Ayah Kartini pun sebenarnya menginginkan semua anak perempuannya berpendidikan, tapi tekanan dari sesama pejabat daerah dan penjajah Belanda membuatnya tunduk pada kebiasaan feodal.
Perempuan dan Lebaran
Para perempuan, terutama ibu-ibu, bahkan ibu kantoran, punya insting alami untuk mengatur dan mengurus rumahnya supaya rapi, bersih, dan siap menerima handai taulan untuk saling bersilaturahmi.
Karena itulah menjelang lebaran banyak dari ibu-ibu ini yang berinisiatif mengecat rumah, membersihkan semua sudut rumah dari debu, mengganti gorden, mencuci sofa, atau merenovasi sedikit dapurnya.
Sebagian dari mereka bahkan mengerjakan sendiri hal yang mereka inisiasi. Pertama karena alasan lebih puas, kedua karena duit yang terbatas.
Keinginan membersihkan dan merapikan rumah ini bukan karena perempuan dibebani tanggung jawab jadi inem, tapi karena insting alami mereka yang suka kebersihan dan keteraturan.
Para perempuan ini secara sadar memutuskan dan melakukan sendiri hal yang mereka lakukan menjelang, saat, dan setelah lebaran. Jadi bukan karena tekanan suami, orang tua, mertua, atau tetangga.
Kalau ada ibu-ibu yang melakukannya karena terpaksa, berarti pikirannya belum merdeka sebagaimana yang diinginkan Ibu Kita Kartini.Â
Pikiran yang belum merdeka bisa terjadi karena sang perempuan belum berani menentukan arah langkahnya untuk masa depannya sendiri.
Pikiran perempuan Indonesia makin maju dan terbuka dari waktu ke waktu. Mereka yang memilih jadi ibu rumah tangga bukan melakukan karena terpaksa, tapi keutamaan mendidik anak-anak dari tangannya sendiri.
Mereka yang memilih berkarier juga bukan karena tuntutan ego, tapi demi hasratnya memajukan bidang yang disukainya.
***