Lingkungan yang hampir menyerupai metaverse adalah game Roblox dan Fortnite. Walau bukan metaverse, di Fortnite kita bisa nonton konser musik live dari musisi ternama dunia dan bertempur lagi setelah puas leyeh-leyeh di tempat dalam Fortnite bernama Party Royale, secara real-time.
Fortnite hanya dapat dimainkan dengan internet yang stabil di kecepatan minimal 3 Mbps.
Bila Fortnite yang cuma game saja butuh speed segitu, maka yang bisa mengaktifkan metaverse haruslah internet dengan kecepatan minimal di jaringan 5G.
Apakah Indonesia siap menerima metaverse?
Belum. Jaringan mobile data tidak pernah merata di seluruh Indonesia.Â
Daerah-daerah yang susah sinyal 4G kemungkinan besar juga susah menerima 5G karena operator masih pilih-pilih tempat mana yang menghasilkan profit untuk infrastruktur 5G.
Kalau cuma virtual reality dan augmented reality, sih, sudah jamak di sini, tapi kalau beli baju, mencobanya langsung di toko online yang ada di internet serta membayarnya saat itu juga di dalam jaringan, nanti dulu. Infrastrukturnya belum ada. Mungkin 3-4 tahun lagi.
Bukan cuma di Indonesia, negara maju macam Rusia saja belum siap. Jangankan memulai metaverse, jaringan 5G Rusia pun kalah jauh dari Indonesia.
Karena belum siap dengan 5G itulah, para buzzer Rusia beroperasi menyemburkan berita bohong soal 5G, seperti yang dilansir New York Times sejak 2019 lalu.
Rusia mengerahkan pendengungnya untuk menghambat pemakaian 5G di negara-negara barat. Kalau barat tidak segera menggunakan data internet 5G, Rusia bisa mengejar ketertinggalannya.
Dibanding Indonesia, langkah Rusia membangun 5G lambat.Â
Indonesia sudah mengaktifkan koneksi 5G di beberapa kota. Bila pelanggan operator sudah punya smartphone 5G, mereka tinggal berlangganan paket datanya.