Paling mengejutkan buat saya adalah orangtua mengeluh banyak jajanan tidak sehat yang ditelan anaknya, tapi tidak membawakan bekal makan siang. Mereka juga tidak memberi pengetahuan dan pengertian tentang makanan tidak sehat atau tentang jajanan apa yang harus dibatasi konsumsinya.
Sebenarnya untuk membuktikan sehat tidaknya jajanan di sekolah, kita bisa mendatangi kantin dan melihatnya langsung. Kalau menemukan ada jajanan macam ciki-cikian, jasjus, kerupuk warna-warni, atau permen-coklat yang mereknya gajelas, kita bisa mendatangi kepala sekolah untuk menanyakan kenapa jajanan seperti itu ada di kantin.
Apalagi, selain menyediakan kantin, sudah banyak sekolah swasta yang juga menyediakan katering untuk makan siang siswa. Menu katering sudah disesuaikan dengan kebutuhan gizi harian dan lebih sehat karena bukan fast food. Jadi, kalau ada orangtua menyalahkan kantin mungkin perlu diajak tur keliling sekolah sekali lagi seperti saat dia mendaftarkan anaknya ke sana.
***
Bisa dimaklumi, orangtua Milenial menjalani masa sekolah di era orde baru yang mana pendidikan akademik dan karakter diserahkan sepenuhnya ke sekolah, guru les, dan guru ngaji. Pola pikir dan persepsi mereka tentang sekolah mungkin masih sama seperti saat mereka mengalaminya dulu.
Sekarang sekolah sudah bukan jadi tempat penitipan anak, melainkan mitra mendidik dengan pendidikan nomor satu ada di tangan keluarga si anak.Â
Kalau ada sesuatu yang tidak mengenakkan, datang saja dan bicarakan dengan wali kelas. Ngedumel boleh, tapi jangan sampai menganggap guru dan kepala sekolah sebagai "musuh" hanya karena kita menganggap mereka memberatkan keuangan dan bikin repot karena sering minta orangtua ikut berpartisipasi di banyak kegiatan sekolah.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H