Mohon tunggu...
Yana Haudy
Yana Haudy Mohon Tunggu... Full Time Blogger - Ghostwriter

Juru ketik di emperbaca.com. Penulis generalis. Best in Opinion Kompasiana Awards 2022.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Seribu Cara Menghentikan Laju Putus Sekolah

7 Mei 2023   13:41 Diperbarui: 7 Mei 2023   13:49 900
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Saya tertarik dengan beberapa artikel dari teman-teman di Komunitas Penulis Berbalas (KPB) yang menulis kalau kesulitan biaya dan keterbatasan akademis sebagai alasan utama seorang anak jadi putus sekolah.

Sekolah Negeri

Sekolah negeri dan sekolah swasta sama-sama dapat subsidi dari Kemdikbudristek lewat dana BOS (Bantuan Operasional Sekolah).

Bila swasta masih mengutip biaya gedung, seragam, iuran bulanan, dan uang ekstrakurikuler, maka sekolah negeri tidak. Belajar di sekolah negeri gratis, orang tua/wali tidak perlu mengeluarkan uang sepeser pun untuk bayar sekolah. 

Sekolah negeri yang komite sekolahnya memungut biaya HANYA sekolah yang punya banyak ekstrakurikuler atau sekolah kejuruan yang melakukan banyak praktikum.

Kalau sekolah negeri tidak punya banyak kegiatan ekstrakurikuler atau praktikum, komite sekolah tidak akan mengumpulkan sumbangan dari orang tua, jadi sekolahnya 100% gratis karena semuanya telah terpenuhi dari BOS.

Anak miskin yang belajar di sekolah negeri bahkan akan diberikan seragam gratis dan dipinjami buku teks. Syaratnya buku itu tidak boleh dicorat-coret oleh siswa karena telah dicatat sebagai milik negara dan akan digunakan untuk siswa miskin di tahun berikutnya.

Paguyuban kelas yang terdiri dari orang tua/wali kemudian bisa mengumpulkan iuran kas untuk membantu membeli sepatu, ATK, dan perlengkapan belajar buat siswa miskin yang belajar di kelas mereka.

Kalau tidak ada paguyuban kelas karena semua siswa kelas itu berasal dari keluarga miskin, komite sekolah boleh menggalang sumbangan dana dari pihak luar sekolah yang punya kepedulian terhadap pendidikan.

Penggalangan dana oleh komite sekolah dibolehkan oleh Permendikbud Nomor 75 Tahun 2016 Pasal 3 Ayat (1) bagian b dan Ayat (2).

Kalau tidak ada komite sekolah saking orang tua siswa sekolah itu miskin semua, maka kepala sekolah bisa minta bantuan dinas pendidikan setempat untuk membuat program orang tua asuh.

Sekolah negeri bisa jadi solusi untuk menghindarkan anak dan remaja dari putus sekolah. Namun, kalau si anak putus sekolah bukan karena miskin, lain lagi penanganannya.

Angka Putus Sekolah

Angka putus sekolah dari BPS pada 2022 meningkat di semua jenjang pendidikan dibanding 2021.

Tercatat angka putus sekolah dijenjang SD meningkat dari 0,12% pada 2021 jadi 0,13% pada 2022. Di jenjang SMP terjadi kenaikan dari 0,90% di 2021 jadi 1,06% di 2022. Prosentase dijenjang SMA lebih besar, mencapai 1,38% pada 2022 dari 1,12% di 2021.

Selain menyekolahkan anak atau saudara kita ke sekolah negeri yang gratis, adakah upaya lain mengurangi angka putus sekolah tersebut?

Empati Berwujud Aksi

Keberadaan sekolah negeri yang bisa jadi solusi sekaligus rumah bagi anak putus sekolah telah dibuktikan oleh guru-guru di SDN Margabakti Kabupaten Kuningan, Jabar.

Jodi, anak yang nyaris buta huruf karena kakek-nenek yang mengasuhnya terlalu miskin untuk menyekolahkannya, tertolong oleh empati para guru di sekolah itu. 

Jangankan beli buku, seragam, atau sepatu, untuk makan saja mereka mengandalkan beras bantuan pemerintah. Tiap hari cuma makan nasi dengan ikan asin, garam, atau cabe. Nasi pun tidak setiap hari ada.

Seorang guru yang melihat Jodi berdiri di depan sekolah lantas mengajaknya belajar. Para guru kemudian jadi orang tua asuh buat Jodi yang membelikannya sepatu dan seragam.

Semua ibu guru di SDN Margabakti bahkan bergantian memandikan Jodi tiap pagi karena di rumah anak itu tidak ada air.

Para guru di Kabupaten Kuningan itu telah mewujudkan empati mereka jadi aksi nyata. Kalau mau kita juga bisa jadi orang tua asuh untuk anak miskin di sekitar kita supaya mereka tidak putus sekolah.

Hilang minat untuk bersekolah, pola asuh keluarga yang terlalu bebas atau terlalu mengekang, dan pengaruh medsos kini mendominasi alasan putus sekolah daripada sekadar tidak punya uang seperti Jodi.

Mengutip kompascom, remaja yang saban weekend beraksi di Citayam Fashion Week tidak melanjutkan sekolah karena ingin fokus membuat konten. Cuma segelintir yang putus sekolah karena tidak ada biaya.

Mereka berharap bisa mengisi waktu dan mencari teman di Citayam Fashion Week sekaligus bikin konten sehingga bisa dapat uang dari ngonten.

Kalau berhenti sekolah hanya karena ingin jadi content creator, berarti ada yang bolong-bolong pada pola asuh keluarganya. Pola asuh yang buruk dari keluarga dan pengaruh medsos membuat anak tidak lagi punya motivasi bersekolah.

Amat mengkhawatirkan kalau anak-anak Citayam Fashion Week ini jadi idola. Anak dan remaja diluar sana akan berpikir tidak apa tidak melanjutkan sekolah, toh bisa bikin konten, viral, terkenal, dan banyak duit.

Kalau sudah begitu, keluarga si remaja harus ekstra sabar memberi perhatian, termasuk sebisa mungkin memberi pengertian supaya mau melanjutkan sekolah.

Tutor dan pengurus PKBM (Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat) juga bisa mendekati remaja putus sekolah supaya mau melanjutkan pendidikan tanpa menyuruh mereka kembali ke sekolah formal. 

PKBM ada di tiap kota dan kabupaten. Di kota besar malah ada di tiap kecamatan jadi setiap orang bisa meneruskan pendidikan walau tidak belajar di sekolah formal.

Kejar Paket dan Homeschooling

Kejar Paket ini akronim, ya, bukan arti harfiah mengejar paket dari abang kurir Shopee. Kejar Paket artinya kelompok belajar program pendidikan kesetaraan. 

Kejar Paket ini mirip seperti homeschooling. Bedanya Kejar Paket diikuti oleh orang-orang eks putus sekolah yang ingin melanjutkan pendidikan, tapi sudah terlalu tua untuk ikut sekolah formal.

Sedangkan homeschooling diikuti oleh anak-anak usia sekolah yang tidak bisa mengikuti sekolah formal karena berbagai alasan.

Lulusan Kejar Paket dan homeschooling bisa melanjutkan ke perguruan tinggi seperti lulusan sekolah formal. Jadi tidak ada diskriminasi. Anak dan remaja yang putus sekolah bisa mewujudkan cita-cita mereka.

***

Negara Indonesia bisa merdeka dari ratusan tahun penjajahan berkat generasi mudanya yang berpendidikan tinggi.

Belanda sadar bahwa musuh utama penjajahan adalah pendidikan. Makanya rakyat jelata di masa kolonialisme dilarang sekolah.

Cuma keluarga pejabat daerah pribumi yang boleh sekolah, itupun sering dapat diskriminasi dan hinaan dari orang-orang Belanda.

Selain memerdekakan bangsa, pendidikan mampu memerdekakan kita dari pola pikir yang sempit dan keengganan melakukan hal besar.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun