Selain itu Pak Kadus tidak tinggal di dusun yang sama dengan mereka. Ini bikin warga tidak lagi bisa curhat ke Kadus karena rikuh dan sungkan rasanya mengadu pada orang yang tidak dikenal.
Di dusun tempat saya tinggal salah satu tugas Pak Kadus adalah memberikan slip dan kwitansi setoran PBB (Pajak Bumi Bangunan). Selama ini Pak Kadus bisa datang sore atau malam hari, menyesuaikan jadwal penghuni rumah pulang beraktivitas, untuk memberikan slip dan kwitansi itu.
Nanti setelah ganti Kadus hasil rekrutmen, bisa saja warga yang harus menyesuaikan dengan jam kerja Kadus di dusun kami. Bisa juga tidak ada lagi pengumpulan PBB lewat Kadus, semua harus langsung setor ke bank.
Melihat kepala dusun yang bukan berasal dari dusun sendiri, banyak warga yang berpendapat, "Bagaimana mau mewakili warga kalau Kadusnya tidak kenal dan dikenal warga?"
Mungkin karena pengangkatan Kadus melalui rekrutmen formal ini masih baru, jadi warga belum biasa. Kalau dilihat dari profesionalitas dan subjektivitas dalam bekerja, kepala dusun yang berasal dari lain desa sesungguhnya bisa melayani seluruh warga tanpa melihat dengan siapa si warga berkawan.
Objektivitas Kadus
Ada anggapan Kadus yang direkrut profesional akan objektif dalam memenuhi kebutuhan warga, tidak lagi berdasarkan like and dislike. Konflik kepentingan Kadus di banyak wilayah memang sering terjadi dalam pendataan dan pemberian bansos seperti bedah rumah, jamkesmas, dan lainnya.
Kadus lebih memilih kerabat dan teman satu circle sebagai penerima berbagai bantuan dari pemerintah daripada warga yang betul-betul membutuhkannya.
Sampai beberapa waktu lalu, pemerintah di beberapa kabupaten di Jateng dan Jatim menempeli rumah penerima bansos dengan stiker untuk menandai penerima memang betul miskin dan mengurangi penyelewengan bantuan.
Tidak jarang penyelewengan bantuan juga melibatkan kepala dusun. Kadus memberikan data calon penerima berdasarkan like and dislike, unsur kekeluargaan, dan pertemanan. Maka Kadus yang direkrut secara profesional diharap bisa mengurangi penyelewengan wewenang Kadus.
Akan tetapi, betulkah kepala dusun yang direkrut profesional bisa seobjektif itu? Bisakah mereka nanti tidak malah mengutamakan kerabat pemerintah desa sebagai pihak yang merekrut Kadus?
***