Pernah kerja di start-up atau pengin kerja di start-up? Pasti karena gajinya besar, kan? Apa tidak takut kena PHK karena start-up dikenal hobi bakar-bakar uang?
Start-up 2008
Zaman dahulu kala, saya melamar kerja lewat Jobstreet di start-up bernama Brandtology yang mengkhususkan diri pada riset pasar online dan analisa media sosial.Â
Brandtology berdiri dan berbasis di Singapura sejak 2008. Saat gabung tahun 2009 saya belum mengerti tentang start-up karena istilah itu baru booming setelah tahun 2010.Â
Menurut Techforid, istilah start-up sudah ada sejak 1999, tapi baru populer di Indonesia setelah penggunaan internet meningkat mulai 2010.Â
Salah satu ciri sebuah usaha disebut sebagai start-up adalah operasionalnya menggunakan internet dan website. Betul, start-up tempat saya kerja juga beroperasi penuh di dalam jaringan internet.Â
Awalnya saya kerja dari rumah (remote working). Enam bulan berikutnya saya bersama tiga dari tujuh orang staf Indonesia dipanggil ke Singapura untuk bekerja dari kantor. Tiga staf lain asal Palembang, Jakarta, dan Bekasi tetap bekerja dari rumah masing-masing.
Bukan cuma kami, para remote worker dari Bangkok, Manila, Kuala Lumpur, dan Shanghai juga diminta work from office. Maka kami yang tadinya cuma akrab dan bercanda lewat Skype dan MSN, kini jadi bertemu muka.
Bukannya tambah akrab, kami malah canggung. Selama bekerja satu kantor kami malahan tidak banyak berinteraksi.Â
Bulan pertama bekerja dari kantor interaksi lebih banyak dilakukan lewat pesan instan dan email, sama seperti saat kami masih bekerja remote.Â
Mungkin itu sebab suasana canggung terus-terusan mendominasi. Kami yang sama-sama dari Indonesia juga tidak berani saling ngobrol karena kuatir dikira kenapa-kenapa oleh staf dari negara lain.