Mohon tunggu...
Yana Haudy
Yana Haudy Mohon Tunggu... Full Time Blogger - Ghostwriter

Pekerja sektor informal. Juru ketik di emperbaca.com. Best in Opinion Kompasiana Awards 2022.

Selanjutnya

Tutup

Analisis Artikel Utama

Adu Kuat Dua Jenderal, Kelincahan Kader, dan Militansi Simpatisan di Pilgub Jateng 2024

30 Agustus 2024   12:48 Diperbarui: 3 September 2024   12:59 974
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Apalagi Hendrar sudah populer dalam survei di medsos, tinggal maksimalkan lagi interaksi dengan warganet Jateng. Sapa mereka di medsos walau cuma dengan kalimat, "Selamat pagi."

Data dari Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) menyebut pengguna internet di Jateng jumlahnya 14,12% dari total pengguna di Indonesia. Pengguna internet ini juga mengakses medsos, tentu saja. Tambahan lagi Gen Z dan Milenial lebih sering mencari informasi di medsos daripada di media massa.

Haruskah mengerahkan para buzzer? Tidak perlu-perlu amat. Paling utama para calon gubernur dan wakilnya harus punya akun media sosial pribadi dan aktif berinteraksi di dalamnya. 

Menjaga Militansi Kader dan Simpatisan

Mengapa penting menjaga militansi kader dan simpatisan? Sebab mereka mau dan mampu bergerak bahkan dengan modal pribadi sedapat yang mereka bisa untuk memenangkan calon yang didukungnya.

Kalau tidak punya modal sama sekali mereka juga sering memanfaatkan tempat nongki di warung kopi, pengkolan, pinggir jalan, dan di mana pun untuk mempromosikan jagoannya.

Militansi kader dan simpatisan ini saya pernah saksikan sendiri di pemilihan gubernur Jakarta pada 2007 dan gubernur Jateng 2018. Di pilgub Jakarta Adang Darajatun dari PKS berhadapan dengan Fauzi Bowo yang didukung 20 parpol.

Bang Foke tentu saja menang, tapi perolehan suaranya gak gede-gede amat sebab beliau cuma meraih 57,87% suara. Adang yang cuma didukung PKS berhasil mendulang 42,13% suara.

Waktu itu saya mencoblos Adang Darajatun.

Kondisi militan lain yang saya rasakan adalah saat periode kedua Ganjar Pranowo di 2018. Di pilgub Ganjar Pranowo-Taj Yasin yang didukung PDIP, Demokrat, Golkar, PPP, dan Nasdem berhadapan dengan Sudirman Said-Ida Fauziyah yang didukung Gerindra, PKB, PAN, dan PKS.

Ganjar nyaris kalah dari Sudirman Said karena militansi kader dan simpatisan PKB, parpol tempat Ida Fauziyah bernaung. Ida juga mantan ketum Fatayat NU yang membuat kader dan simpatisan NU bergerak sampai ke rumah-rumah untuk mendongkrak suara bagi Sudirman-Ida.

Militansi itulah yang membawa Ganjar meraih kemenangan di angka 58,78% suara dan Sudirman Said meraih 41,22% suara. Padahal banyak survei sebelumnya menjagokan Ganjar akan menang telak di angka 70%. Survei Litbang Kompas waktu itu bahkan mendapati elektabilitas Ganjar-Yasin sebesar 76,6%.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun