Indonesia sudah masuk ke teknologi mobile data 5G sejak Telkomsel, Tri, dan Smartfren menang lelang perdana pada November 2020 lalu di blok pita frekuensi radio 2,3 GHz.Â
Indosat kemudian menyusul dengan mengoperasikan secara terbatas layanan 5G di Solo, Jakarta, Surabaya, Makassar, dan Balikpapan sejak Juni 2021.Â
Pengguna yang punya telepon seluler (ponsel) 5G di negara kita sudah ada sebesar 19%.Â
Berapa kecepatan 5G yang dimiliki operator seluler negara kita?
Kecepatan pengiriman data 5G yang dimiliki Telkomsel, menurut Katadata, berada dikisaran 816 Mbps dengan kecepatan unduh 30 Mbps.
Smartfren di kisaran 1,8 Gbps dan Indosat, melansir kompas.com, mencapai 550 Mbps dengan tingkat latensi 10 ms.Â
Latensi adalah ukuran yang digunakan untuk mengukur penundaan yang terjadi dalam jaringan. Makin kecil latensinya makin baik karena delay dalam jaringan berarti kecil.
Melihat speednya yang aduhai kencang. Siapa tidak ingin menggunakan 5G? Streaming film, dengar lagu, dan nonton YouTube dijamin lancar, kecuali kalau rumah kamu jauh dari tower sinyal.
Apa hubungan 5G dengan metaverse?
Kecepatan jaringan 5G yang berlatensi rendah bisa mengaktifkan metaverse.
Metaverse itu apa, Sob? Kehidupan virtual yang sama aktifnya dengan dunia nyata.
Ketika kita punya lingkungan virtual yang selalu online dan dapat terus-terusan sama aktifnya dengan dunia nyata dimana kita dapat berinteraksi dengan jutaan orang di waktu yang sama, saat itulah we will have a metaverse.
Lingkungan yang hampir menyerupai metaverse adalah game Roblox dan Fortnite. Walau bukan metaverse, di Fortnite kita bisa nonton konser musik live dari musisi ternama dunia dan bertempur lagi setelah puas leyeh-leyeh di tempat dalam Fortnite bernama Party Royale, secara real-time.
Fortnite hanya dapat dimainkan dengan internet yang stabil di kecepatan minimal 3 Mbps.
Bila Fortnite yang cuma game saja butuh speed segitu, maka yang bisa mengaktifkan metaverse haruslah internet dengan kecepatan minimal di jaringan 5G.
Apakah Indonesia siap menerima metaverse?
Belum. Jaringan mobile data tidak pernah merata di seluruh Indonesia.Â
Daerah-daerah yang susah sinyal 4G kemungkinan besar juga susah menerima 5G karena operator masih pilih-pilih tempat mana yang menghasilkan profit untuk infrastruktur 5G.
Kalau cuma virtual reality dan augmented reality, sih, sudah jamak di sini, tapi kalau beli baju, mencobanya langsung di toko online yang ada di internet serta membayarnya saat itu juga di dalam jaringan, nanti dulu. Infrastrukturnya belum ada. Mungkin 3-4 tahun lagi.
Bukan cuma di Indonesia, negara maju macam Rusia saja belum siap. Jangankan memulai metaverse, jaringan 5G Rusia pun kalah jauh dari Indonesia.
Karena belum siap dengan 5G itulah, para buzzer Rusia beroperasi menyemburkan berita bohong soal 5G, seperti yang dilansir New York Times sejak 2019 lalu.
Rusia mengerahkan pendengungnya untuk menghambat pemakaian 5G di negara-negara barat. Kalau barat tidak segera menggunakan data internet 5G, Rusia bisa mengejar ketertinggalannya.
Dibanding Indonesia, langkah Rusia membangun 5G lambat.Â
Indonesia sudah mengaktifkan koneksi 5G di beberapa kota. Bila pelanggan operator sudah punya smartphone 5G, mereka tinggal berlangganan paket datanya.
Melansir Tadviser, di Rusia 5G launching sejak September 2020, tapi sampai sekarang masih dioperasikan terbatas untuk industri dan perkantoran di Moskow.
Rusia menargetkan perumahan di kota-kota besar sudah terhubung dengan 5G dalam waktu tiga tahun. Itu berarti orang Rusia di kota-kota besar bakal sepenuhnya menikmati 5G pada 2024.Â
Bila dengan Indonesia saja ketinggalan, apalagi dengan Tiongkok. Rusia sudah tidak bisa mengejar. Tiongkok sudah meluncurkan satelit untuk koneksi data 6G dan sedang diujicoba secara terbatas.
Apa saja informasi palsu yang disebar Rusia ke seluruh dunia?
1. Radiasi dari sinyal 5G lebih cepat memicu tumor dan kanker otak. Mitos ini dengan mudah dipatahkan oleh penelitian dan studi kasus yang berkaitan dengan tumor dan kanker otak.
Mayo Clinic melansir penelitian yang melibatkan 420.000 pengguna ponsel. Dari situ tdak ditemukan bukti bahwa ponsel menyebabkan salah satu dari penyakit otak mematikan di dunia.
Ada pasien tumor otak yang diteliti kaitannya dengan telepon seluler, tapi tidak ditemukan bukti si pasien kena tumor otak gara-gara dia pakai HP.
Jadi, hubungan antara tumor dan kanker otak dengan sinyal atau radiasi ponsel masih perlu penelitian yang lebih panjang lagi.
2. Bikin baterai HP cepat habis. Ponsel atau tablet yang dilengkapi koneksi data super cepat sudah pasti baterainya lebih boros karena email akan jalan real-time, pesan suara dan gambar yang datang dari WhatsApp juga makin cepat.Â
Tambah lagi kita bakal lebih sering berkutat pada ponsel untuk sekedar baca berita, nonton YouTube, atau menyaksikan orang-orang berjoget di Tiktok.
Pemakaian ponsel yang lebih sering dengan durasi panjang mau takmau membuat baterainya cepat habis, bukan?!
3. Boros kuota. Sewaktu kecepatan mobile data masih di 3G, saya hanya butuh 1 GB/ bulan untuk chatting, baca berita, mengerjakan revisi laporan, dan sesekali buka email dari kantor.Â
Sekarang pada kecepatan 4G perlu minimal 10 GB per bulan karena mobile data juga digunakan untuk streaming film dan musik, game online, mengirim dan menerima file dari email, belanja online, menulis di Forum, mengisi rubrik cerpen, ngoceh di Twitter, dan menulis di Kompasiana.
Apakah semakin cepat internet makin boros kuota? Tidak. Makin cepat internet makin sering pula kita menggunakannya untuk banyak aktivitas online. Itu yang menyebabkan kita jadi butuh lebih banyak kuota.
Jika sudah ada metaverse, kuota yang dibutuhkan bisa lebih besar lagi karena metaverse adalah internet yang berrevolusi.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H