Mohon tunggu...
Yana Haudy
Yana Haudy Mohon Tunggu... Full Time Blogger - Ghostwriter

Pekerja sektor informal. Juru ketik di emperbaca.com. Best in Opinion Kompasiana Awards 2022.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Hari Disabilitas Internasional dan Cara Bercakap dengan Orang Tuli

3 Desember 2021   08:34 Diperbarui: 4 Desember 2021   15:25 1022
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pada peringatan Hari Disabilitas Internasional 2021 di Kemensos 1 Desember lalu, Mensos Tri Rismaharini dapat kritik dari ketua Gerkatin (Gerakan untuk Kesejahteraan Tuna Rungu Indonesia), Stefanus, karena Risma memaksa seorang Tuli untuk bicara di depan mikrofon.

Stefanus mengatakan, meski ada Tuli yang pakai alat bantu dengar bukan berarti dia bisa bicara.

Apa yang dilakukan Mensos Risma yang memaksa Tuli bicara dengan alasan memaksimalkan apa yang diberikan Tuhan, menurut saya memang berlebihan.

Saya punya sepupu yang Tuli sejak bayi. Saat lahir semua organ tubuhnya, termasuk pendengaran, normal. Kelainan itu diduga muncul karena sejak usia satu bulan dia sering diajak naik pesawat dari Jakarta ke Bangka PP untuk mengunjungi neneknya.

Pada kelas 3 SD, sepupu saya yang akrab dipanggil Baim itu dipindah ke SLB B lain yang mengajarkan bicara dan baca bibir. Orang tuanya berpendapat Baim tuli bukan bawaan lahir, tapi karena sakit, jadi mereka berharap Baim bisa berkomunikasi dengan orang normal dengan suara.

Sekolah seperti itu tentu saja mahal. Tidak semua anak Tuli bisa seperti Baim yang selain menggunakan bahasa isyarat juga mahir membaca gerak bibir dan berbicara.

Banyak Tuli yang hanya bisa berkomunikasi menggunakan BISINDO (bahasa isyarat Indonesia) dan tidak bisa mengeluarkan suara apapun.

Ada pula Tuli yang tidak bisa menggunakan bahasa isyarat (apalagi bicara) karena tidak pernah sekolah. 

Jadi bila Mensos Risma mengatakan, "Supaya kita bisa memaksimalkan pemberian Tuhan kepada kita, mulut, mata, telinga. Maka saya paksa untuk bicara," saya katakan beliau berlebihan dan tidak menghargai orang Tuli.

Gambar: Kemensos RI
Gambar: Kemensos RI
Kenapa memaksakan sesuatu pada orang yang jelas-jelas punya hambatan fisik untuk melakukannya?

Saya juga menyayangkan Mensos Risma hanya menaruh maskernya di dagu dan tidak dipakai saat bicara. Stefanus, penerjemah BISINDO, dan semua yang ada di panggung peringatan Hari Disabilitas Internasional memakai masker.

Saya tidak menggunakan istilah tuna rungu karena menurut sepupu saya, 

Mereka lebih suka disebut Tuli (dengan huruf T kapital) karena lebih sopan. Sebutan tuna rungu dianggap berkonotasi negatif.

KBBI mengartikan tuna rungu sebagai tidak dapat mendengar; tuli. 

Sedangkan pada kata tuna (bentuk terikat dengan rungu) KBBI mengartikannya sebagai luka; rusak; kurang; tidak memiliki.

Disabilitas tuli mengatakan telinga mereka tidak rusak, mereka punya telinga walaupun tidak bisa digunakan untuk mendengar. Mereka juga tidak rusak karena bisa hidup seperti orang normal.

Lho, itu akronim Gerkatin pakai istilah tuna rungu, bukan Tuli?

Gerkatin dibentuk tahun 1981 yang merupakan gabungan dari SEKATUBI (Serikat Kaum Tuli Bisu Indonesia), PTRS (Persatuan Tuna Rungu Semarang), Jogyakarta PERTRI (Perhimpunan Tuna Rungu Indonesia), PEKATUR (Perkumpulan Kaum Tuli Surabaya). 

Penggunaan istilah Tuli disepakati dan disosialisasikan oleh komunitas Tuli sejak 1996. Jauh sesudah Gerkatin berdiri, jadi organisasi itu tetap menggunakan istilah tuna rungu.

Seperti disabilitas lain, penyandang disabilitas tuli juga punya kadar tuli yang berbeda. 

Ada Tuli yang tidak bisa mendengar sejak lahir, menyebabkan tidak ada suara yang bisa didengarnya sama sekali. 

Ada juga yang sejak lahir bisa mendengar, tapi hanya berupa dengungan sehingga tidak ada suara yang bisa dicontohnya untuk bicara. Ada pula yang kehilangan pendengaran karena sakit atau kecelakaan.

Itulah sebab kemampuan bicara dan bahasa isyarat merekapun beda-beda. Kita tidak bisa memaksa mereka bicara dengan alasan memaksimalkan pemberian Tuhan.

Kalau Anda ingin berkomunikasi dengan orang Tuli, gampang saja. Beri isyarat sederhana menggunakan tangan, anggukan, dan gerakan tubuh. 

Misal, Anda menawarkan makanan, maka arahkan telunjuk Anda menunjuk orang tersebut lalu buat gerakan orang sedang makan sambil mengangguk ke arah dirinya. 

Bila orang Tuli tersebut bisa membaca gerak bibir, bicaralah agak lambat dengan tetap bersuara seperti biasa, tidak perlu teriak-teriak. Pastikan wajah Anda menghadap wajahnya supaya dia tidak kesulitan memahami yang Anda katakan.

Simpel banget, kan? Sayapun hanya bisa sedikit bahasa isyarat yang saya pelajari dari Baim. Selebihnya kami bicara biasa saja karena dia yang mahir baca gerak bibir sehingga saya tidak perlu repot menggunakan isyarat.

Hari Disabilitas Internasional ditetapkan pada 3 Desember pada 1992 oleh Perserikatan Bangsa-bangsa dan mulai diperingati di seluruh dunia sejak 1998.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun