Mohon tunggu...
Yana Saphira
Yana Saphira Mohon Tunggu... Lainnya - Everyday is a learning process

Menulis adalah cara terbaik untuk mengeluarkan isi kepala yang saling beradu cepat untuk disampaikan dengan lisan.

Selanjutnya

Tutup

Worklife Pilihan

Santai Menanggapi Notifikasi Kantor di Luar Jam Kerja

17 November 2021   22:37 Diperbarui: 17 November 2021   22:42 617
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Worklife. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Bekerja di sektor formal memang erat kaitannya dengan peraturan yang ketat serta SOP yang rapi, akan tetapi di manapun kita bekerja kita tidak akan terlepas dari yang namanya fleksibilitas.  Kekakuan terkadang menyulitkan diri sendiri.  Bagi saya, pekerjaan yang terbaik adalah yang dijalankan bukan demi "cuan" semata melainkan menjadikannya sebagai bagian dari proses pengembangan diri kita yang akan menambah value kita di masa datang.

Pasti ada di antara kita yang sering mendapat komentar seperti ini, "dibayar berapa kamu sampai harus pulang larut?", atau "memangnya kamu dibayar untuk ini?" .  Kembali lagi kepada prinsip keseimbangan yang ternyata untuk tiap individu memiliki standar yang berbeda.  Ada positifnya memang beberapa masukan yang sekedar mengingatkan bahwa ada hal lain yang harus diperhatikan seperti keluarga misalnya atau kepentingan kita pribadi.  Satu-satunya orang yang paling paham dan tahu di mana letak keseimbangan itu ya diri kita sendiri.

Terkait dengan kebiasaan Perusahaan atau atasan yang sering menghubungi kita di luar jam kerja untuk kepentingan pekerjaan, apakah kah hal ini diperbolehkan? Wajar? Biasa? Tidak etis?

Sebelum menjawabnya, coba kita flasback ke masa saat kita melakukan wawancara sebelum memutuskan bekerja di satu tempat.  Adakah pembahasan perihal jam kerja dan waktu kerja serta sejauh mana tanggung jawab kita sebagai pekerja di tempat itu? Bagi yang sedang atau akan melalui tahap ini sebaiknya persoalan ini dibahas detail agar tercapai kesepakatan para pihak.

Terjadinya hubungan kerja itu atas dasar kesepakatan, bukan pemaksaan dari salah satu pihak dan oleh karenanya segala sesuatu yang terkait dengan pekerjaan tersebut harus sudah jelas dan terang dahulu.  

Namun bagaimana jika kita sudah terlanjur bekerja tanpa banyak membahas soal peraturan yang terkait dengan hak dan kewajiban para pihak, lalu terjadi hal-hal yang kurang berkenan?  Katakanlah kita menerima instruksi atau bahkan panggilan untuk ke tempat kerja di luar jam kerja, tanpa upah tambahan atau upah lembur. Apa yang harus kita lakukan?

Sebagai pekerja, kita punya hak untuk bertanya dan bernegosiasi.  Iya, kita memiliki itu. Sebagian besar dari kita mungkin akan berpendapat bahwa kita harus selalu menuruti apa perintah atasan, bawahan tidak boleh berpendapat, asal bos senang maka karir cemerlang, dan seterusnya.  

Antara pekerja dan pemberi kerja atau atasan dan bawahan, keduanya adalah manusia yang selain memiliki logika juga memiliki perasaan dan emosi.  Terkadang masalah itu terjadi bukan perkara pekerjaannya, tapi "baper" nya. Kenapa bisa "baper"? Biasanya karena komunikasi yang kurang baik.

Sebagai atasan, jika ingin pekerjaan terselesaikan dengan baik maka harus bisa memahami psikologi anak buah, begitupun sebaliknya.  Dalam rangka usaha memahami satu sama lain, biasanya akan ada judgement seperti  karyawan "penjilat" atau bos "pilih kasih".  Biarkanlah karena kita tidak dapat mengatur jalan pikiran orang lain.  

Jadi, sebagai pekerja kita harus memiliki pengetahuan yang luas tentang pekerjaan kita dan juga tentang kepribadian atasan kita sehingga kita dapat berkomunikasi baik dengan mereka.  Pada saat kita ingin bertanya atau bernegosiasi kita sudah tahu akan menggunakan Bahasa seperti apa, kapan waktunya dan bagaimana penyampaiannya.  

Jika terjadi kepada saya ada beberapa kondisi yang mungkin bisa jadi pertimbangan saya untuk memutuskan langkah apa yang saya akan ambil.  Pastinya saya tidak akan langsung menolak mentah-mentah instruksi atasan hanya karena merasa tidak pernah ada kesepakatan terkait hal ini.  Kita harus menyadari bahwa bukan hanya di dalam pekerjaan, di kehidupan kita selalu saja ada hal-hal yang tidak sesuai dengan perencanaan atau sesuai  harapan.  Kita harus fleksibel atau luwes dalam menghadapi situasi yang tidak sesuai ekspektasi.

Beberapa hal yang menjadi perhatian saya adalah sebagai berikut:

  1. Suasana hati saya, menempati urutan pertama di atas urgency pekerjaan.  Jika suasana hati saya sedang baik, pekerjaan di rumah juga sudah beres, walaupun instruksi pekerjaan tidak mendesak atau levelnya bukan prioritas utama, saya akan langsung kerjakan jika memang memungkinkan.  Jika suasana hati tidak baik atau pekerjaan di rumah masih banyak, baru saya melihat ke poin 2 di bawah ini;
  2. Urgency, kalau tidak mendesak saya akan negosiasi dan bertanya kapan batas waktu penyelesaiannya; jika medesak mau tidak mau saya kerjakan dan jenis pekerjaan ini memang bisa dikerjakan sesuai dengan batas waktu penyelesaian yang diminta.  Tidak terlesaikan versi saya adalah berarti pekerjaan ini semacam mission impossible, artinya atasan memberikan instruksi tanpa adanya pertimbangan dan tidak mau tahu bagaimana kondisi si pekerja ini.  Waktunya untuk mempertimbangkan mencari pekerjaan lain.
  3. Frekuensi, apakah kejadian ini sangat sering atau hanya sesekali.  Jika sangat sering dan saya merasa tidak sebanding dengan apa yang saya dapatkan atau terlalu banyak mengorbankan kepentingan saya pribadi, maka pekerjaan ini tidak cocok untuk saya.

Ketiga poin di atas ini menjadi pertimbangan karena tidak ada kesepakatan sebelumnya.  Akan berbeda cerita jika di saat wawancara kita sudah sepakat dan sudah bernegosiasi bahwa dengan penghasilan sekian, tanggung jawab kita adalah seperti ini, kemudian kita harus bersedia menerima instruksi di luar jam kerja, dan seterusnya. 

Pemerintah di beberapa negara maju sudah menerapkan peraturan yang mendukung privasi karyawan dan work life balance seperti di Portugal yang melarang atasan atau pimpinan untuk menghubungi pegawainya di luar jam kerja.  Bagaimana jika peraturan seperti ini diterapkan di Indonesia? Saya sebagai pekerja tentu sangat senang dan terbebas dari rasa sungkan jika mendapati pesan dari atasan di luar jam kerja.  

Namun demikian saya belum optimis hal ini bisa diterapkan secara maksimal saat ini, negeri ini masih banyak PR yang harus diselesaikan, masih banyak tatanan yang harus dibenahi.  Apalagi di tahun 2021 ini, pandemi belum juga berakhir.  Para pimpinan (baca: Pengusaha) juga mungkin akan mengalami banyak tantangan bekerja dari rumah, pun kami para bawahan.  Semoga suatu saat Indonesia bisa menjadi negara maju dengan semua tatanan tersusun rapi, pembangunan dan kesejahteraan merata sehingga work life balance yang menjadi harapan para pekerja dapat terwujud.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Worklife Selengkapnya
Lihat Worklife Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun