Mohon tunggu...
yana yuhana
yana yuhana Mohon Tunggu... Mahasiswa - saya mahasiswa PJJ di UIN SIBER Syekh Nurjati Cirebon

sosok pendiam dengan mata yang selalu berbinar penuh imajinasi. Jemarinya lincah menari di atas keyboard, merangkai kata demi kata menjadi untaian kalimat yang puitis dan penuh makna. Dunianya adalah dunia kata-kata. Di setiap sudut kamarnya, buku-buku berjajar rapi, menjadi saksi bisu dari kecintaannya terhadap literasi. Yana tak hanya suka menulis, ia hidup untuk menulis. Baginya, menulis adalah bernapas, mencurahkan isi kepala dan hatinya ke dalam bentuk yang paling ia cintai. Setiap goresan penanya adalah cerminan jiwanya, sebuah jendela yang terbuka lebar bagi siapapun yang ingin menyelami kedalaman pikiran dan perasaannya.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Kaca Mata Kakek

1 November 2024   09:13 Diperbarui: 1 November 2024   09:19 68
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik


Udara dingin pagi menyapa kulitku. Aku berjalan pelan, mengikuti alunan lagu penjual nasi goreng yang melantun di gang sempit. Aroma wangi rempah dan asap kayu membelai hidungku. Mataku tak sengaja tertuju pada sebuah kios kecil yang menjual berbagai barang antik. Kaca mata bundar milik kakek terlintas dalam benakku.

Aku mendekati kios itu. Segera, seorang pria berwajah keriput dengan senyum ramah menyambutku. "Ada yang dicari, Nak?" tanyanya. Aku menggeleng, "Tidak, Pak. Hanya ingin melihat-lihat."

Mata-mataku berkelana, menjelajahi aneka benda usang yang tertata rapi di etalase. Kaca mata, jam tangan, radio kuno, semuanya bercerita tentang masa silam. Tiba-tiba, pandangan ku terhenti pada sebuah kotak kayu tua. Di dalamnya tersimpan sebuah kaca mata bundar, yang sangat mirip dengan milik kakek.

"Boleh saya lihat?" tanyaku. Pria tua itu mengangguk dan menyerahkan kotak itu padaku. Aku membuka kotak itu dengan perlahan. Kaca mata itu bermandikan debu, tapi tetap terlihat elegan. Aku menyentuhnya dengan lembut. Bayangan kakek tersenyum, terukir jelas dalam ingatan.

Kakek selalu memakai kaca mata itu saat membaca koran di teras, sambil menikmati secangkir kopi panas. Ia juga memakai kaca mata itu saat bercerita tentang masa kecilnya, tentang perang, tentang cinta, dan tentang harapan.

"Ini milik kakekmu, ya?" tanya pria tua itu. Aku tertegun. Dari mana ia tahu?

"Bagaimana kau tahu?" tanyaku. "Aku memang mencari kaca mata mirip ini. Kakekku meninggal beberapa bulan lalu dan kacamata ini adalah satu-satunya benda yang tertinggal."

Pria tua itu tersenyum. "Kakekmu pernah menjualnya di sini, beberapa tahun lalu. Ia mengatakan, kacamata ini adalah saksi bisu dari masa-masa indah hidupnya."

Aku terdiam, terharu. Kakek ternyata pernah menjual kaca mata kesayangannya. Mungkin karena alasan yang tak bisa ia ceritakan.

"Berapa harganya?" tanyaku.

"Tidak usah dibayar, Nak. Ini hadiah untukmu."

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun