Mohon tunggu...
Yana Haudy
Yana Haudy Mohon Tunggu... Full Time Blogger - Ghostwriter

Pekerja sektor informal. Juru ketik di emperbaca.com. Best in Opinion Kompasiana Awards 2022.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Artikel Utama

Perlombaan Piagam dan Nasib Titip KK di Tahun Ke-7 PPDB Zonasi

20 Maret 2024   11:58 Diperbarui: 20 Maret 2024   17:15 1325
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Suasana pendaftaran PPDB Zonasi di SMP Negeri 1 Muntilan | Foto: Dokumentasi pribadi Larasati

Kabupaten Magelang membuka PPDB (Pendaftaran Peserta Didik Baru) tingkat SMP dengan pintu jalur zonasi murni, zonasi mutu, prestasi, afirmasi, afirmasi ATS, afirmasi disabilitas, dan perpindahan tugas orangtua yang diperuntukkan bagi anak guru dan TNI/Polri yang pindah tugas dan KTP serta KK masih memakai domisili lama.

Sekarang tampaknya anak karyawan swasta juga boleh mendaftar di jalur ini karena syarat surat tugas yang disertakan boleh dari perusahaan. Kalau ada jalur yang kuotanya tidak terisi penuh, maka sisa kuota akan dialihkan ke zonasi murni.

Kemudian, kalau tahun kemarin orangtua calon peserta didik masih bisa mengakali jalur zonasi dengan nitip nama anaknya ke Kartu Keluarga (KK) kerabat yang rumahnya dekat dengan sekolah, sekarang tidak bisa lagi.

Indekos Kartu Keluarga

Kami para orangtua dan guru menyebut nitip KK ini dengan istilah nge-kos KK. Nama anak dikeluarkan dari KK orangtua kandung dan dimasukkan ke KK kerabat sejak setahun sebelum PPDB. 

Kerabat yang KK-nya dititipi nama anak ini jarak rumahnya harus kurang dari satu kilometer atau masih satu desa (kelurahan) dengan lokasi sekolah yang dituju. 

Tiga orangtua teman anak saya mengindekoskan nama anaknya ke KK kerabat. Akan tetapi, kesulitan datang karena PPDB online di Kabupaten Magelang ternyata terkoneksi dengan data Dukcapil. 

Nama anak yang tidak sesuai dengan nama orangtua kandung tidak muncul di data verifikasi. Pun tidak muncul di data verifikasi KK si kerabat karena anak dianggap masih punya orangtua kandung yang KK-nya aktif.

Alhasil, orangtua calon peserta didik harus memakai fotokopi KK lama yang ada nama anaknya dan dilegalisir kepala desa. Kalau tidak punya fotokopi KK yang lama, mereka harus minta surat keterangan domisili.

Survei Domisili dan Usia KK

Surat keterangan domisili juga jadi syarat bagi orangtua/wali yang walau sudah tinggal puluhan tahun di suatu desa, tapi memperbarui data KK yang membuat usia KK kurang dari setahun.

Soal usia KK dialami satu orangtua teman anak kami. Dia tidak tahu kalau KK yang digunakan untuk mendaftar sekolah usianya inimal harus setahun sebelum PPDB dimulai. Sewaktu mengganti KTP-nya yang sudah butut, dia disarankan oleh petugas Dukcapil untuk sekalian mengganti KK termutakhir yang ber-barcode.

Tidak ada data yang berubah di KK karena cuma mengganti dengan yang pakai barcode. Namun, usia KK-nya jadi muda banget, dua bulan. Pihak sekolah minta si orangtua pakai KK yang lama saja. Namun, KK lama sudah ditarik Dukcapil karena ada KK baru.

Untung saja dia masih menyimpan fotokopi KK lama. Fotokopi KK lama itu dilegalisir kepala desa setempat dan syukurlah ternyata petugas PPDB online memverifikasi KK lamanya. Kata operator sekolah, selama tidak ada perubahan antara KK lama dan baru, verifikator pasti menyetujui KK itu.

Andai KK lama tidak disetujui dia harus minta surat keterangan domisili. Setelah surat itu diverifikasi, pihak sekolah akan mensurvei tempat tinggal orangtua. Pihak pertama yang akan ditanya kemungkinan besar adalah kepala dusun apakah benar si Fulan dan keluarganya tinggal di situ. Kemudian tetangga kanan-kiri juga ditanya soal berapa lama keluarga Fulan sudah tinggal di situ.

Namun, kebijakan survei ini yang saya tahu baru dilakukan beberapa SMP di Kabupaten Magelang. Kalau orangtua calon peserta didik kedapatan berbohong tentang domisilinya, maka nama si anak akan dicoret dari kepesertaannya di sekolah itu.

Pintar Saja Tidak Cukup

Namanya juga PPDB Zonasi, porsi untuk siswa berprestasi yang ingin masuk sekolah bermutu jumlahnya cuma 30 persen dari kapasitas kursi.

Siswa yang otaknya encer dan nilainya selalu bagus tidak jaminan diterima di jalur prestasi kalau tidak punya piagam minimal skala provinsi saat dia di kelas 4, 5, atau 6 semester 1.

