Mohon tunggu...
Yana Haudy
Yana Haudy Mohon Tunggu... Full Time Blogger - Ghostwriter

Pekerja sektor informal. Juru ketik di emperbaca.com. Best in Opinion Kompasiana Awards 2022.

Selanjutnya

Tutup

Book Artikel Utama

Elevasi Buddhisme dan Jawa dalam Petualangan Psikologi Horor "Berdansa dengan Kematian" Karya Acek Rudy

13 Mei 2023   18:26 Diperbarui: 15 Mei 2023   10:46 1263
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Era blog pribadi yang setiap-hari-dapat-komentar-dari-pembaca-setia sudah lewat. Sejak masifnya kemunculan media sosial di 2009 hampir tidak ada blog pribadi yang punya pembaca setia dan dikomentari tiap hari.

Hal seperti itu hanya bisa terjadi di blog publik seperti Kompasiana, Terminal Mojok, IDN Times, Indonesiana, atau Seword, bukan di blog pribadi. Para penulis di blog publik lebih tepat disebut sebagai penulis konten (content writer) sebab mereka hanya menulis, tidak mengelola keseluruhan blog.

Inilah yang namanya unsur plausibilitas, yakni kemungkinan terjadinya adegan yang masuk akal berdasarkan logika pada cerita fiksi.

Novel Berdansa dengan Kematian | foto: dokpri
Novel Berdansa dengan Kematian | foto: dokpri

Selain blog pribadi, ada kata gaul kekinian, yaitu bingit. Melihat ada kata bingit (mungkin maksudnya bingits, sebab bingit punya arti lain lagi di KBBI) yang diucapkan Cathy sahabat Arun, kita yakin latar waktu Berdansa dengan Kematian ada di masa kini.

Namun latar waktu masa kini itu kabur sebab Desa Kawurungan ternyata hanya berjarak 150 kilometer dari Jakarta. Itu berarti masih masuk wilayah Jawa Barat di sekitar Bogor, Cianjur, Purwakarta, dan Bandung yang dihuni penduduk suku Sunda. Akan tetapi di Desa Kawurungan ada orang yang dipanggil pakde dan mbah, juga asisten desa yang memakai blangkon.

Panggilan pakde dan mbah lekat untuk orang Jawa, begitu juga dengan blangkon yang identik sebagai penutup kepala khas Jawa. Orang Sunda memanggil pakde dan mbah dengan sebutan uwa dan aki. Blangkon di Sunda disebut dengan totopong, pangsi, atau iket Sunda.

Kidung sinden yang kerap terdengar seiring dengan kemunculan Kebo Kumembeng juga berbahasa Jawa. Ibu Arun dikisahkan juga terlahir sebagai perempuan asli Jawa yang lahir di Kawurungan.

Memang bukan hal aneh di lingkungan Sunda ada orang yang dipanggil pakde atau mbah dan orang yang pakai blangkon. Kita negara Bhinneka Tunggal Ika di mana semua suku bisa saling kawin-campur. Hanya saja andai jarak Desa Kawurungan dijauhkan jadi 250 kilometer dari Jakarta, kita sudah sampai di wilayah suku Jawa dan makin menikmati novel petualangan horor thriller ini dengan lebih berdesir-desir.

Pada bab akhir, ada kalimat dari Zasil yang menyebut, "Tidak semudah itu, Ferguso." Nampak kalimat ini dibuat sebagai penyegar sesuai intrinsik Acek Rudy yang humoris, tapi ada penguasa kerajaan gaib yang bawa-bawa kalimat gaul dari medsos, sungguh membuat ketegangan membaca jadi terganggu. Ditengah adegan berantem, pula.

Inkonsistensi EYD

Penulisaan Ejaan yang Disempurnakan (EYD) patut diacungi jempol karena novel ini diterbitkan oleh penerbit mayor yang kualitas terbitannya tidak diragukan. Namun ada inkonsistensi dalam menerapkan EYD di Berdansa dengan Kematian.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Book Selengkapnya
Lihat Book Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun