Mohon tunggu...
Yana Haudy
Yana Haudy Mohon Tunggu... Penulis - Ghostwriter

Juru ketik di emperbaca.com. Best in Opinion Kompasiana Awards 2022. Peduli pendidikan dan parenting

Selanjutnya

Tutup

Ramadan Artikel Utama

Awu, Makan, dan Foto-foto Saat Lebaran, Bukti Lain Ladang Lain Belalang

11 April 2024   19:51 Diperbarui: 12 April 2024   11:00 1876
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Tambah lucu lagi ibu mertua saya di rumah juga masak menu yang sama. Hiks. Tahun ini menu di meja makan para saudara Magelang ketambahan lontong. Ndilalah, hampir semua rumah juga menyediakan lontong!

Melihat menu yang demikian nampak kalau ketupat bukan tradisi orang Magelang bahkan mungkin di eks Karesidenan Kedu yang termasuk Purworejo, Wonosobo, dan Temanggung. Soalnya saya pernah berkunjung ke beberapa rumah di tiga daerah itu saat Lebaran dan tidak menemukan ketupat.

Mungkin ketupatnya sudah habis, maklum kami datang di H+3 dan H+4 pascalebaran. Lamanya silaturahim Idulfitri di desa memang bisa berlangsung sepekan penuh. Ini dimungkinkan karena mata pencaharian mayoritas orang desa bukan pekerja kantoran, jadi mereka tidak terikat cuti bersama.

Sampai dua dasawarsa lalu, silaturahim Lebaran di desa bahkan baru selesai setelah sebulan. Ini karena banyaknya jumlah saudara dan kerabat yang tidak cukup dikunjungi dalam beberapa hari saja.

Foto-foto

Buat orang desa yang masih mempertahankan kedesaannya, foto-foto untuk konten bisa dibilang nggak penting banget. Mereka lebih mengutamakan kualitas hubungan personal di dunia nyata daripada eksis di medsos.

Saat bersilaturahim nyaris tidak ada yang mengeluarkan ponsel untuk sekadar mengecek notifikasi. Hampir tidak ada pula yang ngajak foto bareng untuk diposkan di status WhatsApp atau medsos. Mereka juga nyaris tidak mengeluarkan ponsel saat jeda perjalanan dari rumah satu ke rumah lainnya, kecuali untuk menerima panggilan telepon.

Ini saya perhatikan sudah sejak sembilan tahun lalu sejak saya ikut suami pindah ke Magelang. Mereka yang foto-foto lalu upload di WhatsApp dan medsos hanyalah orang yang pulang kampung dari merantau di kota. Pun dilakukan oleh orang desa yang sudah kekota-kotaan dan yang ingin menunjukkan eksistensi dengan bikin status WhatsApp melulu.

Foto-foto dengan intensitas ringan hingga lebat biasanya dilakukan saat halalbihalal atau arisan trah untuk mendokumentasikan seluruh keluarga besar.

Lain Ladang Lain Belalang

Pepatah lawas yang berbunyi lain ladang lain belalang lain lubuk lain ikannya bermakna bahwa tiap tempat punya kebiasaan, tradisi, adat-istiadat, dan peraturannya sendiri yang berbeda dengan tempat lain.

Makna ini, like it or not, sering dihiraukan oleh orang kota atau orang desa yang sudah jadi orang kota. Saat pulang atau datang ke desa tidak jarang dari mereka yang sengaja mengabaikan tradisi dan kebiasaan lokal.

Padahal desa itu homogen, tidak seperti di kota yang heterogen diisi oleh orang-orang dari bermacam suku. Kehomogenan desa berguna untuk mempertahankan kebiasaan positif yang membuat manusia tidak hilang sifat manusiawinya. Bagi orang kota homogen itu membosankan, makanya saat datang ke desa mereka cenderung mengabaikan kebiasaan setempat.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ramadan Selengkapnya
Lihat Ramadan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun