Mohon tunggu...
Yana Haudy
Yana Haudy Mohon Tunggu... Penulis - Ghostwriter

Juru ketik di emperbaca.com. Best in Opinion Kompasiana Awards 2022. Peduli pendidikan dan parenting

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Asa Jadi Miliarder Sebelum Lebaran dan Secarik Kisah dari UGR Tol Yogya-Bawen

4 April 2023   13:42 Diperbarui: 5 April 2023   14:22 1579
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi jalan tol | Foto: kompas.id/Ferganata Indra Riatmoko

Proses selanjutnya adalah validasi. Pada tahap inilah warga mengetahui nilai dari aset mereka yang kena proyek tol. 

Di Desa Keji ada yang dapat sampai 20 miliar karena selain tanah dan bangunannya ada di pinggir jalan, dia juga punya persewaan tempat nikah berbentuk pendopo outdoor yang letaknya sama-sama di pinggir jalan provinsi. Jadi nilai UGR yang diterimanya tinggi.

Warga dipersilakan tanda tangan bila menerima nilai ganti rugi itu, tapi bila menolak warga harus mengajukan keberatan ke pengadilan (saya tidak dapat info pengadilan negeri atau pengadilan perdata). Sebelum mengajukan keberatan ke pengadilan warga diberi waktu 14 hari andai berubah pikiran dari menolak jadi menerima nilai ganti rugi tersebut.

Warga di Desa Keji semuanya menerima dengan sukacita nilai ganti rugi itu, tapi warga di Desa Sokorini menolak. Mereka ingin nilai tanah dan bangunannya disamakan dengan warga di Desa Keji.

Berdasarkan Pasal 33 UU No. 2/2012, besarnya nilai ganti kerugian dilakukan bidang per bidang tanah, yang meliputi: tanah, ruang atas tanah dan bawah tanah, bangunan, tanaman, benda yang berkaitan dengan tanah, dan atau kerugian lain yang dapat dinilai.

Sebagai penduduk Desa Keji, saya tahu dari Pak Kadus kalau tanah di sini (yang kena proyek tol) semuanya produktif, subur dan sudah dikenal sebagai penghasil tembakau berkualitas. Pihak appraisal menilai tanah di Desa Keji lebih tinggi dari Desa Sokorini.

Pelan-pelan sudah ada beberapa warga yang menerima nilai ganti rugi itu. Sebab kalau menolak melebihi tenggat waktu, mereka harus menggugatnya ke pengadilan. Lebih repot, makan waktu dan tenaga juga.

Hanya Boleh Diwakili Keluarga

Berurusan dengan pengadilan bukan dilakukan oleh warga yang menolak saja, tapi juga oleh warga yang seluruh tahapannya diurus oleh orang lain (yang bukan keluarga).

Ada warga yang sudah puluhan tahun tinggal di Jakarta, tapi masih punya beberapa petak sawah yang digarap oleh tetangga desanya.

Si warga itu minta bantuan tetangga penggarap sawahnya untuk menghadiri pertemuan, pengukuran tanah, dan mengurus berkas-berkas. Padahal Bu Kades sudah menganjurkan lebih baik diurus sendiri atau oleh keluarga dekat (orang tua, kakak, adik, keponakan, cucu dsb), tapi si warga tidak mau.

Alhasil saat pencairan nanti uang akan diserahkan ke pengadilan dan si warga harus mengurus pencairan itu ke pengadilan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun