Mohon tunggu...
Yana Haudy
Yana Haudy Mohon Tunggu... Full Time Blogger - Ghostwriter

Istri petani. Juru ketik di emperbaca.com. Best in Opinion Kompasiana Awards 2022.

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Artikel Utama

Kartini yang Berlebaran dan Berkarier Sesuai Cita-citanya Sendiri

21 April 2023   09:08 Diperbarui: 23 April 2023   10:49 800
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Poster Raden Ajeng Kartini menghiasi tembok rumah di Jalan Halim Perdana Kusuma, Kota Tangerang, Minggu (12/4/2020).| KOMPAS/HERU SRI KUMORO

Hari Kartini tahun ini bertepatan dengan Idulfitri 1444 H bagi sebagian rakyat Indonesia yang meyakini jatuhnya bulan Syawal berdasarkan wujudul hilal.

Meski begitu saya dan keluarga besar belum berlebaran karena ikut perayaan Idulfitri pada 22 April 2023.

Hari lebaran termasuk hari paling sibuk buat ibu-ibu se-Indonesia melebihi sibuknya Ibu Kita Kartini. Bila Ibu Kita Kartini tidak pusing dengan urusan masak, bebersih, dan mengepak baju buat mudik, mayoritas ibu-ibu jaman now mengerjakan sendiri urusan rumah tangganya.

Ilustrasi dari iStock.
Ilustrasi dari iStock.
Ibu-ibu yang biasa dibantu pekerja rumah tangga (PRT) pun sering harus berjibaku sendirian saat lebaran karena PRT mereka mudik. 

Bagi yang dompetnya setebal Nagita Slavina dan Nia Ramadhani, tidak masalah mempekerjakan PRT pengganti yang upahnya berlipat-lipat. Namun buat ibu-ibu yang isi saldonya cuma cukup buat beli Honda Scoopy, lebih baik mengerjakan sendiri urusan rumah tangga menjelang dan saat lebaran, daripada membayar PRT pengganti.

Kartini dan Pendidikan

Awalnya saya mengira Kartini memperjuangkan emansipasi wanita supaya sejajar dengan pria. Ternyata setelah menonton film Kartini yang dibintangi Dian Sastro, saya baru tahu kalau hal utama yang diperjuangkan Kartini adalah pendidikan bagi perempuan.

Di masa kolonial, baik di Indonesia dan dihampir seluruh belahan dunia, perempuan diposisikan hanya sebagai pengurus rumah tangga dan pabrik anak. Makanya perempuan tidak perlu sekolah, bisa baca-tulis-berhitung (calistung) saja sudah cukup.

Karena tidak punya pengetahuan, maka kaum perempuan tidak berdaya terus diposisikan sebagai keset lelaki. Ini yang diperjuangkan Kartini. Kartini berusaha membuka sekolah dan memberi pengajaran pada kaumnya supaya pikiran perempuan jadi terbuka dan mereka mampu menentukan sendiri jalan hidupnya.

Dengan begitu kedudukan perempuan tidak lagi berada dibawah laki-laki, melainkan sejajar dan saling mengisi peran dengan suaminya kelak.

Posisi perempuan yang sejajar dengan laki-laki ini ternyata sudah ada dalam Al Quran dan Hadis, seperti adegan di film Kartini saat dia bertanya pada kyai yang memberi pengajian di rumahnya.

Ayah Kartini pun sebenarnya menginginkan semua anak perempuannya berpendidikan, tapi tekanan dari sesama pejabat daerah dan penjajah Belanda membuatnya tunduk pada kebiasaan feodal.

Perempuan dan Lebaran

Para perempuan, terutama ibu-ibu, bahkan ibu kantoran, punya insting alami untuk mengatur dan mengurus rumahnya supaya rapi, bersih, dan siap menerima handai taulan untuk saling bersilaturahmi.

Karena itulah menjelang lebaran banyak dari ibu-ibu ini yang berinisiatif mengecat rumah, membersihkan semua sudut rumah dari debu, mengganti gorden, mencuci sofa, atau merenovasi sedikit dapurnya.

Sebagian dari mereka bahkan mengerjakan sendiri hal yang mereka inisiasi. Pertama karena alasan lebih puas, kedua karena duit yang terbatas.

Keinginan membersihkan dan merapikan rumah ini bukan karena perempuan dibebani tanggung jawab jadi inem, tapi karena insting alami mereka yang suka kebersihan dan keteraturan.

Para perempuan ini secara sadar memutuskan dan melakukan sendiri hal yang mereka lakukan menjelang, saat, dan setelah lebaran. Jadi bukan karena tekanan suami, orang tua, mertua, atau tetangga.

Kalau ada ibu-ibu yang melakukannya karena terpaksa, berarti pikirannya belum merdeka sebagaimana yang diinginkan Ibu Kita Kartini. 

Pikiran yang belum merdeka bisa terjadi karena sang perempuan belum berani menentukan arah langkahnya untuk masa depannya sendiri.

Pikiran perempuan Indonesia makin maju dan terbuka dari waktu ke waktu. Mereka yang memilih jadi ibu rumah tangga bukan melakukan karena terpaksa, tapi keutamaan mendidik anak-anak dari tangannya sendiri.

Mereka yang memilih berkarier juga bukan karena tuntutan ego, tapi demi hasratnya memajukan bidang yang disukainya.

***

Selamat Idulfitri 1444 Hijriah. Mohon Anda memaafkan semua kesalahan dalam tulisan dan komentar saya yang tidak berkenan di hati Anda semua. Semoga Allah meridhoi ibadah Ramadan kita, Aamiin.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun