Mohon tunggu...
HMMC J WIRTJES IV ( YANCE )
HMMC J WIRTJES IV ( YANCE ) Mohon Tunggu... Dosen - LECTURER, RESEARCHER, FREE THINKER.

LECTURER, RESEARCHER, FREE THINKER.

Selanjutnya

Tutup

Inovasi

Peta Jalan Menuju Smart City dan Kendala yang Mengahalanginya

22 Maret 2020   21:23 Diperbarui: 22 Maret 2020   21:15 238
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Inovasi. Sumber ilustrasi: PEXELS/Jcomp

Pengantar

Konsep Smart City mulai ramai dibicarakan sejak awal dekade ke dua, abad XXI. Sudah tidak terhitung seminar, riset dan publikasi ilmiah yang membahas topik smart city. Lembaga pemerintah berlomba lomba menyusun konsep dan panduan implementasinya. BAPPENAS ( Badan Perencanaan Pembangunan Nasional sudah mencanangkan 100 kota untuk mengikuti program menjadi smart city. Bagi bangsa Indonesia seolah olah semua hal terasa mudah, termasuk soal mewujudkan program smart city. 

Tidak dipahami bagaimana peta jalan mencapai kondisi smart city dan bagaimana sulitnya serta berapa banyak sumberdaya yang dibutuhkan untuk mewujudkan 100 smart city. 

Agaknya jumlah 100 kota tersebut lebih merupakan angka psikologis, sekadar jargon kosong. Angka psikologis juga sering digunakan untuk menilai kinerja seorang pemimpin, seperti pencapaian 100 hari pertama kepemimpinannya. Pemeringkatan sesuatu juga sering menggunakan angka psikologis, seperti 100 orang terkaya, 100 besar universitas terbaik. 

Tidak ada perbedaan signifikan antara peringkat 99 dengan peringkat 100. Kondisi kota kota di Indonesia sangat beragam, termasuk fasilitas infrastruktur, ukuran luas, kemampuan finansial, dan tingkat kesiapan untuk menjadi smart city. Hal ini menjadi salah satu kendala untuk mewujudkan rencana BAPPENAS tersebut. Tulisan ini akan membahas cara menciptakan smart city dan berbagai kendala yang menghambat pencapaiannya.

Definisi Konseptual

Smart city adalah kota pintar / cerdas yang membantu masyarakat yang berada di dalamnya dengan mengelola sumberdaya yang ada dengan efisien dan memberi informasi yang tepat kepada masyarakat dalam melakukan kegiatan ataupun mengantisipasi kejadian tidak terduga.

Berbagai lembaga membuat indikator smart city yang berbeda beda. BAPPENAS membuat enam indikator smart city yaitu : smart people, smart mobility, smart economy, smart environment, smart goverment dan smart living. Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat ( PUPR ), membuat tujuh indikator smart city, yaitu : smart development planning, smart green open space, smart transportation, smart waste management, smart water management, smart building, smart energy.

Indikator indikator tersebut akan dibahas lebih lanjut. Sebenarnya kata SMART, pada dasarnya sudah merupakan konsep tersendiri. Konsep SMART dimaksud meliputi :

Scope ( ruang lingkup ). Konsep smart city yang akan diterapkan harus dinyatakan / dirumuskan secara eksplisit mengenai jumlah dan jenis indikator yang digunakan.

Measurement ( pengukuran ). Konsep dan indikator smart city harus menggunakan parameter parameter terukur secara kuantitatif.

Accurate ( tepat, akurat ). Alat ukur yang digunakan harus memiliki tingkat presisi yang tinggi.

Reliability ( handal ). Alat ukur yang digunakan harus sudah teruji kehandalannya.

Time frame ( kerangka waktu ). Pelaksanaan konsep smart city harus memiliki target waktu yang jelas dan ada progres pada setiap pentahapan pelaksanaannya.

Prosedur Pentahapan Pelaksanaan Pembangunan Smart City

Di Republik banyak orang termasuk para pakar yang gemar membuat jargon dan slogan, yang pada akhirnya membuat mereka terjebak sendiri, tidak tahu harus berbuat apa dan memulai dari mana. Misalnya banyak yang sering mengatakan " membangun manusia Indonesia seutuhnya ", tetapi tidak mampu mendefinisikan konsep tersebut, tidak mampu menyusun indikator dan parameter dari konsep tersebut.

