Aku tercengang. "Tapi..."
"Tidak perlu sungkan. Kakekmu pernah berpesan, 'Jika ada yang mencari kacamata ini, berilah mereka secara cuma-cuma. Katakan padanya, bahwa hidup harus selalu berlanjut.'"
Aku mengangguk, mataku berkaca-kaca. Aku mengambil kaca mata itu dan menyimpannya dengan hati-hati. Kaca mata itu bukan hanya sekedar benda mati, tetapi sebuah simbol dari masa-masa indah bersama kakek.
Aku melangkah meninggalkan kios itu. Udara dingin pagi seolah terasa lebih hangat. Suara penjual nasi goreng masih melantun di gang sempit. Aku berjalan dengan langkah lebih ringan, dengan kaca mata kakek yang tersimpan dengan erat di saku bajuku. Kakek, aku akan terus mengingat cerita-cerita indahmu, melalui kaca mata ini.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H