Mohon tunggu...
Yan Baptista
Yan Baptista Mohon Tunggu... Ilustrator - pekerja dan penikmat seni, kartunis, ilustrator & desainer grafis, comedy story writer & teller, sepakbolamania, penyuka film semua genre. suka damai.

pekerja dan penikmat seni, kartunis, ilustrator & desainer grafis, comedy story writer & teller, sepakbolamania, penyuka film semua genre. suka damai.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Cerpen | Dari dalam Kamar

6 April 2018   23:58 Diperbarui: 7 April 2018   14:35 1105
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi: @yanbteguh

Ilham memang suami yang tidak beres. Saat Mita istrinya, tengah hamil tujuh bulan, bisa-bisanya Ilham malah keluyuran menonton pasar malam bersama Joni sahabatnya, pemuda pengangguran itu. Ilham dan Joni asik cuci mata melihat perempuan-perempuan bercelana mini berkaus ketat yang banyak berkumpul di pasar malam, sambil sesekali menggoda mereka. Mita istrinya ditinggalnya sendirian di rumah.

Puas menikmati segala keceriaan pasar malam, Ilham dan Joni beranjak pulang. Saat itu pukul sebelas malam lewat tiga belas menit. Ilham menyempatkan menghabiskan sebatang rokok di rumah Joni sebelum memutuskan untuk pulang. Tawaran minum kopi dari Joni ditampiknya lantaran ia sudah lelah dan mengantuk.

Ilham menuntun motor maticnya keluar pekarangan rumah Joni.

"Oke bro, gue pulang dulu ya, Sampai besok bro!" ujar Ilham lalu menstarter motornya.

"Oke bro..." sahut Joni tersenyum lebar.

Malam itu langit tak berbintang. Bulanpun tak nampak, sembunyi entah dimana. Malam begitu senyap, hanya deru mesin motor matic 125cc menemani Ilham di sepanjang jalan. Jarak rumah Joni dengan rumah Ilham tidak terlalu jauh, tapi tidak dekat juga. Kampung Joni dan kampungnya memang bersebelahan, hanya dipisahkan sebuah anak sungai. Ilham memacu motornya sedang-sedang saja.

Menjelang masuk jalan utama menuju kampungnya, Ilham harus melewati daerah perkuburan yang cukup luas di kanan kiri jalan dengan beberapa pohon besar yang nampak angker. Ilham bisa merasakan tengkuknya merinding. Dari balik helmnya, Ilham memaki kesal dalam hati.

"Huh, kenapa malam ini sepi sekali sih!..." sungutnya menggerutu.

Memang tidak seperti biasanya jalan yang dilewatinya itu begitu sepi. Tak satu kendaraan bermotorpun yang lewat. Ilham sedikit menambah kecepatan motornya. Ia ingin segera meninggalkan daerah perkuburan itu. Sesaat ia teringat cerita orang dua hari yang lalu. Seorang pengendara motor yang memberi tumpangan pada seorang gadis asing, ditemukan tak sadarkan diri di salah satu makam disana pagi harinya. Entah benar-benar terjadi atau hanya cerita karangan orang-orang di kampung saja. Ilham berusaha menghilangkan cerita itu dari pikirannya.

Ilham menghela nafas lega tatkala mulai memasuki jalan utama kampungnya. Dinding rumahnya yang bercat hijau nampak dari kejauhan.

Setelah memastikan motornya terparkir dengan baik, Ilham mengunci pintu pagar lalu membuka pintu rumah dengan perlahan. Keadaan sunyi di ruang depan walau lampu menyala. Ilham berjingkat menuju kamar tidur dan membuka pintu kamar yang tak terkunci. Ilham mengintip sedikit dari pintu yang dibuka. Tampak punggung Mita yang berbaring di ranjang menghadap ke tembok. Rambut hitam panjangnya tergerai seperti biasa. Hm, sudah tidur rupanya, batin Ilham. Pintu kamarpun ditutupnya kembali.

Ilham duduk di kursi ruang depan melepas penat. Entah mengapa rasa kantuknya kini hilang. Diraihnya remote lalu menyalakan TV. Berpindah channel demi channel, tak ditemuinya tontonan yang menarik.

"Bang Ilham... sudah pulang ya?" suara Mita terdengar dari dalam kamar.

"Eh iya mit, sudah dari tadi kok" jawab Ilham sedikit berbohong.

Sang istri tak melanjutkan lagi perkataannya. Sepertinya lebih memilih melanjutkan tidurnya.

Ilham mematikan TV. Perutnya terasa lapar minta diisi.

"Duh, kenapa jadi lapar ya?" tanya Ilham pada diri sendiri.

Ilham bangkit dan menuju dapur. Siapa tahu ada sisa makanan disana. Terbersit ide untuk memasak mie instan. Biasanya Mita menyimpan beberapa mie instan di lemari dapur untuk persediaan. Ilhampun menuju lemari. Tiba-tiba matanya tertumbuk pada secarik kertas yang menempel dipintu lemari, direkatkan dengan selotip. Ilham tahu dari bentuk huruf-hurufnya, itu tulisan tangan Mita yang tertera di kertas itu. Apa ini? batin Ilham, lalu mulai membaca.

"Bang Ilham, kamu keterlaluan bang, aku lagi hamil begini, kamu tinggal sendirian di rumah. Aku kan kesepian bang. Kamu enak-enakan main sama si Joni. Tadi aku nelpon kak Ida minta dijemput. Malam ini aku nginep di rumah kak Ida. Pokoknya besok pagi-pagi abang harus jemput aku ya bang"

Deg! Ilham diam mematung. Tubuhnya gemetar dan mendadak berkeringat. Kertas yang dipegangnya jatuh ke lantai. Matanya membelalak lalu melirik ke arah kamar tidur. Lalu...siapa tadi yang di dalam kamar dan tidur di ranjang?

Perlahan pintu kamar tidur membuka. Sebuah tangan dengan kulit pucat bak mayat menjulur keluar berpegang di daun pintu. Kuku-kukunya panjang mengerikan dan berwarna kehitaman. Ilham tahu pasti, itu bukan tangan Mita istrinya!

Bekasi, April 2018

ilustrasi by @yanbteguh

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun