Mohon tunggu...
Yana Haudy
Yana Haudy Mohon Tunggu... Full Time Blogger - Ghostwriter

Pekerja sektor informal. Juru ketik di emperbaca.com. Best in Opinion Kompasiana Awards 2022.

Selanjutnya

Tutup

Parenting Artikel Utama

Mengasah Daya Juang Gen Alpha yang Hidupnya Sudah Dipermudah Teknologi

12 Juni 2023   17:33 Diperbarui: 13 Juni 2023   01:45 1675
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Padahal mereka cuma perlu diminta sambil dibercandai atau sambil diajak ngobrol tentang game, teman-teman, atau hiburan yang sedang mereka sukai. 

Kemudian, karena sering ditolak dan dibantah, sebagian besar orangtua lantas menyerah. Sebagian karena alasan tidak tega nyuruh-nyuruh, sebagian lagi beralasan percuma meminta anak membantu, toh tidak pernah dikerjakan. Sementara tidak sedikit juga orangtua yang memaksa dengan segala cara supaya anak mau membantu, sampai-sampai si anak tertekan.

Sikap para orangtua itu untuk jangka pendek memang mengesankan kedamaian. Tidak ada ribut-ribut didalam rumah dan tidak perlu usaha ekstra untuk mengajari anak sesuai karakter Gen Alpha, tapi sikap inilah yang juga berpotensi menjerumuskan anak. 

Ketika dihadapkan pada suatu masalah di masa dewasa, mereka kesulitan mencari solusi sendiri karena selalu menganggap hidup seharusnya sama mudahnya seperti saat mereka kecil.

Masalah Anak Tidak Sama dengan Masalah Orangtua

Anak punya masalahnya masing-masing yang tidak sama seperti masalah orangtua. Orangtua perlu mengawasi dan membimbing anak setiap waktu, tapi tidak perlu sampai terlibat mencampuri dan menyelesaikan masalah mereka. 

Sebagai contoh, sudah sering terjadi sesama anak saling adu usil di kelas, salah satunya iseng menaruh isi spidol di meja yang mengakibatkan baju temannya kena tinta. Anak itu mengadu pada ibunya dan ibunya marah besar karena membersihkan seragam kena tinta itu susahnya bukan main.

Si ibu kemudian mengadukan soal seragam bertinta itu kepada wali kelas. Wali kelas minta maaf karena tidak bisa mengawasi murid-muridnya tiap menit. Si ibu tidak puas karena keinginannya supaya wali kelas menghukum anak yang menaruh isi spidol tidak terkabul. Maka dia, sebut saja Ibu A, menelepon Ibu B untuk menegur dan mengatakan kalau Ibu B tidak becus mendidik anak.

Ibu B tidak terima dan sakit hati dibilang seperti itu. Babak baru pun dimulai. Saat anak-anaknya di kelas sudah baikan dan berteman kembali dengan cerianya, ibu-ibu mereka tidak putus-putusnya bersitegang.

Anak mudah melupakan pertengkaran dengan kawannya karena mereka tidak baperan. Anak-anak, apalagi di sekolah, mudah bertengkar, tapi juga mudah saling memaafkan. Jadi kalau anak bertengkar dengan temannya, biarkan dia menyelesaikan masalahnya sendiri. Tidak perlu emak-emaknya ikut ribut dan berkelahi. 

Hal sama juga berlaku saat kemah Pramuka. Kalau anak diminta memasak sendiri oleh guru dan kakak pembina untuk melatih life skill dan kemandiriannya, tidak perlu orangtua yang turun tangan merajang-rajang sayuran dengan alasan supaya anak tidak luka kena pisau.

Lain halnya kalau ada teman anak kita yang mengejeknya terus-terusan barulah kita minta bantuan guru atau kepala sekolah untuk memediasi dengan orangtua anak itu. Mengejek terus-menerus yang dilakukan dalam waktu lama termasuk dalam perundungan yang bisa mengganggu kesehatan mental anak.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Parenting Selengkapnya
Lihat Parenting Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun