Niat awal Komite Sekolah dibentuk pascareformasi adalah sebagai wadah orang tua dan masyarakat untuk terlibat dalam memajukan sekaligus mengawasi jalannya pendidikan di tiap sekolah.Â
Sebagai lembaga mandiri, Komite Sekolah juga tidak luput dari pro-kontra yang mungkin terjadi sebagai ekses dari keputusan segelintir pengurus Komite Sekolah yang tidak berkenan di hati orang tua/wali siswa.
RUU Sistem Pendidikan Nasional
Pada Rancangan Undang-Undang (RUU) Sisdiknas versi terakhir Kemdikbudristek Agustus 2022 yang bisa dilihat DISINI, tidak ada nomenklatur yang mengatur tentang Komite Sekolah.Â
Pada penjelasan di Bagian Ketiga tentang Hak dan Kewajiban Warga Negara, Orang Tua, dan Masyarakat RUU Sisdiknas disebutkan bahwa Komite Sekolah tidak diatur dalam batang tubuh RUU agar tidak membatasi bentuk peran serta masyarakat dalam sektor pendidikan.Â
Sedangkan pada UU Sisdiknas Nomor 20/2003 disebutkan, "Masyarakat berhak berperan serta dalam perencanaan, pelaksanaan, pengawasan, dan evaluasi program pendidikan melalui dewan pendidikan dan komite sekolah/madrasah. Masyarakat berkewajiban memberikan dukungan sumber daya dalam penyelenggaraan pendidikan."
Soal Komite Sekolah ini jadi salah satu yang dikritisi banyak pihak dalam RUU Sisdiknas. Banyak yang menyayangkan adanya indikasi menghapus Komite Sekolah, tapi tidak sedikit yang ingin Komite Sekolah dihapus. RUU Sisdiknas ini dapat diakses secara terbuka di laman sisdiknas.kemdikbud.go.id.Â
Pro-kontra keberadaan Komite Sekolah yang sudah terjadi bertahun-tahun jadi memanas lagi setelah munculnya draft akhir dari Kemdikbudristek tersebut, sampai sekarang.
Menyitir KOMPAS.com, RUU Sisdiknas tidak masuk dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) 2023 karena masih banyak pro-kontra. DPR ingin pemerintah menyelesaikan pro-kontra tersebut sebelum menyerahkannya ke DPR. Maka nampaknya RUU Sisdiknas masih akan menempuh jalan panjang dari target pengesahan tahun ini seperti yang direncanakan Kemdikbudristek.
Awal Mula Terbentuknya Komite Sekolah
Komite sekolah sudah ada sejak Kurikulum 2004 diberlakukan atau yang disebut dengan Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) dan berada dibawah payung UU Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.
Pada UU Sisdiknas No. 20/2003 Komite Sekolah dibentuk dan berperan dalam peningkatan mutu pelayanan dengan memberikan pertimbangan, arahan dan dukungan tenaga, sarana dan prasarana, serta pengawasan pendidikan pada tingkat satuan pendidikanÂ
Hal tentang Komite Sekolah dimuat dalam Pasal 1 Nomor (25), Pasal 38, Pasal 51, Pasal 56, dan Pasal 66 UU Sisdiknas 2003. Keberadaan Komite Sekolah di Kurikulum 2004 kemudian diperkuat lewat PP Nomor 19 Tahun 2005 Tentang Standar Nasional Pendidikan.
Pada PP tentang Standar Nasional Pendidikan inilah Komite Sekolah punya hak untuk mengatur pedoman tentang struktur organisasi satuan pendidikan {Pasal 52 Ayat 1 Butir (c)} dan mengatur biaya operasional satuan pendidikan {Pasal 52 Ayat 1 Butir (i)}.Â
Tahun demi tahun berganti dan kurikulum kemudian diperbarui menjadi Kurikulum 2006 atau disebut juga dengan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). Menurut Permendiknas Nomor 24 Tahun 2006 Tentang Standar Kompetensi Lulusan Untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah, KTSP adalah kurikulum operasional yang ditetapkan oleh kepala satuan pendidikan dasar dan menengah setelah memperhatikan pertimbangan dari Komite Sekolah atau Komite Madrasah.Â
Maka dalam penyusunan KTSP, Komite Sekolah berperan dalam menetapkan visi, misi dan tujuan sekolah dengan berbagai implikasinya terhadap program kegiatan operasional untuk mencapai tujuan sekolah.
