Mohon tunggu...
Yana Haudy
Yana Haudy Mohon Tunggu... Penulis - Ghostwriter

Juru ketik di emperbaca.com. Best in Opinion Kompasiana Awards 2022. Peduli pendidikan dan parenting

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Asa Jadi Miliarder Sebelum Lebaran dan Secarik Kisah dari UGR Tol Yogya-Bawen

4 April 2023   13:42 Diperbarui: 5 April 2023   14:22 1579
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

UGR singkatan dari uang ganti rugi. Di zaman Jokowi, saking besarnya nominal ganti rugi, warga tidak lagi menyebutnya sebagai ganti rugi, melainkan ganti untung. Itu karena uang yang diterima warga besarnya bikin melotot. Bahkan galengan (pematang sawah) saja dihargai dan diberi uang ganti rugi.

Skema "ganti untung" ini sebenarnya sudah diamanatkan dalam UU Nomor 2 Tahun 2012 Tentang Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan Untuk Kepentingan Umum. Jadi, kalau besarnya ganti rugi baru terasa di zaman Jokowi, itu karena baru Jokowi yang memulai lagi pembangunan besar-besaran setelah Soeharto tumbang tahun 1998.

Tahapan Pembebasan Lahan

Saya tinggal di kecamatan Muntilan yang lima desanya kena proyek tol Yogya-Bawen. Tol ini nantinya akan menyambung ke tol Trans Jawa. Orang yang bepergian dari Jakarta ke Yogya bisa bablas lewat tol tidak usah lagi lewat Bawen (sebelum Semarang) dan Magelang. 

Pun yang dari Yogya menuju Jakarta bisa langsung masuk tol dari Yogya, tidak keluar-keluar lagi, sampai ke Jakarta Outer Ring Road atau tol lingkar luar Jakarta yang bisa diteruskan ke tol dalam kota.

Kenalan saya yang tinggal di Kecamatan Ngluwar sudah menerima uang ganti rugi dari proyek tol Yogya-Bawen ini. Sementara warga di Kecamatan Muntilan masih menunggu pencairan dana. Harapan mereka duit ganti rugi cair sebelum Lebaran.

Sebelum menerima uang ganti rugi, ada tahapan yang harus dilalui para warga ini. Dimulai dari pertemuan bersama Kemen PUPR, BPN, dan Pemkab Magelang.

Proyek tol ini tadinya tidak melewati Kecamatan Muntilan, melainkan Kecamatan Mungkid. Mungkin karena Mungkid adalah ibu kota kabupaten dan sulit jika harus menggusur kantor-kantor pemerintahan, maka belok ke Muntilan.

Soal ini pernah saya tulis di artikel berjudul Kasak-kusuk Ganti Untung Proyek Tol yang juga saya posting di Kompasiana.

Setelah sosialisasi, tahap berikutnya adalah pemasangan patok. Warga memasang patok sendiri di tanah atau rumah mereka yang berbatasan dengan tanah/bangunan milih orang lain. Pemasangan patok ini untuk memudahkan dan mempercepat petugas BPN mengukur tanah.

Setelah patok terpasang, ada pertemuan lagi untuk pemberkasan. Warga harus menunjukkan bukti kepemilikan tanah atau bangunan yang telah mereka patok itu. Setelah pemberkasan lengkap, tahapan berikutnya adalah pengukuran lahan dan bangunan.

Pengukuran ini disaksikan langsung oleh pemilik atau diwakili keluarga. Bila tanah diukur oleh petugas BPN, maka bangunan dinilai oleh tim appraisal.

Proses selanjutnya adalah validasi. Pada tahap inilah warga mengetahui nilai dari aset mereka yang kena proyek tol. 

Di Desa Keji ada yang dapat sampai 20 miliar karena selain tanah dan bangunannya ada di pinggir jalan, dia juga punya persewaan tempat nikah berbentuk pendopo outdoor yang letaknya sama-sama di pinggir jalan provinsi. Jadi nilai UGR yang diterimanya tinggi.

Warga dipersilakan tanda tangan bila menerima nilai ganti rugi itu, tapi bila menolak warga harus mengajukan keberatan ke pengadilan (saya tidak dapat info pengadilan negeri atau pengadilan perdata). Sebelum mengajukan keberatan ke pengadilan warga diberi waktu 14 hari andai berubah pikiran dari menolak jadi menerima nilai ganti rugi tersebut.

Warga di Desa Keji semuanya menerima dengan sukacita nilai ganti rugi itu, tapi warga di Desa Sokorini menolak. Mereka ingin nilai tanah dan bangunannya disamakan dengan warga di Desa Keji.

Berdasarkan Pasal 33 UU No. 2/2012, besarnya nilai ganti kerugian dilakukan bidang per bidang tanah, yang meliputi: tanah, ruang atas tanah dan bawah tanah, bangunan, tanaman, benda yang berkaitan dengan tanah, dan atau kerugian lain yang dapat dinilai.

Sebagai penduduk Desa Keji, saya tahu dari Pak Kadus kalau tanah di sini (yang kena proyek tol) semuanya produktif, subur dan sudah dikenal sebagai penghasil tembakau berkualitas. Pihak appraisal menilai tanah di Desa Keji lebih tinggi dari Desa Sokorini.

Pelan-pelan sudah ada beberapa warga yang menerima nilai ganti rugi itu. Sebab kalau menolak melebihi tenggat waktu, mereka harus menggugatnya ke pengadilan. Lebih repot, makan waktu dan tenaga juga.

Hanya Boleh Diwakili Keluarga

Berurusan dengan pengadilan bukan dilakukan oleh warga yang menolak saja, tapi juga oleh warga yang seluruh tahapannya diurus oleh orang lain (yang bukan keluarga).

Ada warga yang sudah puluhan tahun tinggal di Jakarta, tapi masih punya beberapa petak sawah yang digarap oleh tetangga desanya.

Si warga itu minta bantuan tetangga penggarap sawahnya untuk menghadiri pertemuan, pengukuran tanah, dan mengurus berkas-berkas. Padahal Bu Kades sudah menganjurkan lebih baik diurus sendiri atau oleh keluarga dekat (orang tua, kakak, adik, keponakan, cucu dsb), tapi si warga tidak mau.

Alhasil saat pencairan nanti uang akan diserahkan ke pengadilan dan si warga harus mengurus pencairan itu ke pengadilan.

Hal sama berlaku pada tanah yang dimiliki oleh orang yang sudah meninggal. Semua ahli waris harus tanda tangan bukti kepemilikan juga pada saat pencairan. Ada satu saja ahli waris yang tidak tanda tangan, ahli waris yang lain harus mengurus pencairan UGR ke pengadilan.

Uang ganti rugi untuk tanah yang pemiliknya sudah meninggal dibagi rata ke semua ahli waris yang sah menurut verifikasi keluarga dan aparat desa setempat (kepala desa dan kepala dusun). Jadi pembagian uang tidak berdasarkan hukum agama dan kepercayaan.

Didatangi Sales Mobil dan Harga Tanah Naik

Pada 2021 jagat maya ramai oleh fakta soal warga Di Tuban, Jatim yang ramai-ramai membeli mobil setelah menerima UGR untuk proyek kilang minyak Pertamina.

Netizen banyak yang mencibir dan menganggap mereka tidak bisa mengelola uang-padahal mereka juga belum tentu bisa. Sekarang saya menduga pembelian mobil oleh warga di Tuban itu mungkin, mungkin, karena bujuk rayu sales dari dealer mobil terdekat.

Warga Desa Keji dan Sriwedari bercerita kalau rumah mereka didatangi sales mobil. Berbagai brosur ditawarkan dengan iming-iming diskon dan beli sekarang sebelum harga naik.

Kok bisa, ya, pihak dealer tahu kalau warga ini-itu akan dapat uang ganti rugi? Entah.

Syukurlah warga tidak tergoda oleh penawaran miring harga mobil. Sebab pihak desa dan BPN sudah mewanti-wanti supaya hati-hati kalau kedatangan dealer (maksudnya sales mobil). 

Jangan sampai terjadi borong mobil seperti yang terjadi di Tuban. Nanti duit keburu habis malah gak dapat apa-apa, begitu warga diwanti-wanti.

Sementara itu, alih-alih beli mobil, warga di Desa Congkrang yang kena proyek tol sudah merencanakan akan membeli tanah lagi di seputaran Muntilan. Sayang sekali harga tanah di Muntilan sudah melonjak naik dua kali lipat sejak kecamatan ini termasuk dalam proyek tol.

Jadi, sebagian memilih menyimpan uangnya dulu di bank atau dibelikan emas. Setelah harga tanah stabil, baru mereka belikan tanah.

Kalau sudah naik begitu, apa harganya bisa turun seperti sebelum melonjak, ya?!

Dari sini saya juga baru tahu kalau melonjaknya harga tanah terjadi di hampir seluruh wilayah Kabupaten Magelang, bahkan sampai Purworejo. 

Kalau di Purworejo mungkin karena ada proyek waduk di Desa Wadas. Yang jelas harga tanah di hampir seluruh kabupaten di DIY juga naik setelah warga di Sleman menerima UGR proyek tol Yogya-Bawen.

Tetapi, naiknya harga tanah di sana bisa jadi karena di Yogya sebelumnya sudah ada pembangunan Yogyakarta International Airport (YIA) yang menyebabkan harga tanah di Kulon Progo waktu itu naik drastis.

Penantian Sejak Februari

Saat pemberitahuan nilai ganti rugi pada 13 Februari 2023, warga diberi tahu oleh pihak BPN kalau pencairan dana akan berlangsung dalam kurang-lebih 30 hari kerja. Namun sudah lebih dari 30 hari kerja, kok, belum ada undangan untuk tanda tangan pencairan. Pak Kadus pencairan akan berlangsung akhir Maret.

Sampai akhir Maret belum ada tanda-tanda undangan datang. Ternyata Surat Perintah Pembayaran (SPP) belum disetujui oleh Lembaga Manajemen Aset Negara (LMAN). Kalau sudah disetujui oleh LMAN maka pembayaran ganti rugi sudah bisa dilakukan.

Apakah Pak Kadus termasuk penerima UGR juga? Tidak. Pak Kadus (kepala dusun) wara-wiri mengurusi warganya yang kena proyek tol karena memang sudah tugasnya. Semua kadus di dusun lain juga begitu.

Jadi wajar kalau nanti Pak Kadus dapat uang lelah dari warganya sebagai tanda terima kasih karena sudah jadi kepanjangan tangan warga dengan pengelola proyek tol.

Warga optimistis UGR akan cair sebelum Lebaran karena pengukuran tanah di seksi 3 sudah dimulai. Sebelum tahapan di seksi 3 (Borobudur-Magelang) berjalan, warga diberi tahu oleh petugas dari Kemen PUPR kalau pembebasan lahan di seksi 2 (termasuk Kecamatan Muntilan) harus lebih dulu selesai.

Maka tidak heran kalau warga sangat berharap UGR betul-betul dibayar sebelum Lebaran, tidak mundur-mundur lagi. Niat utamanya bukan buat beli mobil, tapi supaya tidak pusing memenuhi kebutuhan Lebaran.

Pak Kadus menginfokan kemarin sore kalau warga Desa Sriwedari akan menerima pencairan hari ini. Entah akurat entah tidak, karena tidak enak tanya-tanya terus, saya sudah terlalu banyak nanya ke Pak Kadus, sementara saya tidak berkepentingan dengan uang ganti rugi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun