Mohon tunggu...
Yana Haudy
Yana Haudy Mohon Tunggu... Full Time Blogger - Ghostwriter

Pekerja sektor informal. Juru ketik di emperbaca.com. Best in Opinion Kompasiana Awards 2022

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Artikel Utama

Masa Jabatan Komite Sekolah di Antara Keistimewaan dan Konflik Kepentingan

24 Januari 2024   13:34 Diperbarui: 25 Januari 2024   17:34 8436
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Jakarta Intercultural School (JIS) bekerja sama dengan Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia (BPSDM) Provinsi DKI Jakarta menyelenggarakan program Jakarta Principals Shadowing Program (DOK. JIS via kompas.com)

Tujuan dibentuknya Komite Sekolah kita sudah tahu, untuk mengawasi dan mendukung jalannya pendidikan di sekolah. Kedudukan Komite Sekolah istimewa dibuktikan dengan adanya peraturan menteri yang membahas tentangnya, yaitu Permendikbud No. 75/2016.

Saking istimewanya, anggota Komite Sekolah punya kedudukan yang setara dengan kepala sekolah, meskipun yang menetapkan mereka adalah kepala sekolah, sesuai Pasar 7 Permendikbud No. 75/2016. 

Keistimewaaan itu mungkin jadi bikin anggota Komite Sekolah di SD anak-anak kami betah menempati posisi itu bertahun-tahun tanpa putus.

Dalam kurun waktu enam tahun sekolah anak-anak kami sudah empat kali ganti kepsek, tapi pengurus Komite Sekolahnya gak pernah ganti meski anak mereka sudah tidak lagi sekolah di situ.

Kalau mau kita telisik sebetulnya soal masa jabatan Komite Sekolah ini ada batasannya di Permendikbud No. 75/2016. 

Masa Jabatan Komite Sekolah

Pada Pasal 8 Ayat (1) Permendikbud Nomor 75/2016 disebutkan bahwa masa jabatan Komite Sekolah lamanya tiga tahun dan dapat diperpanjang untuk satu kali masa jabatan berikutnya.

Bila mengacu pada Permendikbud itu, anggota Komite Sekolah paling lama bisa menjabat selama enam tahun berturut-turut. Setelah itu harus diganti oleh orang lain.

Nyatanya, pengurus Komite Sekolah tempat anak kami belajar ada yang menjabat lebih dari enam tahun. Si pengurus duduk jadi wakil ketua Komite Sekolah di SD saat anaknya belajar di sekolah tersebut. 

Sewaktu anaknya naik ke SMP dan SMA dia juga jadi Komite Sekolah di SMP dan SMA tersebut sekaligus tetap jadi wakil ketua di SD eks anaknya belajar. Sekarang anaknya hampir lulus kuliah beliau masih menjabat di posisi yang sama di ketiga jenjang pendidikan tersebut.

Ilustrasi dari ombudsman.
Ilustrasi dari ombudsman.

Hal seperti itu jelas melanggar Pasal 6 Ayat (7) Permendikbud Nomor 75/2016 yang menyatakan kalau pengurus Komite Sekolah tidak boleh merangkap menjadi pengurus pada Komite Sekolah lainnya.

Akan tetapi, seseorang yang lebih dari enam tahun jadi Komite Sekolah bisa terjadi dan tidak melanggar Permendikbud kalau dia datang dari unsur berbeda. Jadi, misal, selama enam tahun menjabat dia diangkat dari unsur orang tua siswa yang masih aktif di jenjang SD. 

Tiga tahun berikutnya dia dipilih dari unsur tokoh masyarakat. Kalau masih kurang, dia bisa dipilih lagi untuk tiga tahun masa jabatan berikutnya juga dari unsur tokoh masyarakat.

Jadi seseorang dapat menjadi Komite Sekolah di satu jenjang pendidikan yang sama selama 12 tahun berturut-turut. 

Meski begitu, kalau bukan tokoh pendidikan atau tokoh masyarakat betulan, menjadi Komite Sekolah selama itu rasanya tidak masuk akal. Apalagi kalau anak kita sudah lama lulus dari sekolah yang bersangkutan, tapi kita masih saja menjabat Komite Sekolah untuk bertahun-tahun berikutnya, rasanya tidak etis.

Dampak Bila Seseorang Terlalu Lama di Komite Sekolah

Sama seperti "jabatan publik" lainnya yang rentan konflik kepentingan dan penyalahgunaan wewenang, Komite Sekolah pun sama. Walau tidak diupah, orang yang duduk di Komite Sekolah bisa menyalahgunakan posisinya untuk mendongkrak bisnis atau kepentingan pribadi lainnya. 

1. Sulit lepas dari konflik kepentingan. Karena merasa sudah dipercaya oleh sekolah dan orang tua murid, pengurus dan anggota Komite Sekolah akan berusaha melibatkan diri pada program dan kegiatan sekolah yang memakai dana.

Misal, sekolah butuh renovasi toilet karena atapnya jebol dan WC-nya mampet. Salah satu anggota Komite Sekolah kemudian mengatur supaya seluruh bahan bangunan dipasok dari tokonya.  Padahal di toko lain harganya lebih murah dengan kualitas yang sama bagusnya.

2. Pengembangan fasilitas, sarna, dan prasarana sekolah terhambat.

Seseorang yang terlalu lama menjabat di Komite Sekolah cenderung hanya mendukung program dan kegiatan sekolah yang sesuai seleranya atau kepentingan pribadinya. Itu karena mereka merasa berkuasa karena punya wewenang memberikan pertimbangan dalam penentuan dan pelaksanaan kebijakan pendidikan (Pasal 3 Ayat (1) Permendikbud No. 5/2016).

Bila program dan kegiatan itu tidak menguntungkan kepentingannya, seseorang yang terlalu lama di Komite Sekolah akan menghambat dan membatalkan dengan macam-macam alasan yang biasanya mengada-ada.

3. Mencetus terjadinya abuse of power. Tindakan penyalahgunaan kekuasaan (abuse of power) dapat dilakukan Komite Sekolah yang kelamaan menjabat. Mereka bisa mengintimidasi orang tua meski tidak secara langsung.

Dia bisa saja mengembuskan kabar miring tentang pihak yang berseberangan dengannya. Paling seram, dia bisa saja membuat laporan yang isinya menyudutkan kepala sekolah atau guru ke Dewan Pendidikan, dinas pendidikan, atau kanwil setempat.

Menjadi Komite Sekolah termasuk kerja sosial karena tidak diupah apalagi digaji. Namun, karena posisi ini istimewa para pengurusnya bisa menyalahgunakan jabatannya sebagai Komite Sekolah untuk kepentingan pribadi bila terlalu lama berada di kepengurusan. Itu sebabnya ada pembatasan masa jabatan Komite Sekolah yang diatur dalam Permendikbud.

Siapa yang Berhak Memberi Masukan dan Mengawasi Komite Sekolah?

Salah satu fungsi dan tugas Komite Sekolah adalah melakukan pengawasan terhadap jalannya pendidikan di suatu sekolah. Kemudian timbul pertanyaan, siapa yang mengawasi dan menegur Komite Sekolah kalau ada indikasi penyalahgunaan wewenang berkaitan dengan posisi Komite Sekolah yang diemban seseorang?

Pada Permendikbud No, 75/2016 tentang Komite Sekolah tidak dijelaskan secara eksplisit Komite Sekolah bertanggungjawab kepada siapa dan siapa yang berhak mengawasi Komite Sekolah.

Akan tetapi, kalau kita cermati isi Permendikbud itu, ada beberapa hal yang bisa kita simpulkan mengenai siapa yang berhak memberi masukan dan mengawasi Komite Sekolah.

1. Komite Sekolah maksimal 50 persennya diisi oleh orang tua yang siswa yang masih aktif pada sekolah yang bersangkutan.

2. Anggota Komite Sekolah dipilih secara akuntabel dan demokratis melalui rapat orangtua/wali siswa. 

3. Komite Sekolah ada dibawah binaan bupati/wali kota, camat, lurah/kepala desa sesuai dengan wilayah kerjanya. 

4. Komite Sekolah melaksanakan fungsi dan tugas melalui koordinasi dan konsultasi dengan dewan pendidikan provinsi/dewan pendidikan kabupaten/kota, dinas pendidikan provinsi/kabupaten/kota, dan pemangku kepentingan lainnya. 

5. Pengurus Komite Sekolah ditetapkan oleh kepala sekolah.  

Dari poin diatas bisa kita simpulkan bahwa yang paling berhak memberi masukan dan mengawasi Komite Sekolah adalah orang tua siswa di sekolah yang bersangkutan dan kepala sekolah. Setelah itu baru kemudian bupati, wali kota, lurah, atau kepala desa.

However, apa iya di dunia nyata orang tua boleh seberani itu kasih masukan dan mengawasi Komite Sekolah?! Mereka itu istimewa. Kedudukannya saja setara dengan kepala sekolah. Tiap ada acara sekolah mereka selalu dapat tempat duduk paling depan di jejeran kepala sekolah dan orang kanwil.

Pun tiap ada acara kelulusan Komite Sekolah ikut dapat bingkisan yang sama dengan yang diterima para guru.

Kedudukan mereka yang "istimewa" itu bikin orang tua jadi segan bertanya, apalagi mengawasi dan mengkritik Komite Sekolah. Paling banter mereka cuma bisa ngedumel di artikel daripada ngomong langsung ke Komite Sekolah.

***

Keberadaan Komite Sekolah memang amat membantu jalannya pendidikan. Maka kalau kita lihat ada sekolah yang mentereng prestasi akademik dan nonakademiknya, sebagian besar itu karena kepemimpinan kepala sekolah. Sebagian lagi karena peran orang tua yang mendukung anaknya dan setelahnya ada peran Komite Sekolah yang menggalang dana dan menyetujui program dan kegiatan sekolah.

Paling penting kita lihat apakah mereka yang duduk di Komite Sekolah berperan seperti yang diamanatkan UU No. 20/2003 tentang Sisdiknas dan Permendikbud No. 75/2016 betul-betul demi kepentingan sekolah dan peserta didik atau tidak.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun