Mohon tunggu...
Yana Haudy
Yana Haudy Mohon Tunggu... Full Time Blogger - Ghostwriter

Juru ketik di emperbaca.com. Penulis generalis. Best in Opinion Kompasiana Awards 2022.

Selanjutnya

Tutup

Parenting Artikel Utama

Efek Menjadi Anak Emas

6 November 2022   16:43 Diperbarui: 8 November 2022   17:02 1800
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi orang egois | sumber: pixabay/RosZie

Bagi muslim, emas merupakan instrumen investasi yang jelas halal, bahkan koin emas dikenal sebagai alat tukar esensial dalam Islam karena bernilai intrinsik (nilai yang melekat pada fisik).

Belakangan ini pesan WhatsApp sering datang ke ponsel saya dari beberapa ibu yang mengadu anaknya dinakali si anak emas di kelas. Mengadu kok ke manusia, kepada tidak ke Allah saja? Begitu mungkin jawaban yang didapat kalau aduan itu datang kepada kelompok Islam sayap kanan.

Si anak emas ini sering memamerkan rumahnya yang bagus, sepatunya yang mahal, dan uang jajannya yang banyak. Sering juga memukul, mencekik, dan mengancam teman kalau keinginannya tidak dituruti. Pun sering menyontek saat penilaian harian. Sudah begitu, teman yang dia sontek akan dimarahi kalau jawabannya salah.

Kayak begitu kok jadi anak emas? Setelah saya telisik, ternyata ibu si anak emas ini punya hubungan kerabat dengan sang wali kelas. Sebutan anak emas disematkan oleh teman-teman sekelasnya karena sebadung apa pun, dia tidak akan dapat hukuman dari wali kelas, malahan kadang si pengadu yang disalahkan.

Saya sendiri pernah jadi anak emas waktu di kelas 4 SD dan 3 SMP (sekarang kelas 9), bukan karena saya berkerabat dengan salah satu guru, melainkan karena saya pandai di pelajaran IPA dan IPS, serta bisa main musik. 

Saat di kelas 3 SMP hanya sedikit anggota ensambel yang dipilih berdasarkan seleksi, kebanyakan dipilih karena orang tua mereka kaya raya atau punya hubungan keluarga dengan para guru. 

Anak-anak orang tajir pada masa orde baru memang sering dapat keistimewaan dalam segala hal. Maka, ketika saya dapat julukan anak emas dari teman-teman, rasanya malah takut daripada bangga.

Bagaimana Rasanya Jadi Anak Emas?

Secara umum, cara seseorang menyikapi jika dirinya jadi anak emas ada tiga. 

Pertama, dia akan membusungkan dada dan cenderung menindas rekannya karena merasa yang lain tidak sepadan dengannya. 

Kedua, biasa saja dan tidak ada perasaan apa-apa karena yang bersangkutan tidak merasa ada bedanya jadi anak emas atau tidak. 

Ketiga, merasa malu dan terbebani karena merasa status itu membuatnya dijauhkan dengan rekan-rekannya.

Berdasarkan studi yang dilansir Psychology Today, orang yang membusungkan dada dan menindas orang lain ketika jadi anak emas merupakan hasil dari pola asuh orang tua yang terlalu memanjakannya di masa kecil. Hal itu membuat anak tidak tahu cara bersikap baik pada orang lain karena rasa simpati dan empatinya tidak terbangun.

Faktor Seseorang Menganakemaskan Orang Lain

Di lingkaran keluarga suami saya ada laki-laki yang oleh kerabat lain disebut menantu emas. Secara kodrat, laki-laki bertanggung jawab sebagai pencari nafkah, tapi si menantu emas jangankan mencari nafkah, makan-minum sampai rokok pun disediakan oleh istri dan mertuanya.

Alih-alih berusaha mencari nafkah, si menantu emas makin sering menakuti-nakuti mertua dengan bualannya tentang ilmu gaib yang dikuasainya dan seberapa besar dia bisa berkomunikasi dengan malaikat.

Rasa takut yang selalu dihembuskan kepada mertuanya, yang kebetulan berpendidikan rendah, itu membuat si laki-laki jadi anak emas. Para tetangga yang melaporkan hal buruk tentang menantu akan ditentang habis-habisan oleh sang istri dan mertua.

Hal sama rupanya dialami juga oleh sang wali kelas yang menganakemaskan si anak badung, yaitu takut.

Wali kelas merasa segan, takut, dan kuatir kalau si anak dihukum, ayah dan keluarga besar di anak akan marah dan tersinggung yang bisa berimbas buruk pada hubungan kekerabatan dua keluarga besar.

Sikap orang tua (dan keluarga besar) yang marah bila anak mereka dihukum atas kesalahannya lama-lama akan memupuk ketidakdewasaan pada si anak. Ketika besar dia akan mengalami spoiled child syndrome, seperti yang dialami si menantu emas.

Orang dewasa yang mengalami spoiled child syndrome akan bersikap egois, tidak peduli pada orang lain, dan tidak terima kalau keinginannya ditolak. 

Kalau tidak mewarisi nama besar orang tuanya dan punya harta warisan berlimpah, orang dewasa dengan spoiled child syndrome amat mungkin jadi bramacorah karena bila berbaur dengan kehidupan normal mereka cenderung selalu merugikan orang banyak.

Spoiled Child Syndrome

Kelakuan si anak emas yang sombong, memukul, dan menyontek teman adalah salah satu bibit spoiled child syndrome atau sindrom anak manja. 

Istilah spoiled child syndrome dibuat oleh dokter anak bernama Bruce McIntosh pada 1989. 

Menurut situs jurnal American Academy of Pediatric, sindrom anak manja ini diakibatkan oleh kegagalan orang tua untuk menegakkan batasan yang konsisten dan sesuai usia yang hasilnya akan nyata terlihat ketika si anak bertambah besar. 

Sikap orang tua yang demikian didorong rasa sayang yang tidak proporsional karena mereka hanya punya satu anak dan mencurahkan semuanya untuk si satu anak itu.

Kebetulan si anak emas yang berkerabat dengan wali kelas adalah anak tunggal, sama seperti menantu emas yang ditakuti mertuanya juga anak tunggal.

Stereotipe Anak Tunggal

Sebuah penelitian yang dilansir Healthline pada anak berusia 6-11 menyatakan bahwa anak tunggal risiko lebih besar menderita gangguan mental karena pola asuh orang tua mereka. Riset pada tahun 1800-an juga menghubungkan spoiled child syndrome dengan only-child syndrome (anak tunggal).

Karena itulah anak tunggal sering dikenal egois, sulit menyesuaikan diri, suka memerintah, tidak bisa menerima masukan, dan antisosial.

Namun, riset terbaru dari psikolog Toni Falbo selama 40 tahun pada ribuan anak membuktikan hasil berbeda. Dia melakukan riset selama lebih dari 40 tahun terhadap ribuan anak tunggal. Kesimpulannya anak tunggal tidak berbeda dengan anak bersaudara lainnya. Mereka bahkan punya ikatan amat kuat dengan orang tuanya yang membantu mereka sukses saat dewasa.

Jadi, spoiled child syndrome tidak ada hubungannya dengan anak tunggal. Kalau ada orang egois yang minta dianakemaskan, itu bukan karena mereka anak tunggal, tapi akibat pola asuh orang tua dan pengaruh lingkungan di masa kecil.

Apa yang Harus Dilakukan Bila Terefek Anak Emas?

Bila orang dewasa terefek anak emas di tempat kerja, organisasi massa, atau lingkungan rumah, laporkan kepada atasan, ketua harian, atau ketua RT. Walau si anak emas tidak diapa-apakan, minimal orang lain tahu apa yang dilakukan mereka terhadap kita. Kalau diam saja itu berarti kita membiarkan perilaku keliru tersebut.

Bila anak kita terimbas perilaku buruk si anak emas di kelas, utarakan hal tersebut langsung kepada guru yang mengampu kelas, walau sang guru punya hubungan kerabat dengan si anak emas. 

Sekarang berkomunikasi dengan guru tidak harus datang ke sekolah, cukup lewat WhatsApp. Praktis dan tidak mengganggu rutinitas.

Guru sudah terdidik untuk jadi orang bijak karena bekerja di dunia pendidikan. Adanya pengaduan tentang hal buruk yang dilakukan anak emasnya bisa jadi membuatnya berpikir untuk lebih memprioritaskan kenyamanan anak didiknya daripada kekerabatan dua keluarga besar.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Parenting Selengkapnya
Lihat Parenting Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun