Mengapa orang Betawi ramai-ramai memilih Depok, bukan Tangerang atau Bekasi?
Believe it or not, selain karena Depok lebih dekat dengan Jakarta daripada Tangerang dan Bekasi, suasana Depok terasa lebih homey dibanding Bekasi dan Tangerang (sebelum Tangerang Selatan dimekarkan dari Tangerang).
Kedua kota itu sampai pertengahan 1990-an lebih banyak rawa daripada peradaban yang membuat orang-orang Betawi tidak nyaman.
Hengkangnya orang Betawi dikarenakan pembangunan metropolitan besar-besaran Jakarta di era Gubernur Sutiyoso (1997-2007) yang membuat pemukiman dialihfungsikan jadi gedung kantor, apartemen, kondominium, restoran, kafe, dan klinik kecantikan.
Orang-orang Betawi yang dapat warisan berlimpah dari orang tuanya masih bisa membeli rumah di pinggiran Jakarta seperti Cinere serta Ciputat dan Pamulang (sekarang termasuk kota Tangerang Selatan, Banten).
Sedangkan yang dapat warisan lebih sedikit pindah ke wilayah yang harga tanahnya masih murah di Depok dan di wilayah yang sekarang berbatasan dengan Kabupaten Bogor seperti Cibinong, Cipayung, dan Citayam.
Ada sebagian kecil orang Betawi yang hijrah ke Bekasi dan Tangerang (sebelum ada Tangerang Selatan), tapi tidak ada apa-apanya dibanding yang hijrah ke Depok.
Mayoritas orang Betawi sebelum digusur dari Jakarta tinggal bertetangga dengan saudara dan kerabat mereka. Karena sudah terikat dan ingin selalu bersama, saat keluar dari Jakarta untuk mulai hidup baru, mereka pun tetap ingin bersama.
Bule Depok dan Belanda Depok
Sebelum identik dengan Betawi, Depok lebih dulu terkenal dengan bulenya yang memunculkan istilah "bule Depok".
Pada 1691 saudagar Belanda Cornelis Chastelein tidak lagi sejalan dengan VOC dan menolak kebijakan politik eksploitasi yang diterapkan Gubernur Jenderal Mr. Willem of Outhoor, seperti dikutip dari Historia.
Chastein yakin bahwa sebuah koloni akan stabil dan makmur apabila penduduknya tidak ditindas. Itu sebab dia membangun sendiri koloninya di selatan Batavia yang dinamakan negeri Depok.