Peran Komite Sekolah dalam KTSP juga disebut dalam PP Nomor 48 Tahun 2008 Tentang Pendanaan Pendidikan dan PP Nomor 17 Tahun 2010 Tentang Pengelolaan dan Penyelenggaraan Pendidikan
Kemudian kurikulum diperbarui lagi jadi Kurikulum 2013 (K13) dan terbitlah Permendikbud Nomor 75 Tahun 2016 yang menguatkan peran Komite Sekolah dalam peningkatan mutu pelayanan pendidikan oleh satuan pendidikan.
Permendikbud ini merevitalisasi peran dan fungsi Komite Sekolah agar dapat menerapkan prinsip-prinsip gotong royong, demokratis, mandiri, profesional, dan akuntabel.
Kini setelah Kurikulum Merdeka diberlakukan, posisi Komite Sekolah masih sama seperti sebelumnya. Kemdikbudristek sendiri telah mengajukan RUU Sisdiknas untuk menggantikan UU Sisdiknas 2003. Pada penyusunan RUU Sisdiknas inilah menggema pro dan kontra tentang keberadaan Komite sekolah yang datang dari 42 organisasi pendidikan, praktisi, akademisi, ahli pendidikan hingga ahli hukum.
Posisi Komite Sekolah
Permendikbud Nomor 75/2016 mendefinisikan Komite Sekolah sebagai lembaga mandiri yang beranggotakan orangtua/wali peserta didik, komunitas sekolah, serta tokoh masyarakat yang peduli pendidikan. Anggotanya dipilih secara akuntabel dan demokratis melalui rapat orang tua/wali siswa. Setelah terpilih, Komite Sekolah kemudian ditetapkan oleh kepala sekolah yang bersangkutan.
Ini berarti kedudukan (ketua) Komite Sekolah sejajar dengan kepala sekolah. Namun, fakta yang banyak dikeluhkan masyarakat adalah arogansi Komite Sekolah yang lebih powerful dari kepala sekolah.
Anggota Komite Sekolah bisa mengeliminasi kegiatan ekstrakurikuler berdasarkan unsur like-dislike ke pelatih, guru, atau karena anaknya tidak terpilih ikut lomba di ekstrakurikuler tersebut. Hal itu dimungkinkan sebab salah satu tugas Komite Sekolah adalah memberi pertimbangan dalam penentuan dan pelaksanaan kebijakan (Pasal 3 Ayat 1 Permendikbud 75/2016).
Posisi ketua Komite Sekolah di banyak tempat juga amat dihormati melebihi kepala sekolah. Para orang tua/wali akan lebih menunduk hormat ke Komite Sekolah daripada ke para guru. Sebetulnya tidak bisa disalahkan, sebab segala kegiatan dan program sekolah sebelum dijalankan harus lebih dulu diketahui oleh Komite Sekolah.
Sebetulnya apa benar ada Komite Sekolah yang powerful seperti itu? Bila seseorang sudah berada di dua masa jabatan, berarti enam tahun, sebagai Komite Sekolah, amat mungkin dia lantas merasa punya kuasa atas posisi yang diembannya, sehingga memanfaatkan posisi tersebut untuk keuntungannya.
Hal lain yang membuat kubu kontra ingin Komite Sekolah dihapus karena pengurusnya dianggap cuma kepanjangan tangan sekolah untuk minta sumbangan. Sekolah (negeri) memang dilarang memungut dana dalam bentuk apa pun dari orang tua/wali dan pihak luar, tapi Komite Sekolah boleh.
Pada Permendikbud No. 75/2016 Pasal 10 Ayat 1 disebutkan bahwa Komite Sekolah melakukan penggalangan dana dan sumber daya pendidikan lainnya untuk melaksanakan fungsinya dalam memberikan dukungan tenaga, sarana dan prasarana, serta pengawasan pendidikan.Â
Dibolehkannya Komite Sekolah menggalang dana karena Komite Sekolah merupakan representasi dari orang tua dan masyarakat yang peduli pada pendidikan. Maka apa yang dilakukan oleh Komite Sekolah sejatinya untuk kepentingan pendidikan di suatu sekolah.
Fungsi Pengawasan Komite Sekolah
Fungsi pengawasan Komite Sekolah terhadap jalannya pendidikan yang paling krusial adalah mengawal transparansi pengelolaan dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS). Inilah yang diinginkan pihak yang ingin Komite Sekolah tetap ada dan diakomodir di RUU Sisdiknas.
Bila tidak ada Komite Sekolah sebagai lembaga resmi yang mewakili orang tua dan masyarakat, pengelolaan keuangan sekolah dikhawatirkan lepas kontrol karena tidak ada yang mengawasi. Aktivitas di sekolah juga bakal stagnan karena tidak ada program dan kebijakan yang memberdayakan dan mengembangkan potensi peserta didik diluar kegiatan belajar-mengajar di kelas.
Makanya Komite Sekolah jangan sampai dihapus, melainkan dioptimalkan perannya supaya lebih baik lagi. Pihak yang ingin mempertahankan keberadaan Komite Sekolah juga bilang kalau Komite Sekolah merupakan wadah bersatunya perangkat sekolah, orang tua siswa, dan masyarakat di lingkungan sekolah. Kolaborasi pihak-pihak itu bisa mewujudkan pengelolaan sekolah yang baik.Â
Komite Sekolah yang Ideal?
Mempertahankan atau menghapus Komite Sekolah sebenarnya sama-sama bukan pilihan yang menguntungkan peserta didik dan sekolah yang bersangkutan kalau pertimbangannya emosional alih-alih rasional.Â
Tahap awal paling penting yang harus dicapai supaya Komite Sekolah betul-betul menjalankan tugas dan fungsinya sesuai Permendikbud 75/2016 adalah perekrutan pengurusnya secara transparan. Komite Sekolah butuh diisi oleh orang-orang yang betul-betul peduli pendidikan, bukan sekadar untuk gengsi apalagi karena ingin disegani.
Kemudian, orang tua/wali siswa mengawasi masa jabatan tiap-tiap pengurus dan anggotanya supaya tidak dimanipulasi oleh orang yang ingin berlama-lama di Komite Sekolah. Seseorang yang terlalu lama berada di satu jabatan publik rentan memanfaatkan jabatan itu untuk mendapat keuntungan pribadi.Â
Pemilihan Komite Sekolah juga perlu langsung melibatkan orang tua/wali siswa yang diaspirasikan lewat Paguyuban Kelas. Selama ini orang tua di banyak sekolah tidak tahu seperti apa Komite Sekolah dipilih. Apakah seseorang mengajukan dirinya sendiri atau diminta atau bagaimana.
Cara lainnya, berikan kesempatan bagi orang tua/wali untuk memberikan usul yang disertai alasan kuat mengapa seseorang layak jadi Komite Sekolah. Kalau tidak tercapai musyawarah mufakat dalam memilih Komite Sekolah, barulah diadakan pemungutan suara untuk memilih orang-orang yang punya komitmen memajukan dan mengawal pendidikan di sekolah yang bersangkutan.
Kalau Komite Sekolahnya bersih dan menjalankan tugas dan fungsi sebagaimana mestinya, maka kolaborasi sekolah dengan orang tua dapat tercapai terutama demi kenyamanan peserta didik memperoleh pendidikan yang optimal di sekolah yang bersangkutan.
***
Selain di situs Kemdikbudristek, masyarakat masih bisa mengikuti dan mengkritisi RUU Sisdiknas ini lewat situs kawalruusisdiknas.id.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H