keputusan Direktur Jenderal Pajak atas permohonan yang pertama dikirim, kecuali wajib pajak dapat menunjukkan bahwa jangka waktu tersebut tidak dapat dipenuhi karena keadaan di luar kekuasaan wajib pajak.
  • Permohonan yang kedua tetap diajukan terhadap surat ketetapan pajak atau surat tagihan pajak yang telah diterbitkan surat keputusan Direktur Jenderal Pajak

2. Permohonan pengangsuran atau penundaan pembayaran pajak

 Berdasarkan Pasal 9 ayat 4 UU KUP, Direktorat Jenderal Pajak (DJP) atas permohonan Wajib Pajak dapat memberikan persetujuan untuk mengangsur atau menunda pembayaran pajak termasuk kekurangan pembayaran pajak yang terutang berdasarkan Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan Pajak Penghasilan.

Ketentuan ini ditujukan bagi Wajib Pajak yang mengalami kesulitan likuiditas atau mengalami keadaan di luar kekuasaannya sehingga Wajib Pajak tidak mampu memenuhi kewajiban tepat waktu. Berdasarkan Pasal 21 PMK Nomor 242/PMK.03/2014 stdd PMK Nomor 18/PMK.03/2021, permohonan Wajib Pajak harus diajukan menggunakan surat permohonan pengangsuran pembayaran pajak atau surat permohonan penundaan pembayaran pajak.

Adapun surat permohonan pengangsuran pembayaran pajak atau surat permohonan penundaan pembayaran pajak harus memenuhi persyaratan sebagai berikut:

a. Surat permohonan ditandatangani oleh Wajib Pajak atau dilampiri kuasa apabila ditandatangani oleh selain Wajib Pajak.


b. Surat permohonan mencantumkan:

  1. Jumlah utang pajak yang pembayarannya dimohonkan untuk diangsur, masa angsuran, dan besarnya angsuran
  2. Jumlah utang pajak yang pembayarannya dimohonkan untuk ditunda dan jangka waktu penundaan.


c. Disertai dengan alasan dan bukti kesulitan likuiditas atau keadaan diluar kekuasaan Wajib Pajak berupa:

  1. laporan keuangan interim,
  2. laporan keuangan, atau
  3. catatan tentang peredaran atau penerimaan bruto dan/atau penghasilan bruto


d. Disampaikan secara elektronik atau tertulis (secara langsung, melalui pos dengan bukti pengiriman surat, atau melalui jasa ekspedisi dengan bukti pengiriman surat)


e. Dilampiri Surat Pemberitahuan Pajak Terhutang, SKP PBB, atau STP PBB yang dimohonkan pengangsuran atau penundaan bagi Wajib Pajak yang mengajukan permohonan pengangsuran atau penundaan PBB yang masih harus dibayar. Wajib Pajak juga harus tidak memiliki tunggakan PBB tahun sebelumnya. 

Batas waktu penyampaian surat permohonan pengangsuran atau penundaan pembayaran pajak adalah paling lambat pada saat SPT Tahunan disampaikan untuk pajak terutang berdasarkan SPT Tahunan PPh dan/atau sebelum Surat Paksa diberitahukan oleh Jurusita Pajak kepada Penanggung Pajak untuk pajak yang terutang berdasarkan SPT Pajak Terutang dan masih harus dibayar berdasarkan STP, SKPKB, SKPKBT, Surat Keputusan (SK) Keberatan, SK Pembetulan, Putusan Banding, serta Putusan Peninjauan Kembali.

Wajib Pajak yang mengajukan permohonan pengangsuran atau penundaan pembayaran pajak harus memberikan jaminan aset berwujud milik penanggung pajak yang tidak sedang dijadikan jaminan atas utang Penanggung Pajak pemohon. Hal tersebut dibuktikan dengan bukti kepemilikan atas aset berwujud tersebut. Besarnya jumlah jaminan yang diberikan adalah sebesar utang pajak yang diajukan permohonan pengangsuran pembayaran pajak apabila Wajib Pajak mengajukan permohonan pengangsuran pembayaran pajak melampaui batas waktu yang ditentukan.

Direktorat Jenderal Pajak (DJP) akan menerbitkan keputusan dalam jangka 7 hari kerja setelah tanggal diterimanya permohonan. Keputusan tersebut dapat berupa menyetujui seluruh atau sebagian jumlah angsuran pajak dan/atau masa angsuran atau lamanya penundaan sesuai dengan permohonan Wajib Pajak atau bahkan menolak permohonan Wajib Pajak.

Apabila dalam jangka waktu 7 hari kerja telah terlampaui dan DJP tidak menerbitkan suatu keputusan, permohonan disetujui sesuai dengan permohonan Wajib Pajak, dan keputusan persetujuan pengangsuran pembayaran pajak atau keputusan persetujuan penundaan pembayaran pajak harus diterbitkan paling lama 5 hari kerja setelah jangka waktu 7 hari kerja tersebut berakhir.

Dalam jangka waktu 7 hari saat DJP belum menerbitkan suatu keputusan namun kepada Wajib Pajak diterbitkan surat ketetapan/keputusan/putusan yang mengakibatkan kelebihan pembayaran pajak dan/atau pemberian imbalan bunga, kelebihan pembayaran pajak sebelumnya dan/atau pemberian imbalan bunga tersebut terlebih dahulu harus diperhitungkan dengan kekurangan pembayaran pajak. Jumlah utang pajak yang dipertimbangkan untuk diberikan keputusan pengangsuran atau keputusan penundaan adalah jumlah utang pajak setelah dikurangi dengan kelebihan pembayaran pajak dan/atau pemberian imbalan bunga.

Jangka waktu pengangsuran kekurangan pembayaran pajak, pajak terutang, atau pajak yang masih harus dibayar diberikan paling lama 24 bulan sejak diterbitkannya keputusan persetujuan pengangsuran pembayaran pajak, dengan angsuran paling banyak 1 kali dalam 1 bulan dan besar angsuran yang sama tiap bulannya. Khusus untuk pengangsuran atas kekurangan pembayaran pajak berdasarkan SPT Tahunan PPh, angsuran diberikan paling lama sampai dengan batas waktu penyampaian SPT Tahunan PPh Tahun Pajak berikutnya, dengan angsuran paling banyak 1 kali dalam 1 bulan dan besar angsuran yang sama tiap bulannya.

Jangka waktu penundaan kekurangan pembayaran pajak, pajak yang terutang, atau pajak yang masih harus dibayar diberikan paling lama 24 bulan sejak diterbitkannya keputusan persetujuan penundaan pembayaran pajak. Lebih lanjut, penundaan kurang bayar pajak berdasarkan SPT Tahunan PPh ditetapkan paling lama sampai dengan batas waktu penyampaian SPT Tahunan PPh Tahun Pajak berikutnya. Besarnya pelunasan atas penundaan utang pajak ditetapkan sejumlah utang pajak yang ditunda pelunasannya.

Bagi Wajib Pajak yang melakukan pengangsuran atau penundaan atas kekurangan pembayaran pajak dikenai sanksi berupa bunga yang dihitung berdasarkan saldo utang pajak. Sanksi bunga tersebut ditagih melalui penerbitan Surat Tagihan Pajak pada setiap tanggal jatuh tempo angsuran, jatuh tempo penundaan, atau pada tanggal pembayaran. Namun terhadap angsuran atau penundaan atas pembayaran Surat Tagihan Pajak tidak dikenai sanksi administrasi berupa bunga.

Dalam persetujuan untuk mengangsur atau menunda pembayaran pajak diberikan tidak berkaitan dengan STP, Surat Pemberitahuan Pajak Terhutang, SKP PBB dan STP PBB, Wajib Pajak dikenai sanksi administratif berupa bunga sesuai Pasal 19 ayat (2) UU KUP. Namun apabila persetujuan untuk mengangsur atau menunda pembayaran tersebut berkaitan maka sanksi yang dikenakan adalah denda administrasi sebesar 2% sebulan yang dihitung dari saat jatuh tempo sampai hari pembayaran untuk jangka waktu paling lama 24 bulan sesuai Pasal 11 ayat (2) UU PBB.

Apabila Wajib Pajak yang telah mendapatkan dan menerima suatu keputusan untuk mengangsur atau menunda pembayaran pajak juga menerima surat ketetapan/keputusan/putusan yang mengakibatkan kelebihan pembayaran pajak dan/atau pemberian imbalan bunga, maka kelebihan pembayaran pajak dan/atau pemberian imbalan bunga tersebut terlebih dahulu harus diperhitungkan dengan sisa utang pajak yang belum diangsur atau yang ditunda pembayarannya.

Namun apabila kelebihan pembayaran pajak dan/atau pemberian imbalan lebih kecil daripada utang pajak yang belum diangsur, besarnya angsuran dari sisa utang pajak ditetapkan kembali dengan ketentuan:

  • Jumlah pokok dan bunga setiap angsuran dibawah jumlah setiap angsuran yang telah disetujui
  • Masa angsuran paling lama sama dengan sisa masa angsuran yang telah disetujui

Apabila Wajib Pajak mengajukan keberatan (kecuali untuk utang pajak PBB), maka seluruh pajak yang masih harus dibayar yang telah disetujui dalam pembahasan hasil akhir pemeriksaan harus dilunasi sebelum keberatan diajukan. Dengan demikian, keputusan persetujuan angsuran atau penundaan pembayaran pajak menjadi tidak berlaku.

Demikianlah beberapa hal yang mengatur tentang sanksi perpajakan, semoga tulisan ini bermanfaat bagi semua pembaca. 

NB : Penulis merupakan pengurus Perkoppi & Perkoppi Tax Center di Jakarta. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Financial Selengkapnya
Lihat Financial Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun