Momod dan Mimin bahkan tidak  menyimpan nomor telepon kami-para sepupunya. Kalau Lebaran juga tidak pernah ikut kumpul karena kalau tidak pulang kampung ke tempat pasangan masing-masing, ya liburan ke Bangka Belitung, tempat asal ibu mereka. Padahal ibu mereka sudah jadi orang Tangsel.
Paling awkward di awal mereka hijrah, mereka tidak mau bersalaman dengan para sepupu yang beda jenis kelamin. Padahal waktu kecil kami akrab sekali. Saat para sepupu lain saling cipika-cipika penuh canda tawa, dengan mereka hanya menangkupkan tangan sambil kami bingung harus menyapa yang seperti apa, kuatir menyinggung syariah.
Rahmatan Lil Alamin
Hijrahnya Nabi Muhammad dan pengikutnya dari Mekah ke Madinah pada Juni 622 M sedikitnya ada hubungan dengan kaum hijrah masa kini yang berikhtiar untuk menjalankan syariat dan sunah secara kaffah (total dan menyeluruh).
Hanya saja, buat apa berhijrah kalau menyusahkan orang lain karena tidak mau mencari nafkah selain di jalan yang  itu-itu saja. Padahal bumi Allah ini luas dan tidak ada larangan mencari nafkah kecuali di jalan yang sesat.
Lalu buat apa berhijrah kalau menjauhkan diri dari keluarga besar hanya karena mereka bukan mahram? Lebih lagi, berhijrah tapi menyusahkan orang tua dan membiarkan kakak yang difabel menanggung nafkah mereka, itu buat apa?
Islam itu rahmatan lil alamin, rahmat untuk semua, bukan hanya untuk kaum tertentu. Rasulullah sudah mencontohkan bagaimana umatnya harus bersikap dalam kehidupan sehari-hari.
Kelak kita tidak usah heran kalau banyak umat Islam yang meragukan ajaran agamanya sendiri diakibatkan orang-orang berpemahaman dangkal yang menyakiti saudara seiman mereka, langsung dan tidak langsung, atas nama agama.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI