Guru sudah jadi salah satu profesi paling sulit di Indonesia karena mereka harus mengajar anak-anak Gen Z dan Gen Alpha yang jauh lebih menantang daripada mengajar Gen X dan Milenial. Mengapa bisa begitu?
Pertama, karena Gen Z dan Gen Alpha sudah bisa mengutarakan pikiran dan isi hatinya sehingga anak yang kemampuan akademiknya baik cenderung "menantang" kreativitas gurunya. Sedangkan anak trouble maker cenderung "menantang" kesabaran gurunya.
Kedua, sebagian besar orangtua dari Gen Z dan seluruh orangtua Gen Alpha ini adalah Milenial, yang mana sangat dekat dengan teknologi informasi dan digital. Ini membuat mereka cenderung merasa paling benar dan bisa memaksakan kehendaknya. Merasa paling benar dan ingin kehendaknya selalu dituruti ini adalah ekses dari medsos dan berita internet yang datang sangat cepat.
Sebelum filter dalam otak dan nurani kita, tentang suatu informasi, memberi peringatan, sudah datang informasi yang lain lagi. Menurut situs jurnal Frontiers for Young Minds, semakin banyak informasi yang diterima justru mengacaukan kerja otak karena banyak gangguan yang diterima otak saat sedang fokus.
Contohnya saat kita menonton film, notifikasi yang muncul dari WhatsApp menganggu fokus kita pada film. Pun tiap hari ada saja berita viral yang membuat kita terjebak FOMOÂ (fear of missing out) lalu secara sadar terus-terusan mencari apa saja berita dan yang viral-viral hari ini.
Makanya tidak heran kalau pola pikir kebanyakan orangtua Milenial cenderung pendek, ingin cepat dan praktis, juga tidak mau repot. Pola pikir itu kemudian menyebabkan mereka jadi sering mengkritik serta mudah marah dan tersinggung kalau pendapat dan kehendaknya tidak diterima.Â
Riset yang dimuat pada situs The Ohio State University mengungkapkan bahwa hal yang seperti itu terjadi karena fungsi kognitif pada otak berubah seiring dengan makin seringnya kita mengakses internet, termasuk berita online dan medsos.
Itulah sebabnya makin banyak orangtua Milenial yang, alih-alih mendukung kemajuan yang dijalankan sekolah untuk masa depan anak, malahan mengkritik sekolah secara destruktif seperti mengomeli tukang sayur ketika harga cabe naik.
Guru
Cara mengajar guru, terutama wali kelas, sering jadi bahan kritik orangtua. Guru yang menerapkan aturan ketat soal tata tertib kelas dibilang galak, tapi kalau tidak menerapkan aturan dibilang tidak tegas.
Guru juga dituntut harus bisa mengajari anak mereka sampai menguasai suatu materi, tapi tidak mau membantu dan mendampingi ketika anak diberi pekerjaan rumah. Padahal seorang guru harus mengajari dan mengawasi 20-30 anak di kelas dalam satu waktu.