Jelas lebih bermanfaat jika menggunakan konsep konsep model kebutuhan dasar, kecukupan pemenuhan kebutuhan kalori per kapita, tingkat usia harapan hidup dan sebagainya. Demikian juga dengan konsep smart city, banyak orang tidak tahu bagaimana cara mencapainya dan harus mulai dari mana. Di bawah ini akan diuraikan . prosedur tentang tahap tahap pelaksanaan pembangunan smart city. Langkah pertama yang harus dilakukan adalah :

I. Menetapkan Tema Dasar Smart City. 

Dalam menyusun dan menetapkan tema dasar smart city, perlu melibatkan para stakeholder di kota yang akan ditetapkan sebagai kota smart city. Beberapa metode yang handal untuk tujuan tersebut adalah metode Delphi dan FGD ( Focus Group Discussion ), yang dilakukan tidak cukup satu kali. Sebagai contoh, ditetapkan lima tema dasar smart city, yaitu :

1. Smart people. Smart people diartikan sebagai orang modern yang memiliki sifat dan karakter adil, jujur, disiplin dan profesional. Kota yang berbasis pada teknologi digital hanya dapat mengakomodasi orang yang memiliki sifat sifat di atas, dan akan membuat menderita orang orang yang tidak memilikinya. Misalnya, orang yang tidak berdisiplin terhadap peraturan sistem transportasi masal, tidak akan dilayani sampai kapanpun. Orang bermental maling yang berbelanja di toko swalayan yang hanya dilayani oleh sistem teknologi, dalam waktu singkat akan menjadi penghuni hotel prodeo ( penjara ). Smart city. menolak orang orang yang fraud ( curang ) dan tidak disiplin.

2. Smart energy. Smart city menggunakan kriteria efisiensi dalam pemakaian energy. Perilaku boros dan menghamburkan energi tidak pada tempatnya, tidak akan dilayani. Misalnya lift didesain tidak akan bergerak jika anda minta dilayani untuk menaikkan satu lantai ke arah atas dan dua lantai ke arah bawah. Atau lift tidak akan bergerak jika hanya melayani kurang dari tiga orang, kecuali untuk keadaan / situasi emergency.

3. Smart Economy. Sebagian besar transaksi dilakukan secara elektronik berbasis teknologi digital, tanpa tatap muka, dapat dilakukan dari mana saja. Semua tempat dapat berfungsi sebagai toko, bank, mesin ATM. Transaksi elektronik menjanjikan kecepatan dan kemudahan, tetapi menuntut ketelitian dan kecermatan dengan presisi tinggi. Sistem canggih akan " menghukum " orang orang yang tidak memiliki sifat accurate dan correct.

4. Smart Infrastructure. Semua infrastruktur di smart city hanya akan berfungsi optimal jika mendapatkan perawatan ( maintenance ) intensif, terjadwal secara teratur. Tanpa upaya perawatan rutin, sistem smart city akan rusak dan akibatnya adalah penderitaan. Tidak ada orang yang sanggup masuk ke apartemennya jika letaknya di lantai 40 atau 50, tanpa menggunakan lift.

5. Smart Service. Pelayanan yang berlaku di smart city adalah pelayanan kelas premium. Hanya orang orang profesional dan berkompetensi tinggi yang dapat memberikan pelayanan berkualitas tinggi. Smart city tidak mengakomodasi orang orang berkemampuan amatir.

Dari uraian di atas tampak jelas bahwa ternyata persiapan dan kesiapan yang paling dibutuhkan untuk mewujudkan smart city bukan terletak pada teknologi, infrastruktur, perangkat keras, tetapi lebih pada soft skills, mental, sifat, karakter seseorang. Para perencana pembangunan harusnya menyadari hal ini dan memberi porsi dan kesempatan lebih besar kepada para ahli ilmu ilmu sosial ( antropologi, sosiologi, psikologi ) dan budaya untuk terlibat dalam mewujudkan smart city. Dari uraian tema dasar, nyata sekali bahwa smart city sebenarnya bukan sekadar produk teknologi tetapi juga merupakan sebuah platform.

Setelah merumuskan tema dasar, dilanjutkan dengan menetapkan indikator indikatornya. Tiap kota tidak perlu menetapkan jumlah dan jenis indikator yang seragam. Indikator yang dipilih harus disesuaikan dengan tema dasar dan kemampuan ril yang dimiliki. Jangan sampai terjadi fenomena nafsu besar tenaga kurang, atau lebih besar pasak dari tiang. 

II. Beberapa Indikator Smart City

1. Smart Development Planning

Sebuah rencana pembangunan yang cerdas adalah rencana yang realistis, artinya secara teknis, ekonomis lingkungan dan etis dapat dan mungkin untuk dilaksanakan. Sebuah rencana yang memuat aspek aspek mulai dari teoritis, konseptual sampai pada aspek detail teknis operasional, monitoring dan evaluasi serta umpan balik untuk perbaikan berkesinambungan. Dalam proses perencanaan dirumuskan dengan jelas batasan dan konteks, proses proses komunikasi dan konsultasi.

2. Smart Green Open Space. 

Sebuah kota pasti membutuhkan ruang terbuka hijau ( RTH ).Standar normatif menurut text book standar, proporsi RTH yang ideal untuk sebuah kota adalah 30% dari luas total kota. RTH tidak terkonsentrasi di beberapa titik lokasi saja, tetapi harus menyebar merata di seluruh pelosok kota. Semua warga kota berhak mendapat akses yang sama ke RTH. Hal itu berarti RTH tidak boleh dipasang pagar, karena sebuah pagar adalah hambatan fisik dan psikologis bagi warga kota untuk mengaksesnya. Sebuah hasil studi menunjukkan bahwa sebuah Sebuah RTH seluas 6 Ha, dapat menurunkan temperatur di sekitarnya sebesar 3 - 4 C. RTH berfungsi sebagai paru paru kota, penghasil oksigen, daerah resapan air, menyaring debu dan peredam kebisingan, tempat beristirahat, tempat berolah raga dan rekreasi serta tempat bersosialisasi antar sesama warga kota.

3. Smart Transportation. 

Sebuah smart city harus memiliki sistem transportasi masal yang cepat atau MRT ( Mass Rapid Transportation ). MRT dapat mengurangi kemacetan lalu lintas. Menurut paradoks Downs dan Thomson, pelebaran ruas jalan atau pembukaan jalan baru bukan merupakan solusi terbaik untuk mengurangi kemacetan. Konsep MRT yang dijalankan adalah konsep yang berbasiskan TOD ( Transit Oriented Development ), karena konsep ini ibarat lokomotif yang dapat menarik banyak gerbong ( sektor perkonomian ) dan menimbulkan multiplier effect. Sebuah lintasan yang dilalui jalur MRT sepanjang 30 Km, dapat memiliki 20 an titik TOD, dan setiap TOD dapat menggerakkan ekonomi sektor ril yang menghidupi puluhan rumah tangga.

4. Smart Waste Management.

Keberadaan sampah dan limbah tidak dapat dihindari, sebagai akibat bekerjanya hukum Thermodinamika II, di dalam ilmu fisika. Sampah dan limbah adalah materi, energi dan informasi yang berada pada ruang dan waktu yang tidak sesuai dengan peruntukannya. Sampah dan limbah sepanjang berada pada ruang dan waktu yang sesuai dengan peruntukannya tidak menjadi masalah, masalah baru muncul ketika sampah dan limbah itu berada pada ruang dan waktu yang tidak sesuai dengan peruntukannya. Tumpukan tandan kosong kelapa sawit jadi limbah jika diletakkan menggunung di suatu hamparan lahan. Kemudian tandan kosong disebarkan merata di suatu lahan, lalu ditaburi sekam padi atau serbuk gergaji kayu dan dibiarkan selama beberapa bulan. Kemudian di tandan kosong itu tumbuh jamur dan ulat serta cacing. Jamurnya dipanen, dijual di pasar dan jadi masakan lezat yang jadi menu unggulan di restoran besar. Ulat dan cacing dipanen, dijadikan pakan ternak unggas dan ikan. Unggas dan ikan tumbuh sehat dengan pakan organik dan aman dikonsumsi. Kemudian tandan kosong berubah wujud jadi rabuk berwarna hitam kaya unsur organik, yang dapat dijadikan pupuk bagi tanaman hias dan hortikultura. Tandan kosong yang semula menjadi masalah dapat diubah menjadi solusi, dengan cara memperpanjang daur materinya, sehingga tercipta kondisi zero waste. Smart city menuntut standard zero waste di dalam pengelolaan sampah dan limbah. Menurut hukum Kekekalan Massa dan Energi di dalam ilmu fisika, semua materi termasuk sampah dan limbah pada dasarnya adalah energi potensial, yang dapat diubah menjadi energi panas dan kemudian diubah menjadi energi kinetik, dapat digunakan untuk menggerakkan turbin pembangkit tenaga listrik. Dasar pemikiran yang sederhana ini harus diterapkan di smart city untuk memecahkan masalah sampah dan limbah sekaligus menjadi sumber energi alternatif pengganti sumber energi fosil yang semakin langka. Berbagai teknik yang dapat diterapkan untuk mengatasi masalah sampah dan limbah antara lain : reduction ( mengurangi massa bahan dalam proses produksi ), reuse ( guna ulang ), recycle ( daur ulang ), replenish ( isi ulang ), retrieve energy ( memungut panas yang terlepas ). Swedia adalah contoh negara yang sukses mengkonversi energi dari sampah dan limbah. Negara ini tidak pernah berhenti menciptakan kemuskilan yang tidak mungkin dapat dilakukan negara lain. Dalam kerangka berpikir linear, konvensional, apa yang dilakukan oleh Swedia adalah magic, sulap. Dalam kerangka berpikir lateral hal itu sangat logis. Dalam dua dekade, PDB ( Product Domestic Bruto ), Swedia meningkat 58%, tetapi tingkat emisi carbonnya justru turun sebesar 22%. Ini benar benar prestasi spektakuler, mungkin saat ini hanya Swedia yang mampu melakukannya. Prestasi Swedia tidak terlepas dari kecanggihan algoritma sistem pendidikannya.

                                                                                                                                               Smart city Stockholm

                                                                                                                                                  sumber: Google


5. Smart Water Management

Air tawar adalah kebutuhan vital setiap mahluk hidup. Begitu vitalnya air bagi kehidupan sehingga melahirkan Diamond Paradox, yang mengatakan bahwa di tengah padang pasir tandus, satu botol air lebih berharga / bernilai dari sebongkah berlian. Air yang demikian berharga di suatu tempat, tetapi di tempat lain jadi barang tidak berguna, disia-siakan, terbuang percuma. Sebagian besar air di bumi ( 97 % ). adalah air asin di lautan. Hanya 3%, berupa air tawar. Sebagian besar air tawar ( 80% ) berada dalam bentuk lapisan es abadi di Kutub Utara dan Kutub Selata. Selebihnya tersimpan dalam bentuk air permukaan ( danau, sungai, telaga, sumur air tanah dangkal ) dan air tanah dalam. Mengingat komposisi dan penyebaran air di muka bumi, semua orang bertanggung jawab untuk mempertahankan air tawar selama mungkin di daratan. Manajemen smart city menuntut pengelolaan air pada level zero losses. Tingkat seperti ini di Asia hanya negara Singapura yang sudah mencapai level ini. Singapura sudah menerapkan teknik daur ulang dalam manajemen keairan. Bahkan air tinja dan urin diolah menjadi air yang siap dikonsumsi langsung dari keran. Singapura punya cadangan air tawar jauh lebih banyak dari Jakarta.

6.Smart Building

Semua bangunan di smart city harus memenuhi standard keamanan dan kenyamanan gedung, yang dikeluarkan oleh LEED ( Leadership in Energy and Environmental Design ). LEED adalah suatu sistem standard keamanan dan kenyamanan gedung yang dikembangkan oleh USGBC ( United States Green Building Council ). LEED mengatur aspek aspek Water efficiency, energy & atmosphere, material & resources, in door environmental quality, innovation in operations & regional priority, sustainable sites. Setiap gedung di smart city dilengkapi smoke detector, heat detector, fire alarm, sprinkle dan APAR ( Alat Pemadam Api Ringan ), algoritma keamanan, keselamatan, dan kenyamanan gedung serta berbagai Standard Operasional Prosedurnya.

7. Smart Energy

Kehidupan sehari hari di smart city sangat berbeda dengan di kota konvensional. Banyak mind set, perilaku, kebiasaan ( habit ), di kota konvensional yang tidak sesuai dengan tuntutan hidup di smart city. Keterbatasan lahan di perkotaan, memaksa orang mendirikan bangunan vertikal mencapai puluhan lantai. Kebiasaan menyapu rumah dan membuang kotoran ke luar rumah tidak mungkin lagi dilakukan. Begitu juga dengan menjemur pakaian dengan mengandalkan sinar matahari, memasak dengan bahan bakar kayu atau minyak bakar. Semua pekerjaan dilakukan dengan peralatan vacum cleaner, mesin cuci dengan alat pengering, kompor listrik yang berbasiskan energi listrik. Begitu juga masuk dan keluar rumah menggunakan lift yang digerakkan oleh tenaga listrik. Dapat dikatakan semua gerak kehidupan di smart city ditopang oleh energi listrik. Implikasi dari hal ini adalah, pasokan listrik dari sistem kelistrikan tidak boleh terhenti walaupun hanya beberapa menit. Sistem kehidupan di Smart city sama sekali tidak menoleransi kondisi listrik byar pert. Akan lebih baik jika pengelola sistem kelistrikan memiliki sertifikat Sistem Manajemen Energi berbasiskan ISO 50000.

8.Smart Goverment

Pemerintah Kota sebagai pengelola smart city untuk mengadopsi nilai nilai yang sesuai dengan semangat era digital. Nilai nilai itu antara lain demokrasi, menghargai hak azasi manusia, menjunjung tinggi prinsip keadilan, supremasi hukum, transparansi, akuntabilitas, profesionalisme, efisien, kompetitif. Pengelola yang tidak mampu menerapkan nilai nilai baru dan tidak kompeten, dipersilahkan mundur dari panggung kekuasaan.

Setelah selesai merumuskan indikator, tahap selanjutnya adalah melakukan kajian assessment.

III.Base Line Studi

Base line studi dilakukan untuk menentukan kondisi objektif pada saat ini. Studi ini sangat penting untuk menentukan titik start sebelum melangkah lebih jauh dalam rangka menentukan level kesiapan suatu kota untuk bertransformasi menuju smart city. Berdasarkan hasil base line studi, dilakukan gap analisis, untuk menghitung selisih antara kondisi aktual, objektif dengan target, kondisi ideal, persyaratan yang dituntut oleh indikator smart city. Hasil kajian gap analisis berguna dalam merumuskan berbagai rekomendasi, tindakan -tindakan inisiatif, proaktif progresif untuk menuju smart city. Pekerjaan di tahap base line studi dan gap analisis adalah pekerjaan besar yang melibatkan para pakar dari berbagai disiplin ilmu dan membutuhkan waktu yang lama. Pada tahap inilah diuji kebesaran jiwa dan keluasan wawasan para penentu pengambil keputusan untuk mau mendengarkan dan mengakomodasikan rekomendasi dari para pakar dengan beragam latar belakang keilmuan. Dengan menggunakan metode metode tertentu, penulis melakukan rapid assessment untuk mengetahui tingkat kesiapan dan mengidentifikasi beberapa kendala yang menghambat perjalanan menuju smart city, analisis dan evaluasi. Adapun metode metode yang digunakan antara lain : PRA ( Participatory Rural Appraisal ) dan RRA ( Rapid Rural Appraisal ), FGD, Delphi, RBS ( Risk Break down Structure ), CRSA ( Controller Risk Self Assessment ), FMEA ( Failure Mode and Effect Analysis ), Benchmarking, Simulasi Monte Carlo, Decision Tree Analysis

Analisis 

Dari kajian elaborasi hasil base line studi dan gap analisis, ditemukan beberapa hambatan teknis dan non teknis untuk menuju smart city. Sebagai contoh kasus dipilih kota Medan, dengan alasan kepraktisan, karena penulis menetap di Medan. Hambatan non teknis lebih bersifat sosial dan budaya. Hambatan teknis lebih bersifat pada persoalan teknis dan finansial. Hambatan hambatan non teknis yang dimaksud adalah :

1. Hambatan pada smart transportasi. Filosofi transportasi adalah memindahkan manusia dan barang dari satu tempat ke tempat lain dengan menggunakan moda transportasi. Ditinjau dari aspek fungsi, semua sarana transportasi tergolong pada artefak teknomik. Artefak teknomik adalah semua benda buatan manusia yang berfungsi sebagai alat teknologi yang berhubungan erat dengan upaya penggarapan sumberdaya alam, seperti cangkul, pisau, jala ikan dan sebagainya. Mobil jelas tergolong kepada artefak teknomik, tetapi oleh manusia fungsinya digeser / diubah jadi artefak sosioteknik. Artefak sosioteknik adalah semua benda buatan manusia yang berfungsi sebagai simbol status, seperti tahta kerajaan, pakaian kebesaran, mahkota dan sebagainya. Satu kelompok artefak lain adalah artefak ideoteknik, yaitu semua benda buatan manusia yang berfungsi sebagai alat upacara religi dan keagamaan, seperti kitab suci, perlengkapan upacara keagamaan, tasbhi, rosario dan sebagainya. Dengan bergesernya atau timbulnya fungsi tambahan pada mobil, akibatnya jumlahnya jadi berlipat ganda, melampaui kebutuhan. Dengan demikian filosofi transportasi berubah menjadi memindahkan kendaraan dari satu tempat ke tempat lain. Mobil berdaya angkut 5 orang atau lebih hanya mengangkut satu orang. Selama seharian penuh mobil itu berhenti di tempat parkir, setelah malam mobil kembali berjalan menuju garasi mobil di rumah pemiliknya. Satu keluarga kelas menengah - atas dengan 4 orang anggota, dilayani oleh mobil lebih dari 2 unit. Akibatnya sudah dapat diduga, jalanan jadi macet terutama pada jam sibuk. Keadaan diperburuk oleh perilaku pengguna jalan yang tidak berdisiplin. Gangguan dan hambatan pada aspek transportasi sebagian besar disebabkan oleh masalah sosial budaya. Oleh karena itu sangat diperlukan peran para ahli ilmu ilmu sosial dan budaya untuk mengubah mindset dan perilaku manusia.

2. Hambatan pada smart waste management juga bersumber pada masalah filsafat, sosial dan budaya. Sudah berabad abad sampah dan limbah dipandang sebagai barang yang tidak punya nilai / manfaat, sehingga harus dibuang. Tidak mengherankan jika semua peringatan, himbauan, arahan memuat kata buanglah sampah ke tempat yang telah disediakan. Di atas telah dijelaskan bahwa sampah adalah energi potensial yang dapat diubah menjadi energi kinetik, sehingga setiap ssmpah punya nilai/ manfaat. Oleh karena bermanfaat, sampah jangan dibuang, tetapi harus dikumpulkan di suatu wadah. Implikasinya bunyi redaksi peringatan itu harus diubah menjadi kumpulkan dan letakkan sampah di tempat yang telah disediakan. Proses perubahan mindset orang menyangkut rekayasa sosial budaya dan membutuhkan jasa para ekspatriat di bidang sosial budaya.

3. Pemerintah Kota di Indonesia cenderung berbuat curang dalam memenuhi proporsi ruang terbuka hijau sebesar 30 % dengan memasukkan areal malsm sebagai RTH. Sementara itu pemerintah tidak memperlakukan makam sebagai RTH, dengan membuat pagar keliling. Walaupun demikian pemerintah tetap gagal memenuhi angka rasio itu. Jika Pemerintah mau menggunakan areal makam menjadi RTH, maka pemerintah harus melakukan restrukturisasi di areal makam dengan menata ulang sehingga dapat dijadikan RTH. Disamping itu pemerintah juga harus melakukan rekayasa sosial budaya dengan mengubah mindset orang tentang dari tempat yang menyeramkan jadi tempat rekreasi yang menyenangkan. Di Republik, orang lebih takut pada orang yang sudah mati dibanding dengan orang yang masih hidup.

4. Hambatan pada smart water management. Hambatan pada sektor ini menyangkut aspek teknis dan aspek sosial budaya. Pada labelnya, Perusahaan Derah Air Minum ( PDAM ) Tirta Nadi di kota Medan mengaku menjual air minum, tetapi pada dasarnya PDAM Tirta Nadi menjual air bersih. Air bersih belum tentu sama dengan air minum, tetapi air minum sudah pasti merupakan air bersih. Pernyataan itu mengandung arti bahwa kualitas air minum lebih tinggi dari air bersih. Harusnya air minum produk Tirta Nadi dapat langsung diminum langsung dari keran air di rumah pelanggannya. Kenyataannya Tirta Nadi tidak dapat menjual air minum ke pelanggannya. Untungnya bagi Tirta Nadi, sebagian besar pelanggan tidak paham soal ini. Setelah ditelusuri, masalah itu tidak semata mata kesalahan PDAM Tirta Nadi. Mungkin PDAM Tirta Nadi dapat menjaga mutu produknya di instalasinya. Dalam perjalanan air dari instalasi menuju rumah pelanggan melalui saluran pipa induk, pipa sekunder, banyak faktor yang berada di luar kendali Tirta Nadi. Perusahan Listrik Negara , Perusahaan Telekomunikasi dan Dinas PUPR, dalam bekerja tidak berkoordinasi dengan PDAM Tirta Nadi. Akibatnya ada bagian pipa air pecah. Tanah dan hewan hewan tanah dapat masuk ke dalam pipa dan mengkontaminasi air di dalam pipa. Sebenarnya tanah dan hewan tanah tidak dapat mencemari air di dalam pipa seandainya tekanan udara di dalam pipa tetap stabil dan lebih besar dari tekanan udara di luar pipa. Tanah dan hewan tanah akan masuk ke dalam pipa jika tekanan udara di dalam pipa turun dan jadi lebih kecil dari tekanan udara di luar pipa. Kemampuan PDAM Tirta Nadi menjaga kestabilan tekanan udara di dalam pipa sangat ditentukan oleh kinerja mesin pompa. Kinerja mesin pompa sangat ditentukan oleh kelancaran pasokan listrik dari PLN. Sementara kinerja PLN Wilayah Sumbagut terkenal bobrok. Buruknya kinerja PLN dan tiadanya koordinasi antar instansi pemerintah membuat jalan menuju smart city terhambat.

Penutup

Seluruh uraian di atas menunjukkan bahwa di Republik, jalan menuju smart city, masih panjang dan terjal pula. Dibutuhkan kerja keras dan perubahan mindset serta perilaku warga kota. Untuk satu kota saja kondisi nya berat, bagaimana pula dengan ambisi 100 kota menjadi smart city. Masih banyak masalah yang bersumber pada aspek sosial budaya. Pelibatan pakar bidang sosial budaya jadi persyaratan yang tidak dapat ditawar tawar lagi. Teknologi digital jadi alat seleksi bagi warga kota. Smart city hanya ramah dan menyambut warga kota yang berkarakter jujur, disiplin, taat azaz, taat peraturan. Sebaliknya smart city bersikap kejam terhadap warga kota yang berkarakter maling, tidak berdisiplin dan berperilaku curang. Smart city adalah surga bagi yang diinginkannya, sekaligus adalah neraka bagi yang tidak dikehendakinya. Bagi orang berperilaku buruk, lupakan saja keinginan jadi warga kota smart city. Penduduk yang menetap di smart city harus berperilaku baik bukan karena intimidasi dosa dan neraka, dan bukan pula karena iming iming pahala dan surga, tetapi karena hal itu merupakan satu satunya pilihan jika ingin menetap di smart city. Upaya mewujudkan smart city belum tertutup sama sekali, tetapi berdasarkan kondisi hari ini, butuh kerja keras dan waktu lama. Ingatlah selalu bahwa perjalanan terjauh sekalipun harus dimulai dari langkah pertama. Tanpa langkah pertama, selamanya tidak ada perjalanan terdekat sekalipun Akhirnya penulis mengucapkan selamat jalan menuju smart city.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun