Idul Fitri 1443 H jatuh pada 2 Mei 2022 dan kami mudik tiga hari sebelumnya. Kami sudah tahu bahwa tol Trans Jawa hanya dibuka untuk kendaraan yang mudik dari arah barat, terutama dari Jabodetabek yang menuju Jawa Tengah, DIY, dan Jawa Timur.
Kami mudik dari Kabupaten Magelang ke Jakarta Selatan. Jadi, sudah pasti kami tidak bisa lewat tol. Kami memilih lewat jalur pantai utara (pantura) dengan pertimbangan jarak yang lebih dekat dan kondisi jalan yang tidak berbelok-belok daripada lewat jalur selatan.
Tiap tiba di pintu masuk tol, kami selalu berhenti dengan harapan pemudik dari arah barat sudah berkurang sehingga jalan tol dibuka lagi. Sayang sekali, semua pintu tol betul-betul ditutup hanya digunakan untuk pemudik yang menuju Jawa, bukan yang dari Jawa.
Bersyukur, jalanan sepanjang pantai utara sepi, jadi walau tidak lewat tol, waktu tempuh kami tidak beda jauh dengan jalur tol. Akan tetapi, kesulitan datang di Cirebon. Jalan utama dan satu-satunya yang diketahui suami menuju Jakarta, ditutup.
Kami tanya ke petugas Dishub yang menjaga, kemana arah ke Indramayu untuk menuju Jakarta? Andai petugas Dishub tersebut kurang paham arah ke Jakarta, minimal dia tahu arah ke Indramayu karena Indramayu bertetangga dengan Cirebon.
Dua petugas Dishub yang kami tanya bilang belok kanan-kiri-lurus-kanan-kiri, kami malah nyasar ke arah menuju Tegal, padahal kami sudah lewat Tegal.Â
Kami tanya lagi ke Pak Polisi yang ada di depan bank, Pak Polisi bilang, "Lurus saja ikuti jalan sampai arah stasiun." Kami malah berputar-putar di pusat Kota Cirebon.
Waktu itu Kota Cirebon macet karena banyak orang keluar untuk belanja kebutuhan Lebaran. Ada 4-5 mobil berplat AE, DK, L, dan G yang kami yakini juga sedang mencari atah keluar dari Cirebon karena sewaktu kami berputar-putar, kami ketemu lagi-ketemu lagi dengan mobil mereka.
Bosan berputar-putar tanpa arah dan bolak-balik kena macet membuat dua anak kami yang berusia 10 dan 7 tahun lelah. Saya dan suami memutuskan berhenti di sebuah warung untuk beli minuman dan jajanan, sekaligus meregangkan tubuh yang pegal karena lama duduk dalam mobil.
Suami memanfaatkan kesempatan itu untuk bertanya ke pemilik warung arah mana sebenarnya jalan yang menuju ke Indramayu untuk sampai ke Jakarta. Ibu pemilik warung tidak tahu karena katanya tidak hapal.
Saya lihat di warung itu ada spanduk bertuliskan Agen BRILink. Karena sudah familiar dengan transaksi di Agen BRILink, saya tanya apa bisa tarik tunai uang receh melalui si ibu pemilik warung. Dia bilang bisa.
Kami memang butuh banyak uang receh karena lewat jalan non-tol membuat kami harus berhenti di SPBU dan masjid untuk salat dan buang air kecil, tidak seperti rest area tol yang serba gratis. Walau tidak diminta, apa iya kami harus sepelit itu tidak memasukkan Rp2000-Rp5000 ke kotak toilet dan masjid?! Belum lagi kasih tip ke tukang parkir.Â
Soal BRILink saya tidak asing memakainya karena warung dekat rumah ada yang jadi Agen BRILink. Saya biasa tarik tunai ke Mbak pemilik warung. Lebih mudah, aman, dan cepat daripada harus ke ATM BRI terdekat yang jaraknya 4 kilometer dari rumah saya.Â
Kita tinggal berikan kartu ATM, nanti si Mbak memprosesnya di mesin EDC (electronic data capture). Saya tinggal terima uang dari dia. Agen BRILink sangat bermanfaat kalau kita butuh uang dalam jumlah kecil, misal Rp200.000 sampai Rp300.000 untuk belanja harian di tukang sayur langganan.Â
Kenapa tidak ambil di ATM langsung 1-2 juta untuk belanja sayur harian? Karena saya boros. Pegang uang banyak bukannya untuk belanja sayur, malah dibelikan asinan, pensil alis, dan baju.Â
Apalagi kalau jemput sekolah, banyak ibu-ibu yang membawa dan menawarkan dagangan. Jadi, sifat boros saya harus diminimalisir sedemikian rupa, syukur-syukur dihilangkan.
Saya punya rekening di BRI tadinya cuma buat keperluan KUR saja, bukan sebagai rekening utama. Sampai KUR saya lunas juga masih belum terpikir punya BRI mobile banking. Namun, terjebak macet di Cirebon membuat saya berpikir, kenapa tidak dimanfaatkan saja semua layanan dan fasilitas dari rekening BRI saya itu. Buktinya Agen BRILink saja ada di tempat tidak terduga. Di warung yang tidak begitu besar.
Kami terjebak macet dan menghabiskan waktu di jalanan Cirebon selama tiga jam. Bersyukur ibu pemilik warung Agen BRILink mau memberikan recehan ketika saya tarik tunai di sana.
Saat malam takbiran di rumah orang tua, saya install BRIMo dari Play Store karena pikiran itu tadi, memanfaatkan layanan yang dipunya BRI.Â
Saya punya rekening dari dua bank BUMN berbeda, dua-duanya tidak saya gunakan mobile dan internet banking karena merasa belum perlu, walau hampir dua puluh tahun jadi nasabah mereka.Â
Akhirnya BRIMo saya gunakan untuk bagi-bagi angpao Lebaran dalam bentuk dompet elektronik ke keponakan dan anak-anak para sepupu. Transfer antarbank ke kerabat yang dasternya saya beli juga akhirnya pakai BRIMo.
Uang tunai yang saya siapkan untuk angpao Lebaran jadi tidak terpakai. Sekembalinya ke Magelang, saya setorkan uang angpao itu ke Mbak warung Agen BRILink dekat rumah untuk dimasukkan ke rekening saya.
Walau sudah punya BRIMo untuk kemudahan semua transaksi digital, sampai minggu lalu saya masih setia tarik tunai di Mbak warung. Sudah biasa jadi susah menghilangkan sesuatu yang kita sudah terbiasa melakukannya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H