Pada era industri generasi keempat ini, ukuran besar perusahaan tidak menjadi jaminan, namun kelincahan perusahaan menjadi kunci keberhasilan meraih prestasi dengan cepat. Hal ini ditunjukkan oleh Airbnb yang mengancam pemain-pemain utama di industri jasa pariwisata.Â
Atau Gojek di Indonesia yang mengancam pemain-pemain besar pada industri transportasi. Ini membuktikan bahwa yang cepat dapat memangsa yang lambat dan bukan yang besar memangsa yang kecil.
Seluruh sektor industri di dunia termasuk Indonesia mulai bertransformasi mengikuti revolusi industri 4.0, agar bisa bertahan dalam era disrupsi ini.Â
Tak terkecuali dunia pertelevisian pun harus segera mengikuti arus ini agar tidak ditinggalkan penonton atau khalayak yang ujungnya dapat mengakibatkan kerugian pada perusahaan tersebut.Â
Beberapa persiapan harus dilakukan stasiun televisi terutama berkaitan teknologi dan talent (sdm). Meski konten program televisi tidak akan mengalami perubahan yang terlalu banyak karena isi program tetap berdasarkan keinginan pasar yang ditentukan oleh share dan rating, namun tetap saja pengelola harus melakukan intropeksi sebagai dampak dari revolusi industri disrupsi ini. Artikel ini dibuat untuk memaparkan kesiapan televisi dalam mengahadapi era 4.0 yang berkaitan dengan internet dan cyber.
Revolusi Industri 4.0
Revolusi industri dunia dimulai pada akhir abad ke-18 dengan munculnya tenaga uap dan penemuan kekuatan alat tenun, secara radikal mengubah bagaimana barang-barang diproduksi.Â
Seabad kemudian, listrik dan jalur perakitan memungkinkan produksi massal. Ini yang dikenal menjadi revolusi industri kedua.Â
Pada 1970-an, revolusi industri ketiga mulai ketika kemajuan dalam otomatisasi bertenaga komputer memungkinkan kita memprogram mesin dan jaringan.
Hari ini, revolusi industri keempat mengubah ekonomi, pekerjaan, dan bahkan masyarakat itu sendiri. Di bawah pengertian apa itu Industri 4.0, banyak teknologi fisik dan digital yang digabungkan melalui analitik, kecerdasan buatan, teknologi kognitif, dan Internet of Things (IoT) untuk menciptakan perusahaan digital yang saling terkait dan mampu menghasilkan keputusan yang lebih tepat.Â
Perusahaan digital dapat berkomunikasi, menganalisis, dan menggunakan data untuk mendorong tindakan cerdas di dunia fisik. Singkatnya, revolusi ini menanamkan teknologi yang cerdas dan terhubung tidak hanya di dalam perusahaan, tetapi juga kehidupan sehari-hari kita.Â
Memasuki Making Indonesia 4.0 menandakan bahwa seluruh sektor indutri harus siap bertransformasi revolusi era disrupsi. Tak ketinggalan dunia pertelevisian harus segera menyesuaikan agar tidak ditinggalkan penonton. Mulai dari SDM yang harus mengusai teknologi yang berkaitan dengan internet dan cyber, regulasi dan terpenting adalah perubahan platform dengan memiliki atau memperluas menjadi TV digital dan online.
Seiring digitalisasi dan konvergensi media di era disrupsi, pilihan platform untuk konten siaran makin banyak, bervariasi dan mudah, bisa dilakukan siapapun. Maraknya sosial media seperti Youtube dan juga streaming media, membuat setiap orang bisa secara mandiri menjadi broadcaster, filmmaker, clipper, animator, dan designer grafis.
Era 4.0 ini menuntut menuntut pelaku industri TV melakukan pengembangan strategi, di antaranya dengan memberikan konten terbaik, informasi maupun berbagai program siaran inovatif. Revolusi industri disrupsi jelas akan menggeser teknologi yang digunakan perusahaan televisi. Meski konten program televisi tidak akan mengalami pergeseran namun hal yang terpenting adalah penguatan konten yang sehat dan berkualitas. Berkaitan dengan program TV, sepakat para insan Televisi untuk memberikan konten yang sehat dan baik bagi pemirsanya. Penguatan konten ini tentunya akan dilandasi dengan kebutuhan para peononton dan target sasaran. Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H