Sementara itu, mereka yang nilai rapornya pas-pasan, tapi punya piagam kejuaraan tingkat provinsi, nasional, bahkan internasional akan punya skor PPDB lebih baik dibanding yang nilai rapornya tinggi, tapi cuma punya piagam kabupaten.

Pada PPDB SMP tahun 2024/2025, siswa yang nilai rata-rata rapornya 95 dan punya piagam kejuaraan kabupaten skornya jauh dibawah siswa yang nilainya cuma 88, tapi punya piagam nasional. Sebabnya selain, tentu saja, karena bobot skor piagam provinsi, nasional, dan internasional lebih tinggi, juga karena metode skoring.

Skoring PPDB dihitung dari nilai rata-rata rapor siswa dikali nilai akreditasi sekolah setelah dibagi seratus. Penghitungan skoring seperti itu membuat skor siswa jadi lebih rendah dibanding nilai rapor aslinya. 

Di jalur prestasi, skor yang didapat siswa bisa melonjak kalau piagam yang dimilikinya berasal dari lomba perorangan dan berjenjang-walau nilai rapornya rendah.

Jadi, pintar saja tidak cukup. Dari data yang terpampang sangat tersirat kalau siswa tidak perlu pintar secara akademik asalkan pernah menang di satu lomba saja yang skalanya provinsi, nasional, atau internasional. Entah itu lomba olahraga, fashion, atau lomba makan kerupuk sekalipun.

Piagam nasional dan internasional biasanya dimiliki siswa dari sekolah yayasan agama. Sementara yang nilai rapornya tinggi berasal dari sekolah negeri.

Bagaimana Pemerataan Mutu Pendidikan? 

Saya tidak pernah yakin PPDB Zonasi akan meratakan mutu pendidikan seperti yang diyakini pencetusnya. Mutu pendidikan tidak dibangun dengan menyebar peserta didik pandai ke berbagai sekolah, melainkan dengan menambah fasilitas dan sarana-prasarana di sekolah yang akreditasinya masih C dan B.

Sampai satu dasawarsa lalu, tiap sekolah menyeleksi calon peserta didiknya dengan tes akademik. Ini bukan bermaksud melakukan diskriminasi. Siswa yang rumahnya dekat, miskin, dan berprestasi harus lolos tes kalau mau sekolah di situ sebab sekolah dituntut untuk menghasilkan output berkualitas.

Siapa yang menuntut? Tentu saja pemerintah. Sekolah negeri dibiayai oleh negara. Maka wajar kalau pemerintah menginginkan output yang bagus juga dari sekolah supaya uang yang dikeluarkan dari memungut pajak dan utang luar negeri tidak sia-sia.

Bagaimana cara pemerintah "menuntut" output berkualitas dari sekolah? Dengan dana BOS (Bantuan Operasional Sekolah). Sekolah berprestasi bakal dapat BOS Kinerja dan yang tidak berprestasi cukup menikmati BOS Reguler saja.

Di Kabupaten Magelang sendiri mutu antarsekolah negeri selain belum merata, sebarannya juga tidak rata. Saat PPDB Zonasi diberlakukan bejubel jumlah calon peserta didik yang tidak kebagian sekolah karena di sekitar rumah mereka tidak ada sekolah negeri. 

Mereka akhirnya mendaftar ke sekolah swasta. Padahal kita tahu swasta itu tidak murah buat mereka yang ekonominya tidak berkecukupan.

Maka pemerataan mutu pendidikan sebetulnya lebih masuk akal dengan cara memperbaiki fasilitas dan sarana-prasarana sekolah yang mutunya masih belum baik. Kalau fasilitas, sarana-prasarana, dan guru-gurunya bermutu, orangtua pasti berbondong-bondong menyekolahkan anak ke sekolah itu, tidak terpaku harus ke sekolah favorit.

Server Error

Server yang kelebihan beban nampaknya jadi masalah klasik dari tahun ke tahun. Tidak apa-apa, yang penting jangan sampai kena hack.

Kendala teknis lainnya ada saat melakukan pendaftaran menggunakan akun admin di SD asal. Di akun admin tidak ada kolom untuk mengunggah scan piagam. Piagam itu harus diunggah mandiri oleh calon peserta didik di akunnya sendiri. 

Ternyata sudah diunggah pun piagam itu banyak yang tertolak sistem dan harus unggah ulang lagi. Sudah diunggah ulang pun ternyata butuh waktu lama untuk dapat verifikasi.

Verifikasi KK dan KTP dilakukan pihak SMP tujuan, sedangkan piagam diverifikasi oleh dinas pendidikan. Butuh waktu bagi verifikator dinas pendidikan menyeleksi ratusan piagam yang masuk ke sistem. Jadi masih bisa dimaklumi.

Pada hari terakhir pendaftaran tanggal 20 Maret, server kemungkinan kelebihan beban lagi sehingga situs PPDB tidak menampilkan data yang utuh selama berjam-jam. Sampai artikel ini tayang, situs sudah ngadat selama empat jam.

Semua itu kita maklumi, sebab dibalik sistem pun ada manusia yang bisa merasakan kelelahan dan tekanan sama beratnya seperti orangtua yang sedang harap-harap cemas anak mereka diterima di sekolah impian.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun