Radio komunitas cuma boleh menyiarkan iklan layanan masyarakat supaya mereka tetap tetap pada fungsinya dalam mendidik dan memajukan masyarakat dalam mencapai kesejahteraan, dengan melaksanakan program acara yang meliputi budaya, pendidikan, dan informasi yang menggambarkan identitas bangsa (berdasarkan Pasal 1 Ayat 2 UU No.32/2002).
Berada dalam dukungan komunitas, niat awal yang tidak mencari laba, keterbatasan dana operasional, termasuk sulit mengurus izin itulah yang mungkin jadi sumber kekuatan radio komunitas untuk tetap kreatif dan tangguh menghadapi gempuran streaming musik dan siniar.
Fungsi Edukasi
Bila siaran radio swasta mengutamakan selera pasar dan radio publik mengutamakan penyebaran informasi dari pemerintah, maka program siaran radio komunitas mengikuti kebutuhan masyarakat sekitarnya.
Pada 2020 ketika sekolah harus melakukan pembelajaran jarak jauh (PJJ) akibat wabah Covid-19, puluhan dari 457 radio komunitas di 22 provinsi anggota Jaringan Radio Komunitas Indonesia (JRKI) telah menggelar siaran PJJ. Para guru bergantian siaran untuk memberikan materi lewat radio bagi siswa sekolah dasar.
Siaran itu bukan iseng-iseng belaka, tapi mengakomodir siswa yang tidak punya handphone dan internet supaya tidak ketinggalan materi pembelajaran.
Radio komunitas punya radius jangkauan siaran 2,5 kilometer, paling jauh tiga kilometer. Dalam radius itu biasanya ada 1-2 sekolah dasar, maka guru dari sekolah-sekolah itu bergantian siaran.Â
Peserta didik yang tidak punya radio, apalagi handphone dan internet, datang ke rumah teman atau tetangga untuk mendengarkan siaran pembelajaran. Siaran pembelajaran yang live pada pagi hari disiarkan ulang pada sore harinya.
Namun, siaran pembelajaran ini hanya ada di desa-desa nun jauh dari kota di mana sinyal internet lemotnya minta ampun dan sebelum ada set top box, siaran TV cuma bisa ditonton pakai antena parabola, itu pun sering diblokir.Â
Pertahanan Radio Komunitas
Pengelola radio komunitas tidak menggaji karyawannya karena tidak ada karyawan kontrak apalagi karyawan tetap. Siaran kadang-kadang diisi oleh sukarelawan dari PKK, karang taruna, atau pemuka agama dan tokoh masyarakat. Mereka tidak dibayar karena merasa punya tanggung jawab menyampakan informasi dan pencerahan kepada warga/komunitas.
Untuk biaya operasional, radio komunitas kadang menerima sumbangan dari orang kaya yang ada di wilayahnya, hibah dari LSM (kecuali dari LSM asing, karena dilarang UU), dan sponsor kegiatan yang melangsungkan acara di lokasi radio tersebut.
Sementara itu, lagu-lagu yang diputar di radio komunitas pun mengikuti selera masyarakat sekitarnya. Kalau warga di sana suka dangdut, yang diputar kebanyakan lagu-lagu dangdut. Jika yang disuka adalah campursari dan karawitan, maka yang sering diputar adalah dua genre lagu tersebut.