Mohon tunggu...
Yana Haudy
Yana Haudy Mohon Tunggu... Full Time Blogger - Ghostwriter

Pekerja sektor informal. Juru ketik di emperbaca.com. Best in Opinion Kompasiana Awards 2022

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Artikel Utama

Sekolah Garuda Sekolah Rakyat dan Melupakan yang Lama

30 Januari 2025   14:43 Diperbarui: 31 Januari 2025   04:54 705
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gambar siswa SMA dari Shutterstock

Kompascom menyebut pemerintah akan membangun Sekolah Garuda dan Sekolah Rakyat. Dua-duanya SMA, yang satu untuk siswa yang akan melanjutkan kuliah di luar negeri, satu lagi untuk siswa miskin.

Sekolah Garuda akan bernaung di bawah Kementerian Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi dan Sekolah Rakyat akan jadi tanggung jawab Kementerian Sosial.

Portal Data Kemdikdasmen 2023/2024 memaparkan ada 14.457 SMA di Indonesia yang terdiri dari 7.060 sekolah negeri dan 7.390 sekolah swasta. Lalu untuk sekolah kejuruan sampai Maret 2024 kita punya 3.740 SMK negeri dan 10.513 SMK swasta.

Pemerintah mungkin lupa kalau kita sudah punya SMA dan SMK sebanyak itu yang harus disejahterakan gurunya dan dilengkapi fasilitasnya supaya tidak ada lagi sekolah yang mati segan hidup takmau.

Standar Nasional Pendidikan

Sekolah harus punya akreditasi. Gunanya untuk memotret kualitas pendidikan dan memastikan suatu sekolah layak menggelar kegiatan belajar-mengajar sesuai 8 Standar Nasional Pendidikan (SNP). Penjelasan soal Standar Nasional Pendidikan itu ada di dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 4/2022 yang meliputi:

1. Standar Isi, standar ini menetapkan landasan yang jelas untuk pembelajaran, mencakup pemahaman konsep, keterampilan, dan sikap yang menjadi pondasi setiap mata pelajaran. Peserta didik diarahkan untuk mencapai kompetensi sesuai dengan tingkat pendidikan yang mereka tempuh.

2. Standar Proses, pentingnya proses pembelajaran yang efektif dari penyusunan rencana pembelajaran hingga penggunaan teknologi, semua dirancang untuk memberikan pengalaman belajar yang menarik dan bermakna bagi peserta didik.

3. Standar Penilaian, memberikan umpan balik yang membangun. Proses penilaian yang adil dan objektif memastikan bahwa peserta didik dapat melihat hasil belajar mereka dengan jelas serta memahami area mana yang perlu ditingkatkan.

4. Standar Kompetensi Lulusan
, standar ini menetapkan harapan tentang apa yang harus dimiliki oleh peserta didik setelah menyelesaikan pendidikan dari aspek kognitif hingga psikomotorik. Tujuannya untuk menghasilkan lulusan yang siap menghadapi tantangan di masa depan.

5. Standar Pendidik dan Tenaga Kependidikan yang memastikan tiap pendidik punya kualifikasi dan kompetensi yang sesuai sehingga dapat memberikan pembelajaran yang berkualitas dan relevan.

6. Standar Sarana dan Prasarana. Ruang kelas sampai lingkungan sekolah yang aman diatur dalam standar ini untuk menciptakan lingkungan belajar yang kondusif.

7. Standar Pengelolaan. Standar ini membantu sekolah dalam menjalankan kegiatan pendidikan dengan efisien.

8. Standar Pembiayaan untuk transparansi dalam pengelolaan dan untuk memastikan alokasi dana yang tepat dan penggunaan yang efisien untuk mendukung kegiatan pendidikan di sekolah.

Guna memastikan tiap sekolah menerapkan standar pendidikan nasional maka diberikanlah Akreditasi C, B, dan A. Sekolah akreditasi A berarti sudah punya fasilitas dan sarana-prasarana sesuai SNP yang mumpuni untuk mendukung pembelajaran. 

Untuk memenuhi SNP, sekolah swasta mungkin mudah saja menarik uang puluhan juta ke orangtua siswa untuk membangun fasilitas yang diperlukan, tapi sekolah negeri? Mau minta sumbangan ke orang tua bisa-bisa kepala sekolahnya masuk bui karena sekolah negeri dilarang minta pungutan.

Lalu mengapa pemerintah membuat sekolah baru alih-alih mengupayakan semua SMA dan SMK termaksimalkan standar nasional pendidikannya?

Stratifikasi Pendidikan

Masih mencungkil dari kompascom, SMA Taruna Nusantara, SMA Pradita Dirgantara, dan SMAN Bali Mandara akan dijadikan tiga dari 20 sekolah yang sudah ada untuk dijadikan unggulan nasional. Di sekolah ini siswanya disiapkan untuk jadi mahasiswa di kampus top luar negeri.

Rencananya sampai 2029 akan dibangun 20 sekolah unggulan baru (Garuda) di mana siswanya akan dapat beasiswa dari pemerintah. Mereka juga harus tinggal di asrama dan belajar menggunakan kurikulum nasional dan internasional.

SMA Taruna Nusantara dikelola oleh Yayasan Pengembangan Potensi Sumber Daya Pertahanan Kemenhan. Sedangkan SMA Pradita Dirgantara ada di bawah Yayasan Ardhya Garini TNI AU. Dua sekolah itu swasta yang berarti selain siswanya lolos bermacam tes, orangtuanya juga berduit.

Uang pangkal SMA Taruna Nusatara, menurut kompascom, besarnya Rp50 juta. Lalu SMA Pradita Dirgantara mensyaratkan siswanya punya MacBook yang spesifikasinya ditentukan sekolah. Harga MacBook seri terendah saja Rp15 juta. Kalau boleh membandingkan, mahasiwa ekonomi menengah yang tidak makan gengsi biasanya pakai laptop seharga Rp7 juta-Rp8 juta saja.

Pertanyaan besarnya, mengapa bukan sekolah negeri yang dijadikan sekolah unggulan nasional?

Sekolah swasta boleh menarik uang dari orang tua siswa sementara sekolah dilarang dengan alasan sudah diberikan dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) dari APBN. Banyak sekolah negeri yang kepala sekolahnya kena sanksi lantaran mengumpulkan uang guna membayar honor pelatih ekstrakurikuler di sekolahnya.

Apabila biaya untuk SMA swasta yang dijadikan unggulan nasional ikut ditanggung negara, bagaimana nasib SMA negeri di desa-desa yang sering kembang-kempis menggelar belajar-mengajar karena terbatasnya fasilitas dan sarana-prasarana?

Jangan buruk sangka dulu, pemerintah juga akan membangun Sekolah Rakyat. Sekolah itu dikhususkan untuk menampung siswa dari keluarga tidak mampu dan miskin. Berarti adil, dong?

Mari kita tarik ke belakangan. Pada tahun 2017 diberlakukan PPDB Zonasi. PPDB itu dibuat karena pemerintah ingin meratakan kualitas pendidikan dengan menghilangkan keistimewaan sekolah unggulan. Siswa dengan latar belakang apa pun bisa masuk ke satu sekolah walau tadinya sekolah itu berlabel unggulan, favorit, kaya, miskin, dan sebagainya.

Kembali lagi ke belakang ada program RSBI (Rintisan Sekolah Bertaraf Internasional) di sekolah negeri yang berlaku sejak 2006. Di RSBI mayoritas pelajaran diberikan dalam bahasa Inggris. Kelasnya ber-AC dan fasilitas pendukungnya lengkap. Mereka juga punya program pertukaran pelajar ke luar negeri.

Pada 2013 Mahkamah Konstitusi menghentikan RSBI karena diskriminatif. Diskriminasi ini menyangkut ketidaksetaraan akses, perbedaan perlakuan, dan fasilitas serta sumber daya yang timpang.

Masih di masa lalu ada kelas akselerasi. Hampir semua sekolah negeri unggulan punya kelas akselerasi. Kelas ini diisi para siswa berotak encer. Dari kelas ini mereka bisa menyelesaikan SD hanya dalam lima tahun dan SMP serta SMA hanya dua tahun saja. Lagi-lagi, siswa di kelas akselerasi harus bayar SPP lebih mahal daripada kelas reguler.

Kelas akselerasi tidak secara resmi dihapus seperti RSBI, namun sejak 2014 program ini mulai berakhir karena menghadapi kontra yang mirip dengan RSBI. Pada kelas akselerasi siswa menghadapi beban akademik yang besar. Selain itu penjaringan diukur dari nilai akademik, bukan IQ, sehingga tidak mencerminkan kecerdasan yang sesungguhnya.

Jadi sebetulnya kita telah menghindarkan diri dari stratifikasi pendidikan yang mengkotak-kotakkan siswa. Kalau kemudian dibangun sekolah untuk orang kaya dan orang miskin, apa kabar pemerataan kualitas pendidikan?

Stratifikasi sekolah patut membuat kita khawatir karena siswa yang satu akan merasa lebih tinggi derajatnya dibanding siswa lain karena dia belajar di sekolah unggulan nasional, padahal sama-sama dibiayai APBN. Pun membuat siswa dan orangtua lebih memedulikan keunggulan akademik, padahal kecerdasan anak berbeda-beda.

Sekolah Menengah Atas

Hal lain yang mengulik pikir adalah soal kewenangan mengelola Sekolah Garuda dan Sekolah Rakyat. SMA (dan SMK) secara domain ada di bawah Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah (Kemdikdasmen) karena merupakan pendidikan menengah. Namun, Sekolah Garuda ternyata akan dibangun dan dikelola oleh Kemdiktisaintek (Kementerian Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi).

Padahal ranah Kemdiktisaintek ada di tugasnya yang menyelenggarakan suburusan pemerintahan pendidikan tinggi yang merupakan lingkup urusan pemerintahan di bidang pendidikan dan urusan pemerintahan di bidang ilmu pengetahuan dan teknologi untuk membantu Presiden dalam menyelenggarakan pemerintahan negara. 

Kemudian, Kemdiktisaintek berkomitmen untuk terus berinovasi, memperluas akses dan relevansi pendidikan tinggi, dan memperkuat pemanfaatan dan penguasaan sains serta teknologi untuk meningkatkan kualitas taraf hidup masyarakat Indonesia. 

Jadi fokus kerjanya memang pada pendidikan tinggi. Semua dicantumkan dalam situs kemdiktisaintek.go.id. Kalau begini apa tidak bikin kerja antar-kementerian jadi tumpang tindih?

Tambahan lagi Sekolah Rakyat akan dikelola oleh Kementerian Sosial. Alasannya karena yang diurusi adalah anak-anak miskin. Terus, apa gak tumpang tindih juga dengan Kemdikdasmen selalu pemilik ranah pendidikan menengah?

Disparitas

Nanti dengan adanya Sekolah Garuda, Sekolah Rakyat, dan naiknya strata 20 SMA jadi unggulan nasional, nampaknya pemerataan kualitas pendidikan menemui jalan buntu. Sebabnya hanya sekolah tertentu saja yang diberikan fasilitas berlebih. Sekolah negeri yang atapnya nyaris rubuh, kekurangan guru, dan siswanya tidak bersepatu masih akan mengalami nasib yang sama.

Pengelompokkan sekolah unggulan, sekolah pre-university, dan sekolah miskin juga amat mungkin malah memperlebar disparitas di dunia pendidikan negeri kita tersayang. Apa itu yang kita mau?

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun