Mohon tunggu...
Yana Haudy
Yana Haudy Mohon Tunggu... Full Time Blogger - Ghostwriter

Pekerja sektor informal. Juru ketik di emperbaca.com. Best in Opinion Kompasiana Awards 2022.

Selanjutnya

Tutup

Music Artikel Utama

Regenerasi Band Papan Atas, Tersendat atau Wajar?

4 Juni 2023   14:08 Diperbarui: 6 Juni 2023   15:21 9768
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Padi Reborn dengan formasi lengkap Piyu, Fadly, Rindra, Yoyo, dan Ari tampil di Kota Semarang (24/11/2019) Foto: KOMPAS/P RADITYA MAHENDRA YASA 

Di musik yang lebih keras memekakkan telinga ada The Last Suffer, Hollykillers, Avhath, Zues, Viscral, Darksovls, dan termasuk Voice of Baceprot yang jadi penerus Burgerkill dan Siksakubur. Ini bisa jadi bukti bahwa regenerasi musik cadas tidak pernah tersendat. 

Voice of Baceprot bagus dalam bermusik karena beberapa kali dapat penghargaan internasional. Sayangnya buat saya suara vokalisnya ngepop banget daripada metal.

Sementara itu regenerasi yang sama stabilnya juga ada di genre ska dan grunge. Sama seperti metal, sedari awal ska dan grunge bermusik di jalur indie yang tidak terikat dengan selera pasar sehingga kemampuannya bertahan lebih tangguh daripada band pop yang rentan tergilas penyanyi solo.

Menantikan Munculnya Band Papan Atas Baru

Pada 1990-an sampai awal 2000-an musik dari band disukai semua laki-laki dan perempuan. Sekarang band cuma disukai laki-laki karena yang perempuan lebih menggilai K-pop.

Mungkin karena selera pasar yang belum memungkinkan, label mayor enggan memodali band baru yang akan diorbitkan jadi band besar. Tapi mosok harus nunggu selera pasar dulu? Siapa tahu selera pasar berubah kalau mereka diberi pilihan selain K-pop dan penyanyi solo.

Makanya bila Gen X dan Milenial punya bejibun band pop keren dan populer yang mewakili generasinya, Gen Z tidak. Mereka tidak punya band yang mewakili generasinya sehingga ikutan mendengarkan band-band lawas dari jaman bapak-ibunya.

Kalau mau menikmati musik dari anak band, mereka harus mencari band favorit sendiri dari platform streaming musik, pertunjukkan seni, konser mini di suatu komunitas, atau dari kafe ke kafe.

Band-band baru bukannya tidak ada. Jumlahnya banyak, tapi mereka memilih jalur indie. Alasan terbesarnya karena kebebasan beride dan kreativitas yang tidak mereka dapat di label mayor. 

Sementara itu untuk membuat satu band jadi band papan atas diperlukan modal yang super besar untuk promosi, distribusi, serta penguasaan platform streaming musik yang cuma dimiliki label mayor.

Mungkin anak band sama seperti Kompasianer, dibayar atau tidak kita tetap menulis, kalau kemudian dapat K-Rewards itu kita anggap sebagai bonus.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Music Selengkapnya
Lihat Music Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun