Mohon tunggu...
Yan Baptista
Yan Baptista Mohon Tunggu... Ilustrator - pekerja dan penikmat seni, kartunis, ilustrator & desainer grafis, comedy story writer & teller, sepakbolamania, penyuka film semua genre. suka damai.

pekerja dan penikmat seni, kartunis, ilustrator & desainer grafis, comedy story writer & teller, sepakbolamania, penyuka film semua genre. suka damai.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Lelaki di Commuter Line

28 Maret 2018   17:05 Diperbarui: 29 Maret 2018   08:35 572
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Rangkaian Commuter Line jurusan Jakarta Kota-Depok itu bergerak perlahan meninggalkan stasiun Gondangdia.  Astrid melirik jam di pergelangan tangannya. Kala itu hampir jam sepuluh malam. Astrid mendengus kesal. Kalau saja tadi komputer di kantor tidak error dan membuatnya harus menyelesaikan pekerjaannya sampai lewat jam sembilan malam. Biasanya jam enam sore Astrid sudah meninggalkan kantor.

Kereta yang Astrid tumpangi tampak lengang. Semua penumpang mendapat porsi tempat duduknya masing-masing. Rata-rata mereka memiliki profil karyawan kantoran sama seperti dirinya. Astrid memilih duduk di deret paling ujung kursi penumpang. Ada empat orang yang berada satu deret dengannya. Dua pria dua perempuan, semua asik dengan smartphonenya masing-masing.

Tiba-tiba mata Astrid tertumbuk pada sosok seorang lelaki di arah jam dua yang duduk berseberangan dengan dirinya. Lelaki bertubuh agak gemuk berkacamata itu sepertinya memperhatikan dirinya sejak tadi. Astrid menunduk dan berusaha memeriksa diri kalau-kalau ada sesuatu yang tak beres pada pakaiannya. Semua tampak beres dan tak ada hal yang aneh. Astrid mencoba melirik melalui sudut matanya, dan benar saja, pria gemuk itu masih memperhatikan dirinya!

Astrid berusaha mengingat-ingat, mungkin lelaki ini seseorang yang pernah ia kenal. Tapi Astrid yakin ia tidak pernah bertemu sebelumnya.

Mata lelaki berkacamata terus memandanginya. Astrid menjadi serba salah antara gugup dan was was. Pikirannya melayang ke berita-berita kasus pelecehan seksual yang beberapa kali terjadi di commuter line.Bahkan Maya rekan satu kantornya, pernah mengalaminya.

"Jangan-jangan orang ini punya maksud jahat..." batin Astrid.

Kembali Astrid mencuri-curi pandang ke arah lelaki itu, dan lelaki itu masih terus memandangi dirinya.  Astrid tertegun saat mendapati tatapan mata lelaki itu samasekali bukan tatapan yang liar, nakal apalagi jahat. Bahkan Astrid merasa tatapannya begitu sendu.

"Ups! Jangan-jangan ia pintar menghipnotis orang..." Sekejap Astrid memalingkan wajahnya ke arah lain.

Suara rem commuter line berdecit keras tatkala rangkaian kereta memasuki stasiun Manggarai untuk transit. Beberapa orang penumpang baru melangkah masuk ke dalam kereta. Suasana dalam kereta tak lagi sesepi semula. Beberapa penumpang bahkan berdiri tak kebagian tempat duduk.

Kali ini pandangan Astrid tak lagi leluasa memperhatikan lelaki tadi. Pandangannya terhalang oleh beberapa penumpang yang berdiri di gang di bagian tengah kereta. Namun Astrid masih bisa melihat lelaki itu masih duduk ditempat semula. Dan masih saja lelaki itu memandang ke arahnya!

Setengah jam perjalanan kemudian commuter line tiba di stasiun Depok. Para penumpang menghambur keluar seperti ingin melepaskan kesesakan selama dalam perjalanan. Astrid bangkit dan keluar dari kereta. Sedetik ia  tersadar akan keberadaan lelaki itu. Sebelumnya ia sempat tertidur dan terlupa. Pandangannya menyebar ke seluruh penjuru stasiun, namun lelaki tadi tidak tampak lagi olehnya. Astridpun membawa langkahnya menuju parkiran mobil.

Tiba-tiba seorang petugas security stasiun menghampiri Astrid.

"Maaf mbak,...ini untuk mbak..." kata si petugas sambil memberikan sebuah kertas terlipat empat.

"...seorang laki-laki menitipkan ini untuk mbak" lanjut si petugas.

Astrid kaget. Diterimanya kertas terlipat itu tapi tak segera ia buka.

"Dimana laki-laki itu mas?" tanya Astrid penuh selidik.

"Wah,mana ya?... rasanya dia sudah pergi mbak.." jawab si petugas tampak bodoh.

"O ya sudah mas. Terima kasih ya!"

Astrid bergegas menuju mobilnya di parkiran. Kertas terlipat yang baru saja ia terima, ia masukkan ke dalam tas. Honda Brio silver milik Astrid tak lama kemudian pergi meninggalkan stasiun.

Sampai di rumah, Astrid masuk ke kamar dan duduk di ujung ranjang tidurnya. Dikeluarkannya kertas terlipat tadi. Tak ada kecurigaan apa-apa. Hanya rasa penasaran yang menghinggap di pikirannya. Astrid yakin pasti kertas ini berasal dari lelaki di commuter line tadi. Hm, siapa sih, sebenarnya lelaki ini?

Astridpun membuka kertas terlipat itu. Cukup banyak tulisan yang tertera disana. Tulisannya terlihat kurang rapi tapi tetap bisa terbaca. Mungkin ditulis saat berada dalam kereta. Tetapi isinya sungguh membuat Astrid terhenyak.

Maaf jika saya keliru. Tapi saya yakin kamu adalah adik kandung saya. Waktu kamu berumur satu tahun, bapak sama ibu terpaksa memberikan kamu pada keluarga bapak dan ibu Krisna pengusaha kaya itu. Waktu itu kamu sakit-sakitan dan bapak sama ibu tidak ingin kamu hidup susah. Sekarang bapak sama ibu sudah tiada. Saya sekarang sudah berkeluarga dan punya dua anak. Nama saya Ahmad Handoyo. Dan dulu nama kamu adalah Etri Handayani. Maaf, kamu juga punya tahi lalat besar di bagian bawah paha kanan. Maaf saya tidak ingin mengganggu hidup kamu. Tapi saya bersyukur kamu sudah dewasa dan hidup bahagia. Tetaplah kamu hormati bapak dan ibu Krisna yang telah membesarkan kamu.

Astrid memandangi dinding kamar dengan tatapan kosong. Lalu ia memejamkan mata.

Benarkah lelaki itu kakak kandungnya? Benarkah kalau ia sebenarnya hanya anak angkat keluarga Krisna? Mengapa lelaki itu bisa tahu kalau ia memiliki tahi lalat besar di bagian bawah paha kanannya? Benarkah namanya yang sebenarnya adalah Etri? Benarkah...? Benarkah...?

Pertanyaan-pertanyaan itu seakan terus bergema dan menari-nari liar di kepala Astrid.

Bekasi, Maret 2018

ilustrasi: @yanbteguh

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun